NovelToon NovelToon
MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah dengan Musuhku / Cinta Terlarang / Murid Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Jessy Sadewo memiliki segalanya: kecantikan mematikan, kekayaan berlimpah, dan nama yang ditakuti di kampus. Tapi satu hal yang tak bisa dia beli: Rayyan Albar. Pria jenius berotak encer dan berwajah sempurna itu membencinya. Bagi Rayyan, Jessy hanyalah perempuan sombong.

Namun, penolakan Rayyan justru menjadi bahan bakar obsesi Jessy. Dia mengejarnya tanpa malu, menggunakan kekuasaan, uang, dan segala daya pesonanya.

My Forbidden Ex-Boyfriend adalah kisah tentang cinta yang lahir dari kebencian, gairah yang tumbuh di tengah luka, dan pengorbanan yang harus dibayar mahal. Sebuah roman panas antara dua dunia yang bertolak belakang, di mana sentuhan bisa menyakitkan, ciuman bisa menjadi racun, dan cinta yang terlarang mungkin adalah satu-satunya hal yang mampu menyembuhkan — atau justru menghancurkan — mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11

Pagi itu, sinar matahari menyinari koridor kampus Universitas Baratha dengan kejam, seolah menertawakan kekacauan di hati Jessy. Dia duduk di sebuah bangku taman, kedua lengannya terlipat rapat, menatap kosong ke arah lapangan basket di kejauhan. Suasana hatinya begitu muram hingga aura dinginnya membuat Nita dan Della yang duduk di sampingnya sedikit grogi.

"Kenapa? Gagal lagi PDKT sama Rayyan?" Della akhirnya memberanikan diri untuk memecahkan kebekuan, suaranya berisi tawa yang dipaksakan.

"Gagal?!" Jessy membalikkan wajahnya dengan cepat, matanya menyala-nyala. "Nggak lah! Siapa bilang gue gagal?"

"Jadi lo serius sama Rayyan?" tanya Nita, mencoba membaca ekspresi sahabatnya.

"Serius?" Jessy terkekeh dingin, mengalihkan pandangannya. "Lo gila? Gue serius sama cowok miskin? Dia cuma mainan, Nita. Cuma buat iseng aja."

"Yakin cuma mainan?" Nita menyindir, mengetahui betul pola Jessy. Biasanya, mainan tidak akan membuatnya semarah dan sesunyi ini.

Jessy langsung tersulut. "Ngapain lo mikirin urusan gue? Urus aja tuh cowok lo, si Andre!" hardiknya, mencoba mengalihkan topik.

"Gue udah putus tuh sama dia," balas Nita dengan nada datar, tak terpancing.

Jessy terkejut sejenak. "Tumben. Nggak denial kalo dikasih tau."

"Nggak. Berkat Rayyan sih," ujar Nita, lalu senyum licik muncul di bibirnya. "Jadi, kalo lo beneran nggak serius sama Rayyan, biar dia sama gue aja. Gue doyan tuh tipe yang pinter dan cool kayak dia."

Seketika itu juga, mata Jessy memerah. Api kecemburuan yang tak disadari menyala dengan dahsyat. "Jangan lo coba-coba deketin dia!" desisnya, suaranya rendah namun penuh ancaman.

Nita justru semakin menggoda. "Kayaknya nggak gue doang sih yang mau deketin," ujarnya, menunjuk ke arah lapangan basket. "Tuh, Rayyannya juga lagi asik ngobrol sama cewek lain."

Jessy menoleh. Dadanya serasa ditusuk pisau. Di tengah lapangan, di bawah sinar matahari pagi, Rayyan berdiri dengan santai. Dan di hadapannya, berdiri gadis yang sama yang pernah dia lihat mengobrol dengan Rayyan di lab sebelumnya. Mereka terlihat nyaman, berbicara dengan tenang. Rayyan bahkan sesekali mengangguk, ekspresinya yang biasanya dingin terlihat lebih rileks.

"Mesra ya..." ledek Della, menambahkan bensin ke dalam bara di hati Jessy.

Rasa panas—campuran dari amarah, cemburu, dan rasa kepemilikan yang tak masuk akal—membakar seluruh tubuhnya. Nafasnya memburu.

"Berani banget dia deket-deket sama cewek lain!" gumamnya dengan getir.

Tanpa pikir panjang, Jessy bangkit dari bangkunya. Langkahnya cepat dan penuh amarah, menghunjam di trotoar saat dia menuruni tangga menuju lapangan basket. High heels-nya berderak keras, mengumumkan kedatangannya.

Dia berhenti tepat di samping mereka, wajahnya merah padam.

"Hmm..." Jessy sengaja berdeham keras, memutuskan percakapan mereka.

Rayyan dan gadis itu serempak menoleh. Begitu melihat Jessy, wajah gadis itu langsung pucat. Siapa di kampus ini yang tidak mengenal Jessy Sadewo dan reputasinya?

"Aku nggak ganggu kan?!" suara Jessy keluar, dingin dan menusuk. Dia menatap Rayyan. "Kamu bisa ikut aku, kan."

Rayyan terdiam, matanya menyiratkan kelelahan dan sedikit jijik. Tapi sebelum dia sempat merespons, gadis itu sudah buru-buru mundur. "Uh... aku pamit dulu, Yan. Lain kali kita lanjutin," katanya dengan cepat sebelum nyaris berlari menjauh.

Setelah gadis itu pergi, Rayyan memandang Jessy. "Mau apa?" tanyanya, suaranya datar dan dingin seperti es.

"Aku ada tugas dari dosen statistik. Bantuin aku," ujar Jessy, mencari-cari alasan.

Rayyan menghela napas. "Ini bukan jam kerja aku."

"Tapi ini tugas kamu buat ngajarin aku!" bantah Jessy, mencoba menggunakan 'tanggung jawab'-nya sebagai senjata.

Rayyan menyeringai sinis. "Kenapa nggak pake AI aja kayak kemaren? Kan lebih gampang."

Jessy tersentak, rasa malu membara di pipinya. "Rayyan! Papi aku udah bayar kamu! Harusnya kamu bertanggung jawab!" teriaknya, suaranya mulai kehilangan kendali.

"Duitnya masih utuh di amplop, kalau kamu mau minta kembali!" balas Rayyan, suaranya tetap tenang namun tajam, membuat beberapa mahasiswa di sekitar mulai melirik dan berbisik.

"Aku nggak butuh duit itu! Aku mau kamu yang ajar aku!" seru Jessy, suaranya nyaris melengking, emosinya sudah di ujung tanduk.

Melihat kerumunan yang mulai terbentuk dan tatapan penuh hinaan yang ditujukan padanya, sebuah emosi lain yang lebih dalam—mungkin rasa malu, mungkin keinginan untuk menghindari skandal—memuncak dalam diri Rayyan. Dengan gerakan cepat dan tegas, dia meraih pergelangan tangan Jessy.

"Aduh!" Jessy terkesiap.

Tanpa sepatah kata, dengan wajah masih dingin namun kini berisi tekad bulat, Rayyan menarik Jessy pergi dari lapangan, menjauh dari kerumunan mata yang penasaran, menuju sebuah sudut yang lebih sepi. Pertempuran mereka yang semula publik, kini akan berpindah ke medan yang lebih pribadi.

---

Suara pintu kaca geser lobi kampus tertutup dengan keras, mengisolasi mereka dari dunia luar. Di balik dinding kaca yang tebal, ketegangan di koridor sepi itu terasa seperti bisa dirabakan.

"Kamu berani banget narik tangan aku!" seru Jessy, mengusap pergelangan tangannya yang masih terasa panas oleh cengkeraman Rayyan. Kulitnya yang putih memperlihatkan bekas merah. Matanya menyemburkan amarah yang tercampur rasa sakit hati yang dalam. "Kamu pikir kamu siapa?!"

Rayyan berbalik, menghadapinya sepenuhnya. Tubuhnya yang tinggi tampak lebih tegap, bayang-bayangnya jatuh menutupi Jessy di koridor yang terbatas itu. Tatapannya, yang biasanya dingin dan terukur, kini membara dengan kekecewaan dan kemarahan yang tertahan terlalu lama.

"Mau tau kamu siapa?!" suaranya rendah, namun setiap kata seperti pukulan palu godam yang menghunjam tepat di ego Jessy. "Cewek manja dan tukang bully! Itu siapa kamu!"

"Kamu!" geram Jessy, wajahnya memerah karena dilukai oleh kebenaran dalam kata-kata itu. Harga dirinya yang rapuh seakan diinjak-injak. "Jangan kamu pikir karena Papi aku nggak mau keluarin kamu dari kampus, terus kamu bisa seenaknya sama aku!" Ancaman itu keluar, tapi terdengar lemah dan putus asa, kehilangan kekuatannya di hadapan ketidaktertarikan mutlak Rayyan.

Rayyan mendekatkan wajahnya, hanya beberapa inci dari Jessy. Nafasnya hangat menyentuh kulitnya. "Aku. Nggak. Peduli!" ujarnya, menekankan setiap suku kata dengan jelas dan tajam sebelum berbalik dan melangkah pergi dengan langkah yang menentukan, meninggalkan Jessy sendirian di koridor yang tiba-tara terasa sangat luas dan menyiksa.

Jessy berdiri terpaku, memperhatikan punggung Rayyan yang menjauh. Dadanya naik turun oleh amarah dan rasa tertolak yang tak tertahankan. Air mata kemarahan membentuk sudut di matanya, tapi dia dengan cepat mengusapnya.

"Kalau dengan cara baik-baik lo nggak bisa gue miliki," gumamnya dalam hati, suara batinnya penuh dengan tekad yang gelap dan nekat, "kita pakai cara lain."

Dia menatap punggung Rayyan yang semakin mengecil, sebuah rencana baru mulai terbentuk di benaknya.

---

Beberapa jam kemudian, Rayyan kembali berdiri di depan gerbang besi rumah mewah keluarga Sadewo. Rasa enggan yang dalam mengiringi setiap langkahnya. Hari itu, suasana terasa lebih sunyi dari biasanya.

"Sepi banget, Pak," ujarnya pada Pak Asep yang membukakan gerbang, mencoba memecah keheningan yang canggung.

"Iya, Mas. Lagi pada pergi semua. Cuma tinggal Mbak Jessy di rumah," jawab satpam itu dengan ramah.

Seorang pembantu wanita bergegas mendekat begitu Rayyan masuk ke halaman. "Mas Rayyan, yang ngajar privat Mbak Jessy, kan ya?" tanyanya, suaranya berbisik.

Rayyan hanya mengangguk, perasaan waspada mulai menggelayuti dirinya.

"Kata Mbak Jessy, langsung ke paviliun belakang aja. Di sana, Mas," ujar pembantu itu dengan cepat sebelum berbalik dan pergi, seolah tidak ingin terlibat lebih jauh.

Dengan perasaan semakin mencurigai, Rayyan berjalan menyusuri jalan setapak menuju paviliun belakang. Suara sepatunya yang sederhana teredam oleh hamparan rumput hijau yang sempurna.

Begitu mendekati pintu kaca paviliun, telinganya menangkap suara yang tidak seharusnya ada di tempat belajar—suara riak air yang tenang dan berirama. Darahnya seolah membeku saat dia melihat ke arah kolam renang pribadi yang terletak di samping paviliun.

Di sana, di bawah sinar matahari sore yang keemasan, Jessy sedang berenang dengan gerakan yang anggun. Tubuhnya yang ramping dan seksi meliuk di air jernih, seperti putri duyung dalam dongeng. Baju renang dua potong yang dia kenakan—berwarna merah menyala—hanya menutupi bagian vital, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sempurna, dari pinggang yang ramping, pinggul yang menggairahkan, hingga belahan dada yang membuat siapa pun yang melihatnya terpana.

Rayyan tertegun. Hanya untuk sepersekian detik, matanya tertahan pada pemandangan yang begitu memabukkan itu. Namun, kesadaran langsung menghantamnya. Dengan gerakan kasar, dia memalingkan wajahnya, pipinya terasa panas. Dia bergegas menuju gazebo, menjatuhkan diri di kursi, dan dengan sengaja membelakangi kolam renang, memaksakan matanya untuk menatap layar laptopnya yang sudah usang. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena desire, tapi karena kemarahan. Dia tahu ini adalah sebuah jebakan.

Tak lama kemudian, dia mendengar langkah kaki basah mendekat. "Rayyan..." suara Jessy terdengar, lebih lembut dari biasanya, sengaja dibuat menggoda.

Rayyan memaksakan diri untuk tetap menatap laptop. Tapi dari sudut matanya, dia bisa melihat bayangan Jessy yang sekarang berdiri di hadapannya, masih mengenakan baju renangnya yang nyaris tak menutupi apa pun. Air menetes dari ujung rambutnya yang basah, meluncur di sepanjang lehernya yang jenjang, hingga ke…

Dia mengalihkan pandangannya dengan kasar ke layar laptop.

"Aku ganti baju dulu, ya," ujar Jessy, tapi tidak bergerak. Dia berdiri di sana, membiarkan Rayyan merasakan ketidaknyamanan yang mendalam.

Rayyan tetap membisu, jari-jemarinya mengepal di atas keyboard.

"Atau… mau aku tetap pake baju renang aja?" goda Jessy, suaranya manis namun penuh tantangan. Dia bahkan melangkah sedikit lebih dehat, membiarkan aroma chlorine dan parfumnya yang mahal bercampur menjadi racun yang memabukkan.

Itu adalah titik puncak bagi Rayyan. Dengan gerakan kasar, dia berdiri, kursinya terdorong ke belakang. Wajahnya yang tampan kini memancarkan amarah yang tak terbendung.

"Cepat ganti baju kamu, Jes!" serunya, suaranya rendah namun penuh dengan getaran kemarahan dan peringatan. Dia tidak menjawab godaannya, tidak memberinya kepuasan sedikit pun. Dia hanya menuntut agar permainan kotor ini diakhiri.

Pertempuran keinginan dan penolakan mencapai titik didihnya di paviliun mewah itu, di mana satu pihak menggunakan segalanya sebagai senjata, dan pihak lain berusaha mati-matian untuk tidak jatuh dalam jebakan.

1
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
gemes bgt sama Rayyan...kpn berjuang nya yaa...😄
IndahMulya
thor dikit banget, ga puas bacanya
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Rayyan berjuang dongggg
IndahMulya
gedeg banget sama ibunya rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Arsya mundur Alon Alon aja yaaa...udah tau kan Rayyan cinta nya sama Jessy...
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
mengsedih.begini yaa...
kudu di pites ini si ibu Maryam
Naura Salsabila
lemah amat si rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
kak..disini usia Rayyan brp THN ?Jessy nya brp THN ??aku udah follow IG nya siapa tau ada spill visual RayyannJessy🤭🤭😄
Nona Lebah: Rayyan itu saat ini udah 23 tahun dan jessy 20 tahun.
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
sabarr Rayyann....
Nona Lebah: Jangn lupa mampir di novelku lainnya ya kak. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
bagussss ayo dibaca...
IndahMulya
lanjut thor.. ceritamu ini emg bikin candu banget 😍
A Qu: ter rayyan rayyan pokoknya thor... ayo kejar cinta jessy
total 1 replies
IndahMulya
makanya rayyan jgn cuma tinggal diam aja, kalau msh syg tuh ayo kejar lagi jessynya, ga usah mikir yg lain, ingat kebahagiaanmu aja kedepan...
Nona Lebah: Hay kak. Bantu aku beri ulasan berbintang ⭐⭐⭐⭐⭐ yaa untuk novel ini. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
ayo rayyan.. semangattt
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊: semangat Rayyan
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
langsung kesini kak
Nona Lebah: Terimakasih kak. Bantu aku dengan beri ulasan berbintang ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ya kak untuk novel ini.
total 1 replies
IndahMulya
lanjut thor.. aku dari paijo pindah ke sini cuma buat nyari rayyan sama jessy
Nona Lebah: Makasih kak. Kamu the best 💪
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
akhirnya ketemu juga sama cerita ini...keren dan recommend
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!