𝐒𝐢𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬:
Hanya sepenggal kisah seorang pria yang membutuhkan cahaya sebagai harapan nya.
Kisah tentang pria yang di kurung di ruang gelap, karena penyakit mental yang ia alami dan seorang gadis yang tiba - tiba datang sebagai malaikat penolong nya, membawa nya keluar dari kegelapan.
"Memang.. Masih ada cahaya buat gue?"
.
.
"Gue boleh tanya sesuatu?"
"Lo.. Nyata kan?"
"Mereka bilang, semua yang gue denger, liat atau rasakan, semua itu cuma khayalan. Mereka bilang, gue gila."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cerita Kuh123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
[ WARNING ]
1. BANYAK KATA - KATA KASAR.
2. KARYA PERTAMA, MAKLUMI KALAU ADA KESALAHAN DALAM DIKSI.
3. MAKLUMI TYPO.
4. KOMENTAR YANG SOPAN.
5. HARGAI KARYA PENULIS.
TERIMAKASIH!!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -...
"Ren--Aurel?!"
Tubuh Aurel menegang. Entah lah, dia seperti seseorang yang melakukan dosa besar. Disana, bukan hanya ada Alina, tapi juga ada Alvarez.
Alina datang, mendekati Aurel. "Kamu kemana aja sih?!" Tangan Alina terulur menarik telinga Aurel.
"A-aw tante!"
"Kamu kemana aja, hah?! Ngilang gitu di kira bagus?! Tante nyari kamu sampe ke rumah Zora! Tapi tante malah di usir."
"M-maaf tante, aduh, lepasin dulu dong. Sakittt." Ucap Aurel meringis. Baru juga bertemu setelah tiga tahun, ia malah mendapat jeweran dari Alina.
Alina melepaskan jeweran nya, lalu menatap galak Aurel, walau sebenarnya, ada sirat kerinduan di mata nya, "Kemana aja kamu?!"
"Maaf tan.."
"Tante ga nyuruh kamu minta maaf. Tante nanya, kemana aja kamu?"
Aurel diam tak merespon.
"Dia tinggal sama kakek nya, sama tante nya juga, tan." Rion yang menjawab. Aurel melirik Rion tajam.
"Oh.. Kamu milih tinggal sama mereka di banding sama tante?" Ujar Alina sedikit kecewa. Selama ini, ia khawatir dengan hidup gadis yang pernah ia asuh itu. Aurel adalah anak nakal, susah di atur, tapi ia juga orang yang baik, hati nya lembut. Alina takut, kalau sampai Aurel kenapa - napa, walaupun sebenarnya Aurel pasti bisa menjaga diri nya sendiri.
"Ga gitu tan.." Aurel melipat bibir nya ke dalam, "Lain kali, aku cerita deh. Kalau semua nya udah selesai."
Alina menghembuskan nafas nya, ia raih tangan Aurel, menarik Aurel ke pelukan nya. "Tante kangen kamu Aurel. Tante khawatir. Bukan cuma kamu, Alvarez, Renza, semua nya mikirin kamu, tau ga? Kamu bener - bener keterlaluan."
Aurel mengulum senyum nya, "Iya.. Maafin aku ya tan." Ujar nya pelan. Mata nya memandang pada Alvarez yang juga menatap nya. Tapi, tatapan nya datar. Beberapa detik melakukan kontak mata, Alvarez memilih mengalihkan pandangan nya duluan. Ia melangkahkan kaki nya pergi menuju kamar nya, begitu saja.
Alina melirik kepergian Alvarez, melepas pelukan Aurel, lalu menoyor dahi Aurel pelan, "Dia marah karena kamu pergi. Malah pake acara janji - janji mau nunggu segala."
"Tau kok.." Aurel hanya tersenyum tipis.
"Mau gimana lagi, ada misi kedua yang harus aku lakuin, biar dapet saham kayak dulu lagi, 70%." Ujar nya memainkan alis, terlihat bercanda. Alina hanya merotasikan mata nya memutar, "Dasar."
Drtt.. Drtt.. Drtt..
Ponsel Aurel berdering, panggilan dari kakek nya. "Bentar ya." Aurel mengangkat panggilan telfon itu dengan sedikit menjauh. Membicarakan pekerjaan juga beberapa urusan, Aurel mematikan ponsel nya.
Menatap kearah Alina yang juga menatap nya, "Aku harus balik." Terlihat ekspresi kecewa dari Alina, "Cepet banget."
"Ada urusan, tan.."
"Gamau ngobrol sama Alvarez dulu?" Tanya Alina.
Aurel menggelengkan kepala nya pelan, "Lain kali aja." Ia tersenyum tipis. Sebenarnya mau, namun melihat ekspresi datar Alvarez, ia jadi mengurungkan niat nya. Lagipula, dengan Alvarez yang sekarang, terasa berbeda. Canggung. Mungkin karena, Aurel juga merasa bersalah pada Alvarez dan Alvarez kesal pada Aurel.
Kepala nya menoleh ke belakang, lebih tepat nya ke Rion, "Ayo Yon, kita harus buru - buru."
"Sok sibuk kamu, siniin nomor kamu. Biar tante bisa hubungin kamu." Ujar Alina buru - buru.
Aurel terkekeh pelan, ia memberi Alina nomor handphone nya, lalu, Aurel dan Rion pun pamit, izin pergi.
...----------------...
"Kamu mau kan?" Tanya William.
Aurel menghembuskan nafas nya kasar, "Oke.. Berapa lama?"
"Paling seminggu."
"Yaudah. Berangkat nya besok kan?"
"Iya, kakek bakal siapin penerbangan kamu."
Aurel hanya mengangguk. Saat kembali dari apartemen Alina, Aurel langsung menemui kakek nya. William meminta Aurel untuk mengurus cabang perusahaan di Jepang selama beberapa waktu. Kata nya sih, cuma seminggu. Jadi lah Aurel menyetujui nya.
Sesuai arahan William, keesokan hari nya, ia langsung berangkat menuju Jepang dengan pesawat.
Tanpa Aurel dan William ketahui, ada seseorang yang tak menyukai perbuatan mereka. Merasa tak adil. Orang itu mengepalkan tangan nya erat, tersirat kebencian nya saat menatap punggung Aurel yang semakin menjauh, memasuki area bandara.
.
Beberapa hari berlalu, Aurel mengerjakan tugas nya dengan baik. Perusahaan cabang Jepang itu, kini semakin berkembang di tangan Aurel.
Sekarang ini, Aurel sedang fokus pada layar laptop nya. Sejam lalu, ia baru saja menyelesaikan rapat dengan perusahaan besar di Jepang. Keuntungan yang di raih hingga ratusan juta.
Drttt... Drttt... Drttt...
Dering ponsel mengalihkan perhatian Aurel yang sebelumnya terpaku pada laptop. Panggilan itu dari kakek nya.
^^^"Halo?"^^^
"Gimana uhukk! disana?"
^^^^^^"Baik - baik aja. Of course perusahaan kita masuk ke top 20 perusahaan terbesar sekarang." ^^^^^^
"Bagus - bagus, uhukk!"
Aurel sedikit mengernyit.
^^^"Tambah parah?"^^^
^^^"Udah minum obat?"^^^
"Udah, emang usia kakek udah tua. Wajar-Uhuk!"
"Kakekk! Di suruh istirahat malah nelfon - nelfon." Suara Theo dari sebrang sana terdengar.
"Theo, kakek cuma nelfon Aurel doang." Untuk beberapa saat Aurel terdiam.
^^^"Kayak nya tugas aku disini selesai. Boleh pulang?"^^^
"Boleh.. Memang itu tujuan kakek nelfon kamu. Cepet pulang ya."
^^^"Hmm... Besok aku pulang."^^^
"Iya.. Kakek tunggu kamu disini, uhukk!"
^^^"Istirahat."^^^
"Gausah khawatir."
^^^"Gada yang khawatir. Tante Zora noh khawatir. Ntar dia ngeluh mulu ngurusin kakek."^^^
William hanya tersenyum, "Yaudah, kakek matiin telfon nya."
Aurel hanya menjawab dengan deheman, setelah itu panggilan di matikan. Ia menatap layar ponsel nya dalam diam selama beberapa saat.
"Tunggu gue pulang ya kek." Gumam nya tanpa sadar.
"Hng?" Aurel tersadar, "Kenapa harus nunggu gue?" Tanya nya sendiri.
Ia menggelengkan kepala nya guna menepis pikiran tak penting yang ada di kepala nya. Tangan nya membuka aplikasi whatsapp, menekan kontak dengan nama 'Ezra'.
^^^ANDA:^^^
^^^"Beli tiket pesawat. Gue pulang besok."^^^
Meletakkan ponsel, lalu ia kembali memfokuskan diri pada layar laptop nya. Ia harus segera menyelesaikan pekerjaan nya disini, lalu bersiap - siap untuk pulang besok hari nya.
Di sisi lain.
Theo meletakkan ponsel ke atas meja, "Istirahat sana kek. Dokter bilang, kakek harus banyak istirahat."
"Iya - iya. Ini kakek juga istirahat uhukk!" William menarik selimut nya dan membaringkan tubuh nya pada kasur king size milik nya.
"Theo tinggal ya. Lampu nya mau di matiin ga?"
"Gausah."
"Oke." Theo melangkahkan kaki nya keluar kamar, lalu menutup kembali kamar. Meninggalkan William sendirian disana.
Dengan tatapan nanar, William menatap langit - langit kamar nya. Mata nya ia biarkan terbuka, sampai kantuk datang dengan sendiri nya, hingga membuat mata nya terpejam.
.
.
.
...•BERSAMBUNG•...
