Terjerat Pesona Tuan Muda

Melihat keributan itu, Ghea beranjak dari duduknya menghampiri meja Raymond.

"Beraninya keroyokan." Celetuk Ghea.

"Nah, muncul kan sayang, ceweknya. Mereka ini sama-sama miskin tapi belagu." Ucap Fiona dengan kesal.

"Ray, kaki cewek lo sendiri yang menjegal Brian. Gue lihat sendiri."

"Heh, mau dia ngapain, pasti lo bela. Kalian kan couple."

Ghea berkacak pinggang tanpa rasa takut. "Heh, lo pikir gue buta apa? Sekalipun ini bukan Brian, kalau dia nggak salah, tetap gue bela, Ray. Kalau lo nggak percaya, lihat aja cctvnya." Mendengar ucapan Ghea, mata Raymond tertuju pada cctv dan itu membuatnya kalah telak. Padahal itu memang rencananya dengan Fiona untuk mengerjai Brian.

"Lo sama cewek lo jangan jadi drama deh. Pantes banget kalian dapat peran antagonis. King dan Queen of drama."

"Jaga mulut lo, Ghe." Ucap Raymond seraya menarik kerah jaket Ghea. Namun, Brian buru-buru menahannya.

"Jangan jadi banci dengan menyerang cewek." Ucap Brian penuh dengan penekanan.

"Kalau lo pengen makan tenang, jangan buat ulah atau gue bakal permalukan lo dengan drama palsu lo ini," ancam Ghea tanpa ada rasa takut sedikitpun.

"Brengsek kalian! Awas aja." Raymond akhirnya duduk kembali dan berusaha tenang. Tidak mungkin ia mempermalukan dirinya sendiri dengan drama yang ia buat bersama Fiona.

"Kamu juga kembali, Ghe. Lanjutkan makanmu! Aku bereskan ini dulu."

"Iya." Ucap Ghea sambil mengangguk. Brian semakin merasa bersalah pada Ghea. Seharusnya dulu ia tidak langsung percaya pada Fiona. Karena ulahnya, Ghea dipecat tapi sekarang karena Ghea, ia tidak akan dipecat, bahkan Ghea menyelamatkannya dari tuduhan palsu Raymond.

Malam itu Raymond dan Fiona menelan kekalahan dan Raymond dibuat merugi dengan mentraktir semua pengunjung malam itu, termasuk makanan yang di makan oleh Ghea, Roni dan Lula. Apalagi saat mendengar suara sesumbar Raymond, Lula dan Roni memanfaatkan untuk mendapatkan makanan gratis dan enak.

Ghea, Brian, Lula dan Roni kini sedang mentertawakan kebodohan Raymond di kontrakan Brian. Ghea, Lula dan Roni sengaja menunggu Brian pulang. Dan setelah itu Brian mengajak mereka semua mampir ke kontrakannya.

"Sumpah, gue puas banget lihat wajah si Raymond." Ucap Roni dengan tawa lebarnya.

"Apalagi gue sama Roni tadi kesempatan banget pesan makanan yang enak, sekaligus minta dibungkus," sahut Lula dengan tawanya juga.

"Kalian berdua emang gila sih," sambung Ghea.

"Kesempatan, Ghe. Kapan lagi kita ngerjain si Raymond. Mana wajahnya kusut amat pas bayar tagihan. Sok-sokan dermawan sih," imbuh Roni.

"Aku ganti besok ya traktirannya. Soalnya hari ini Raymond mentraktir kalian semua." Ucap Brian sambil menyuguhkan tiga kaleng soft drink untuk ketiga tamunya.

"Hehehe ide bagus, Brian. Jadi dua hari berturut-turut kita makan gratis." Ucap Roni.

"Oh ya, Ghe, aku minta maaf." Kali ini Brian tampak serius.

"Minta maaf kenapa?" Ghea merasa heran.

"Mmmm kejadian yang menimpaku hari ini, mengingatkan aku pada kejadian dulu. Saat aku dan Fiona di cafe. Pasti saat itu Fiona menjegalmu juga kan?"

Ghea tersenyum, melihat Brian menyadari kesalahannya. "Padahal aku sudah lupa."

"Tapi aku masih ingat, Ghe. Aku merasa seperti dejavu. Aku tidak bisa bersikap sepertimu dan menurut saja pada Fiona. Aku bahkan membuatmu dipecat tanpa melakukan pembelaan apapun. "

"Santai aja, Brian. Dulu kan lo lagi bucin sama Fiona, iya kan? Jadi wajarlah kalau lo belain Fiona dan benci sama gue. Karena emang kita saling gedek dulu."

"Apapun itu, aku minta maaf. Bahkan aku bisa mendapatkan pekerjaan karena kamu juga. Sekarang aku juga sadar kalau teman yang tulus seperti kalian ini."

"Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya Brian sadar juga." Celetuk Roni sambil menengadahkan kedua tangannya.

"Aamiin... " Lula pun turut mengaminkan. Ghea tertawa kecil melihat tingkah kedua sahabatnya. Sementara Brian hanya menggaruk tengkuknya merasa malu.

"Dan aku juga minta maaf sama kalian juga ya. Aku harap, pertemanan kita bisa awet. Terima kasih kalian sudah menunjukkan apa itu ketulusan dalam berteman."

"Sama-sama, Pur. " Ucap Ghea dengan tawanya.

"Pur lagi, Pur lagi," protes Brian.

"Hahaha sorry, tapi nama itu keren." Seloroh Ghea.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Raymond dan Fiona tidak terima dengan sikap Brian dan Ghea yang mempermalukannya di depan umum semalam. Raymond meminta Derry dan David untuk mengempeskan ban motor Brian dan Ghea. Bukan sekedar mengempeskan tapi merobek ban motor keduanya.

Brian dan Ghea yang sudah sampai ditempat parkir, terkejut melihat ban motor mereka kempes.

"Ghe, kok bisa samaan kempesnya."

"Brian, ini bukan sekedar kempes. Ban motor kita robek. Ini pasti ulah Raymond. Sial!"

"Sudah, jangan marah! Kita tuntun saja dan bawa ke tukang tambal ban."

"Iya tapi ini ban luar dan ban dalam robeknya, Brian. Mereka keterlaluan banget, sumpah!"

"Marah tidak akan menyelesaikan masalah. Begini saja, kamu tuntun motorku dan aku tuntun motormu ya. Karena motormu ini pasti berat."

"Lo pikir gue lemah apa?"

"Eh, jangan tersinggung. Aku tahu kamu wonder woman tapi kalau di lihat orang posisi kita kebalik. Masa iya aku membiarkan seorang gadis menuntun motor besar. Jangan marah-marah mulu, Ghe. Sini, biar aku yang bawa."

Akhirnya mereka berdua harus menuntun sejauh 1 km untuk sampai di tempat tambal ban. Entah kenapa Brian justru sangat menikmati waktunya bersama Ghea. Gadis sederhana itu mampu mengubahnya.

"Aku beli minum dulu, di mini market seberang sana ya."

"Iya. Kebetulan haus."

"Oke." Brian dengan penuh semangat pergi ke mini market untuk membeli dua botol minuman dan dua bungkus roti isi coklat untuk mengganjal perut. Tak lama kemudian, Brian segera kembali.

"Ini rotinya juga."

"Lo beri roti juga?"

"Iya, untuk mengganjal perut karena ini pasti lama."

"Jadi, berapa total roti sama minumannya?"

"Yaelah, apa sih, Ghe? Gratis, Ghe."

"Nggak apa-apa kali, gue tahu keadaan lo kok."

"Tidak usah, kamu makan saja. Uangku masih cukup. Hanya roti dan minuman botol saja."

"Ya udah, thanks ya."

"Iya sama-sama." Sambil menunggu ban motor mereka diganti, mereka saling bercengkrama sambil tertawa. Melihat tawa lebar Ghea, semakin membuat jantung Brian berdebar kencang. Bahkan hanya dengan melihat tawa Ghea, Brian merasakan perasaan bahagia. Perasaan bahagia yang berbeda dari perasaan bahagia pada umumnya. Ia bahkan sulit mendeskripsikan perasaannya sendiri. Hanya saja, semakin lama bersama Ghea, semakin membuatnya bahagia. Gadis seksi dan menggoda, sepertinya tidak mempan lagi untuk Brian. Pandangan matanya kini hanya tertuju pada Ghea seorang.