Niat hati ingin merayakan ulangtahun bersama kekasihnya yang baru kembali dari luar negeri, Alice malah memergokinya sedang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Alice yang kecewa memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan berniat balas dendam pada kekasihnya itu.
Tanpa sengaja, Alice dipertemukan dengan Arthur CEO di tempat kerjanya yang baru yang ternyata adalah sepupu jauhnya.
Alice terpaksa meminta bantuan Arthur dengan satu syarat, Alice harus mau menjadi wanitanya.
Akankah Alice menyetujui permintaan gila Arthur demi membalas dendam pada mantan kekasihnya? Ataukah malah terjerat dengan pesona Arthur?
Usahakan jangan nabung bab ya... terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 35
“Minumlah dulu,” ucap Mom Vanessa memberikan secangkir kopi pada Dad Grey yang saat ini sedang berdiri di balkon, menatap keluar sana dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan.
“Makasih, sayang.” Dad Grey meraih kopi panas tersebut dan duduk di samping istrinya.
“Daddy masih memikirkan Arthur?” tanya Mom Vanessa. Ia mengusap punggung suaminya, berharap meski hanya perlakuan kecil seperti ini bisa membuat pria itu tenang. “Arthur sudah dewasa, Dad. Biarkan dia memilih jalan hidupnya sendiri.”
“Aku hanya takut kalau Arthur dan Alice akan berbuat semakin jauh sayang. Mereka tidak seharusnya bersama. Susah payah selama ini aku memisahkan Arthur juga Kaisar agar tidak bertemu lagi dengan Alice. Sekarang, semua ketakutanku terjadi!” Dad Grey mengusap wajahnya frustasi.
Ia benar-benar tidak menyangka jika Alice akan datang lagi dalam kehidupan mereka. Dulu, dad Grey yang meminta Calvin membawa pergi Alice. Siapa yang menyangka jika takdir ternyata berkata lain.
“Tapi Dad, meski begitu mereka hanyalah sepupu jauh. Bukankah tidak apa-apa jika mereka bersama,” sahut mom Vanessa.
“Cukup Vanessa! Kamu mau keluarga ini tertimpa kesialan karena menikahkan sepasang kekasih yang masih memiliki hubungan darah!” sentak dad Grey.
Jika dia sudah memanggil sang istri dengan namanya, berarti pria itu sedang marah besar saat ini.
“Itu hanya mitos! Kenapa kamu mempercayainya?” Mom Vanessa mengusap lengan Dad Grey. “Apa kamu tidak melihat raut bahagia Arthur saat bersama dengan Alice?”
“Aku tidak peduli!” Dad Grey menepis kasar tangan Mom Vanessa dan meninggalkan wanita itu sendirian tanpa mau mendengarkan penjelasannya.
“Astaga. Kenapa dia sekarang jadi keras kepala seperti ini,” gumamnya lirih, lalu beranjak dari tempat duduknya hendak menutup pintu kamar.
Tanpa sengaja, Mom Vanessa melihat seorang wanita yang bersandar di dinding sebelah pintu kamarnya.
Ya, wanita itu adalah Alice.
Setelah percintaan panas yang terjadi beberapa jam lalu, tenggorokan Alice terasa kering. Ia berniat untuk pergi ke dapur untuk mengambil minum.
Namun, tanpa sengaja ia melewati kamar kedua orang tua Arthur dan mendengar semua percakapan mereka dengan tangan terkepal erat.
“Sayang, sejak kapan kamu ada di sini?” tanya Mom Vanessa. Tangannya terulur, membelai lembut rambut wanita itu.
“Baru saja Aunty. Aku agak sedikit pusing jadi berhenti sebentar.” Alice berpura-pura tegar, padahal dadanya terasa sesak dan sakit.
“Kembalilah ke kamarmu, dan minta Arthur untuk mengambil obat.” mom Vanessa tersenyum hangat.
“Iya Aunty.” Ia menganggukkan kepala lalu pergi dari sana dengan sedikit tertatih. Itupun tak luput dari tatapan tajam mata Mom Vanessa yang merasa aneh saat melihat cara berjalan Alice.
“Kenapa jalannya seperti bebek? Apa karena dia sakit?” tak mau ambil pusing, Mom Vanessa langsung menutup pintu kamarnya dan menguncinya.
********
“Kenapa diam saja? Apa ada yang menganggu pikiran kamu? Apa aku berbuat salah? Ataukah permainanku tadi terlalu kasar?” tanya Arthur panjang lebar. Membuat Alice hanya bisa menghela nafas kasar.
“Aku sedang tidak ingin bercanda, Ar” ucap Alice, duduk di tepi ranjang dan menatap kesal ke arah Arthur. Pria yang sudah membuat dunianya jadi jungkir balik seperti sekarang. “Antar aku kembali ke kamar,” pintanya.
“Kamarmu? Tapi ini kamar kita,” kata Arthur menarik pinggang Alice.
“Ini kamar kamu, bukan kamarku,” ketus Alice.
“Astaga, sebenarnya apa yang terjadi? Mood mu kadang bagus kadang jelek. Katakan jangan membuatku semakin penasaran.” Arthur meraih memeluknya erat. “Apa karena ucapan Daddy? Kamu tidak perlu memikirkannya. Daddy pasti hanya bercanda.”
“Mungkin memang lebih baik kita berpisah dan mengakhiri semua ini, Ar.” ucapan Alice membuat Arthur geram dan tanpa sadar mencengkram kuat pinggangnya. “Sakit, Ar! Apa yang kamu lakukan?”
“Sampai kapanpun kita tidak akan pernah berpisah,” tegas Arthur.
“Tapi, aku bahkan belum memiliki perasaan apapun padamu. Dan hubungan yang kita lalui selama ini tidak benar. Kita sepupu dan sampai kapanpun akan tetap seperti itu.”
Arthur menarik tubuh Alice dan membuat wanita itu kembali berada di bawah kungkungan tubuhnya.
“Seseorang yang sudah masuk ke dalam kehidupan Arthur tidak akan semudah itu bisa melarikan diri. Termasuk kamu," ucap Arthur dengan seringai tipis yang terukir dari sudut bibirnya.
“Kamu mau apa?”
Arthur tak menggubris pertanyaan Alice. Dia merobek paksa celana pendek yang Alice kenakan dan membuangnya asal. Kemudian, membuka lebar kedua pa ha wanita itu lalu menundukkan kepalanya. Hingga beberapa kecupan lembut mendarat di daerah lembab miliknya.
“Arthur!” Alice melotot tak percaya melihat perbuatan Arthur yang menurutnya sangat menjijikan. Bagaimana bisa pria itu menciuminya dan menyapunya dengan menggunakan lidah?
Padahal satu jam yang lalu, Arthur baru saja mengeluarkan benihnya di dalam sana.
“Berhenti, Arthur!” pekik Alice.
“Pasti ini sakit ‘kan? Tunggu disini biar aku ambilkan obat,” ucap Arthur menjauhkan kepalanya.
“Tidak perlu,” tolaknya. Sungguh ia benar-benar sangat malu. pipinya merona seperti tomat matang.
“Tetap disana atau aku akan memasukannya lagi,” ancam Arthur. Alice menciut dan diam mematung dengan posisi di atas tempat tidur.
“Ya tuhan, malu sekali. Bisa-bisanya ada manusia random seperti dia di dunia ini,” gumam Alie mengumpat dalam hati.
“Kenapa ditutup?” tanya Arthur dengan tangan kanan dan kiri membawa sesuatu untuk mengobati luka Alice.
“Ada lalat,” jawab Alice.
“Lalat? Di kamarku?” tanya Arthur dan Alice mengangguk.
“Jangan di tutup lagi. Sepertinya memang benar, milikmu lecet dan sedikit bengkak.” Arthur mengambil lap kering, lalu memasukannya ke dalam air hangat dan mengompres perlahan milik Alice.
“Aku pastikan kamu akan segera mengandung benihku dan kita akan segera menikah,” gumam Arthur sembari memandangi wajah cantik Alice.