Di SMA Gemilang, geng syantik cemas dengan kedatangan Alya, siswi pindahan dari desa yang cantik alami. Ketakutan akan kehilangan perhatian Andre, kapten tim basket, mereka merancang rencana untuk menjatuhkannya. Alya harus memilih antara Andre, Bimo si pekerja keras, dan teman sekelasnya yang dijodohkan.
Menjadi cewek tegas, bukan berarti mudah menentukan pilihan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta atau Bukan?
Bab 34
Faris kembali setelah menerima telepon, dia duduk di samping Alya. Kemudian Alya memperkenalkan Bimo dan Arin, mereka berbincang sebentar kemudian Bimo pamit, diiringi Arin mengekor di belakangnya.
“Sepertinya kamu sangat memperhatikan Alya,” ujar Arini dengan nada penasaran saat mereka pindah tempat duduk setelah dari meja Alya.
Bimo tersenyum, tidak mengungkapkan semua perasaannya. “Aku hanya ingin dia merasa nyaman. Bagaimanapun juga, ini adalah acara penting baginya.”
Arini mengangguk, meskipun dia merasa sedikit cemburu. Dia merasa ada sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan jelas, namun perasaan itu sulit untuk diabaikan. Arin berpikir harus meminta kejelasan pada Bimo, meski tidak tahu kapan waktunya.
Sementara itu, di meja Alya dan Faris sedang asyik berbincang dengan teman-teman yang lain, merasa bahagia dengan suasana. Dia tertawa bersama teman-teman lamanya, mengenang kembali masa-masa indah saat mereka masih di sekolah. Meski ada rasa penasaran di dalam hatinya, dia berusaha menikmati malam tersebut sepenuhnya.
Satu per satu, pemenang doorprize diumumkan dan suasana semakin meriah. Alya dan Faris berpartisipasi dalam acara tersebut, dan Alya merasa senang melihat Faris terlibat dalam kesenangan bersama teman-temannya. Meskipun Bimo dan Arini berada di dekat mereka, interaksi antara mereka tidak terlalu mencolok, namun Bimo tetap memperhatikan Alya dari kejauhan, menyesuaikan diri dengan suasana.
Acara dengan suasana yang hangat dan penuh keceriaan, malam reuni berlangsung dengan penuh kenangan dan kebahagiaan, meskipun di balik semua itu, perasaan-perasaan tersembunyi mulai muncul di antara mereka.
Sementara Bimo dan Arini berbincang di tengah keramaian reuni, Alya merasakan kegelisahan yang semakin dalam. Ia tak bisa menahan rasa cemburu dan rasa ingin tahunya melihat bagaimana Bimo tampak begitu perhatian pada Arini. Dia merasa ada sesuatu yang belum terungkap, terutama mengingat pertemuan sebelumnya di kafe yang terasa begitu misterius. Meskipun Alya berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya, bayangan Bimo bersama wanita lain terus menghantui pikirannya.
Ketika suasana reuni semakin meriah, Arga, ketua kelas saat mereka masih di SMA, berdiri di depan panggung dan meminta perhatian semua orang. Suara musik mereda, dan semua orang berbalik menatapnya dengan penasaran.
“Teman-teman,” Arga mulai, “aku minta perhatian sebentar. Ada pengumuman penting yang ingin aku bagi. Bulan depan, aku akan menikah dengan Lita!”
Sorakan riuh langsung memenuhi ruangan. Beberapa orang berdiri untuk memberikan tepuk tangan, sementara yang lain berbisik-bisik dengan penuh antusiasme. Arga melanjutkan dengan senyuman lebar.
“Jadi, aku cuma mau kasih tahu sekarang, aku tidak akan mengirimkan undangan resmi kepada teman-teman. Jika kalian ingin datang, cukup datang saja. Kalau ada yang tidak datang, berarti sudah tidak anggap teman lagi!” Arga berseloroh, membuat suasana semakin ceria.
Beberapa teman tertawa dan bertepuk tangan, merasa terhibur dengan gaya Arga yang santai. Alya juga ikut tersenyum, merasa senang untuk Arga dan Lita. Meski hatinya masih dipenuhi rasa cemburu dan rasa campur aduk karena Bimo, dia berusaha untuk fokus pada kebahagiaan teman-teman lamanya.
Bimo, yang mendengar pengumuman tersebut, tidak bisa menahan senyum. Meskipun dia merasa sedikit terjepit dengan situasi saat ini, dia merasa senang untuk Arga dan Lita. Arini di sampingnya tampak sedikit canggung, namun berusaha menikmati suasana bersama.
Setelah pengumuman tersebut, suasana reuni kembali riuh dengan percakapan dan tawa. Meskipun ada kegembiraan di sekelilingnya, Alya tidak bisa mengabaikan rasa cemburu dan rasa penasarannya tentang hubungan Bimo dengan Arini. Ia berusaha untuk menikmati acara tersebut dan mengabaikan perasaannya yang mengganggu.
Sementara itu, Bimo, meskipun merasa bahagia bisa menghadiri reuni dan melihat Alya, tidak bisa sepenuhnya lepas dari rasa cemas dan campur aduk yang ia rasakan. Dia terus memikirkan bagaimana cara terbaik untuk menghadapi situasi ini, sambil tetap menjaga suasana yang menyenangkan di sekitarnya.
"Alya, ini sungguh kejutan. Jadi selama ini kamu dan Arga pacaran? Tiba-tiba mau nikah aja," ucap Bimo di penghujung waktu reuni.
"Jangankan kamu Bimo, aku saja sahabatnya tidak tahu. Bisa banget sih kalian menyimpan rahasia?" ungkap Alya.
"Pinter kan... aku," jawab Lita meledek dan merasa bangga bisa membuat kejutan.
Arga hanya tersenyum mendengar rasa tidak perc Bimo dan Alya. Tentunya teman-teman yang lain juga tidak akan menyangka dengan hubungan Lita dan Arga tiba-tiba mau menikah. Soalnya semenjak di sekolah pun mereka tidak menunjukkan ada kedekatan. Meski saat Arga kena musibah kepleset kena jebakan geng syantik, Lita selalu ada di samping Arga, terlebih mendorong kursi roda setiap, itu tidak terpikirkan oleh teman-temannya ada hubungan khusus.
Akhirnya acara reuni yang meriah selesai. Di halaman gedung, Arini, Bimo, Alya, Faris, Arga, dan Lita berkumpul sejenak sebelum benar-benar berpisah. Mereka berbincang ringan, mengenang momen-momen yang telah mereka lewati bersama.
Alya baru saja menyadari sesuatu. “Eh, kenapa ya Andre nggak datang? Padahal biasanya dia yang paling heboh kalau ada acara kayak gini.”
Arga mengangguk. “Iya, dia susah banget dihubungi belakangan ini. Mungkin lagi sibuk sama urusan basket atau apa, nggak tahu juga.”
"Serius sama sekali gak bisa dihubungi?" tanya Alya.
"Hu um, waktu dua minggu lalu aku kasih tahu acara reuni, WA nya masih centang dua, tapi tidak terlihat dibaca. Tapi saat beberapa sebelum reuni tiba, WA nya sudah ceklis satu," sahut Arga.
Di sekitar mereka, lampu-lampu taman yang hangat menerangi area dengan lembut. Suara musik latar dari gedung masih terdengar samar-samar, sementara para alumni lain mulai beranjak pergi satu per satu, masih tersisa beberapa kelompok kecil yang asyik berbincang di sudut-sudut taman.
Tiba-tiba, seorang anak kecil, anak dari salah satu alumni SMA Gemilang, berlari dikejar orang tuanya. “Jangan terlalu banyak makan es krim, Nak. Kemari!” teriak sang orang tua. Namun terlambat, anak itu sudah menubruk Alya, dan es krim yang dipegangnya tumpah mengenai gaun Alya.
Dengan sigap, Bimo yang ada di samping Alya segera menahan Alya agar tidak jatuh. “Alya, hati-hati!” serunya, kemudian meraih sapu tangannya dan mulai membersihkan kotoran es krim dari gaun Alya.
Semua yang ada di sana memperhatikan aksi Bimo. Arini mengernyitkan dahi, merasa semakin yakin bahwa antara Bimo dan Alya memang ada sesuatu. Sementara itu, Lita dalam hati merasa Bimo terlalu berlebihan memperhatikan Alya. Namun, dia memilih untuk tidak berkomentar.
Bimo, yang tanpa sadar begitu peduli pada Alya, akhirnya tersadar akan kehadiran Faris. Ia buru-buru menarik kembali sapu tangannya dan merasa sedikit canggung. “Maaf, Alya. Tadi nggak sengaja. Kamu nggak apa-apa, kan?” tanyanya pelan.
Alya tersenyum lemah. “Iya, nggak apa-apa, Bim. Makasih ya.”
Faris melihat Bimo yang begitu sigap merawat Alya. “Makasih ya Bimo," ucapnya, kemudian lanjut dia yang membersihkan gaun sang istri.
"Maaf Faris, aku refleks." Bimo merasa tidak enak pada Faris.
"Tak masalah, aku merasa terbantu malah," jawab Faris, ramah.
Bersambung...