NovelToon NovelToon
Hello, MR.Actor

Hello, MR.Actor

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Duda / Cinta pada Pandangan Pertama / Pengasuh
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Be___Mei

Sebuah insiden kecil membuat Yara, sang guru TK kehilangan pekerjaan, karena laporan Barra, sang aktor ternama yang menyekolahkan putrinya di taman kanak-kanak tempat Yara mengajar.

Setelah membuat gadis sederhana itu kehilangan pekerjaan, Barra dibuat pusing dengan permintaan Arum, sang putri yang mengidamkan Yara menjadi ibunya.

Arum yang pandai mengusik ketenangan Barra, berhasil membuat Yara dan Barra saling jatuh cinta. Namun, sebuah kontrak kerja mengharuskan Barra menyembunyikan status pernikahannya dengan Yara kelak, hal ini menyulut emosi Nyonya Sekar, sang nenek yang baru-baru ini menemukan keberadan Yara dan Latif sang paman.

Bagaimana cara Barra dalam menyakinkan Nyonya Sekar? Jika memang Yara dan Barra menikah, akankah Yara lolos dari incaran para pemburu berita?

Ikuti asam dan manis kisah mereka dalam novel ini. Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan like, komen juga saran yang membangun, ya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Be___Mei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hello, Mr. Actor Part 18

...-Jika cinta adalah menggenggam, bagaimana dengan melepaskan? Burung pipit akan mati jika terlalu erat digenggam-...

...***...

Ternyata, menahan cinta yang teramat dalam itu sangat sulit. Juga teringat akan adanya setan di antara dua insan manusia, Jefrey yang sudah bertekad untuk tak menggoda Yara, akhirnya berulah.

Bukan memamerkan tubuhnya yang memiliki roti kotak-kotak, pria ini meminta waktu sang gadis impian ketika pekerjaannya telah selesai.

Di beranda kamar nan luas itu, di bawah langit sore yang masih membiru, Jefrey mengungkapkan cintanya kepada Yara.

Mengenakan kerudung besar berwarna hitam, Yara sontak menarik ujung kerudungnya hingga menutupi wajah, seperti sedang mengenakan cadar.

"Bang Jef ... aku ngaku, bukan cuman kamu yang punya rasa suka di antara kita, aku pun sama. Tapi ... kalau benar-benar cinta, apa kamu tela berkorban?" tanya Yara penuh harapan. Riak cinta yang sejak lama ditekan akhirnya mengusik hati, terlebih pria menawan ini menawarkan jalinan kasih padanya.

Jefrey diam sejenak, dia mengerti kemana arah pertanyaan Yara.

Diamnya pria ini menjadi jawaban bagi Yara, keimanan seorang Jefrey sama teguhnya dengan keimanannya.

Seolah kehabisan kata-kata, dua insan manusia ini terperangkap dalam diam. Semilir angin sore terdengar nyaring, namun, tak satupun dari mereka yang berniat membuka obrolan lagi.

Waktu terus berlalu, perlahan menyadarkan Yara bahwa tak ada artinya berlama-lama di sini, toh, Jefrey masih memilih diam alih-alih menjawab tanyanya.

"Bang, kalau nggak ada yang mau diomongin lagi, aku pulang, ya," pamit Yara seraya berdiri.

"Sebentar, kamu bisa kasih aku waktu? Mungkin ada cara yang bisa bikin kita bersama."

Menarik napas berat, Yara berbalik hingga kini mereka berhadapan. "Maaf, Bang Jef. Aku dengan tegas menolakmu. Aku tau kamu umat yang taat pada Tuhanmu, dan aku nggak mau merebut umat yang taat ini dari Tuhannya."

Sebuah tamparan keras bagi Jefrey, bisa-bisanya dia berpikir untuk melawan ketentuan sang pencipta demi bisa bersama Yara.

Pria ini langsung lemas, rasa berdosa tiba-tiba menghantui dirinya.

"Anggap aja kita nggak pernah omongin hal ini, Bang. Aku pulang dulu." Membiarkan Jefrey merenungi jalan salah yang hampir dia ambil, dia segera pergi dari hadapannya.

Sungguh, Yara tak menduga hal seperti akan terjadi dalam hidupnya. Demi menenangkan hati yang masih berdebar hebat, ia menepikan motornya di tepi jalan. Ada sebuah kursi di atas trotoar dan dia mengambil duduk di sana.

"Astaghfirullah, ampuni hamba, ya Allah," lirih Ayara.

Demi keselamatan diri, akhirnya Yara memutuskan untuk berhenti bekerja di kediaman tuan Salvador, meski baru bekerja beberapa hari.

Setelah beberapa menit dia menghabiskan waktu di kursi itu, dering sang gawai menyita atensinya.

Panggilan dari Latif.

Yara membenarkan letak duduk, menjadi lebih tegak. "Ehem!" ujarnya sebelum menjawab panggilan itu "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Bundaaaaaa!" Tiada lain dan tiada bukan, ini adalah suara Arum, bocah yang selalu ceria jika bertemu dengannya.

"Arum. Apa kabar? Ada perlu apa menelepon Bunda?"

"Hengh!" Terdengar nada kekecewaan dari ujung telepon. "Bunda, memangnya harus ada perlu dulu baru bisa ngomong sama Bunda?"

Yara dibuat bingung karena ocehan gadis kecil ini, ia bicara seperti orang dewasa.

"Nggak gitu maksud Bunda. Gimana kabar kamu, baik?" Yara mengulangi pertanyaannya.

"Alhamdulillah baik. Tapi Ayah nggak baik."

"Arum ..." Terdengar suara Barra di samping sang putri.

"Syut! Ayah diam dulu. Bunda bisa takut denger suara Ayah. Kan Ayah sudah bikin Bunda nggak bisa ke sekolah lagi."

Barra melengos. Perasaan waktu mengidam, mendiang istrinya tak cerewet, tak minta makanan yang aneh-aneh juga. Kenapa putri mereka cerewet sekali!

"Arum, nggak baik ngomong begitu sama ayah. Lagipula, Bunda nggak takut, kok, sama Ayah kamu," tutur Yara pada Arum. Dia juga menasehati si kecil ini agar lebih sopan dalam bersikap pada Barra.

Arum memanyunkan bibir, namun, tak menyanggah sedikitpun nasihat Ayara.

"Dengar, Ayah. Bunda baik, 'kan?"

"Terserah," sahut Barra

Menatap sang ayah dengan sepasang mata memicing, Arum kemudian kembali bicara pada Yara. "Beneran Bunda nggak takut sama ayah?"

Yara membenarkan pertanyaan itu.

"Kalau gitu Bunda mau kerja jadi suster Arum, nggak?"

"Hah?" Yara terperangah, mendadak sekali tawaran kerja ini.

"Kata Tante Jingga, Arum harus punya suster yang bisa merawat Arum. Soalnya Ayah sibuk terus. Setelah Arum ngasih tau Ayah, akhirnya Ayah setuju kalau Bunda Yara aja yang jadi suster Arum." Panjang lebar gadis kecil ini bicara, sedangkan Barra mendengarkan dengan bibir tersenyum kecil. Mendengar ocehan putrinya yang seperti orang dewasa, membuat hati Barra terasa geli.

"Maaf, sayang. Bunda pikirin dulu, ya."

"Bunda --- nggak mau, ya, jadi suster Arum?" Nadanya lemah sekali, Yara dapat merasakan kesedihan dari nada bicara gadis ini.

"Enggak, kok. Gini deh, Bunda boleh ngomong sama Ayahnya?"

Barra langsung mengambil ponselnya di tangan Arum, membuat gadis kecil itu memberengut.

"Ayah nggak sopan," lirih Arum.

"Kita ketemuan aja, omongin hal ini secara langsung." Berbeda dengan wajah yang semula masam, Barra sekarang terlihat lebih ceria.

"Baik, pak Barra."

"Nanti aku kasih kabar," ujar Barra lagi.

"Ya," sahut Ayara singkat.

Tak berapa lama ponsel itu diambil alih Arum kembali. Barra mengusap wajahnya kasar, ck! Dia tak menyangka pertengkaran sering terjadi di antara dirinya dan sang putri.

Setelah mengobrol banyak dengan Arum, kini panggilan itu berakhir. Yara memasukan ponsel ke dalam tas dan memandangi jalanan. Baru saja dia terpikir untuk berhenti bekerja, sudah ada tawaran pekerjaan untuknya. Sungguh maha suci Allah dengan segala kebaikannya.

Sedang asik menikmati waktu sendiri, tiba-tiba sebuah nomor tak dikenal menghubungi gadis ini. Sempat mengabaikan panggilan dari nomor itu, pada panggilan kedua dari nomor yang sama, akhirnya Yara menerima.

"Ngapain sendirian di situ? Entar diculik terus dikirim ke luar negeri, lho."

Seketika kening Yara berkerut, gadis ini memeriksa sekitar demi memastikan apakah ada seseorang yang sedang mengawasi dirinya.

"Ka --- amu siapa?" Memberanikan diri, Yara berdiri hendak meninggalkan tempat itu.

"No! Jangan kabur. Aku nggak gigit, kok!"

Yara mendapati seorang pria keluar dari sebuah mobil mewah di seberang jalan. Tinggi, memakai setelan jas, rambut hitam legam juga berwajah tampan.

Glek!

Yara kesulitan menelan ludah.

Pria itu tersenyum lebar, menampilkan barisan gigi putihnya di depan Ayara. Karena bertubuh kecil, Yara mendongak demi menelisik wajah pria tersebut.

"Wajahnya ngga asing, tapi siapa dia?"

Sedikit berjongkok, pria ini mendekati wajah Yara, kali ini dengan senyuman tipis.

"Hallo, lama nggak ketemu. Gimana kabar kamu?"

"Ini dosa! Ini dosa!" pekik hati Yara. Tapi dia sangat penasaran dengan pria ini. Kenapa dia tau siapa namanya? Juga, lama tak bertemu?

Sepasang bola mata indah itu menelisik wajah sang pria dengan berani, demi menemukan jawaban atas tanya sang hati.

Dia menemukan sebuah tanda, di sebalik rambut hitam legam sang pria yang tersisir ke depan, menutup keningnya.

Lekas Yara mengambil pulpen dari saku tasnya, dan menyingkap rambut pria itu untuk melihat lebih jelas tanda atau bekas luka di kening sang pria.

"Sha ... fi?"

Pria itu terkekeh, dia merentangkan kedua tangan pada Yara, berharap pelaku atas luka di keningnya masuk ke dalam pelukan.

...To be continued ......

...Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa like, komen dan kasih saran yang membangun, ya....

1
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Mau loncat aku! tapi langsung inget, abis makan bakso!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Excellent!
Kamu seorang laki-laki ... maka bertempurlah sehancur-hancurnya!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Kalo cinta dimulai dari menghina, ke depannya kamu yang akan paling gak bisa tahan.
Drezzlle
udah di depan mata, tinggal comot bawa pulang
Drezzlle
ya ampun, kamu kok bisa sampai ceroboh Yara
Drezzlle
betul, kamu harus tegas
Drezzlle
tapi kamu masih di kelilingi dengan teman yang baik Yara
Drezzlle
nggak butuh maaf, bayar hutang
ZasNov
Asyiiikk.. Dateng lagi malaikat penolong yg lain.. 🥰
ZasNov
Kak, ada typo nama nih..
Be___Mei: Huhuhu, pemeran yang sebenernya nggak mau ditinggalkan 🤣 Gibran ngotot menapakan diri di part ini
total 1 replies
ZasNov
Ah inget tingkah Jena.. 🤭
Be___Mei: kwkwkwk perempuan angst yang sadis itu yaaaa
total 1 replies
ZasNov
Gercep nih Gavin, lgsg nyari tau siapa Jefrey..
Yakin tuh ga panas Barra 😄
Be___Mei: Nggak sih, gosong dikit doang 🤣🤣
total 1 replies
ZasNov
Modus deh, ngomong gt. biar ga dikira lg pedekate 😄
ZasNov
Akhirnya, bisa keren jg kamu Latif.. 😆
Gitu dong, lindungin Yara..
Be___Mei: Kwkwkw abis kuliah subuh, otaknya rada bener dikit
total 1 replies
ZasNov
Nah, dewa penolong datang.. Ga apa2 deh, itung2 Latif nebus seuprit kesalahan (dari ribuan dosa) dia sama Yara.. 😄
Mega
Lakok isa baru sadar to, Neng Yara. kikikikikikik
Be___Mei: 🤣🤣😉 iso dong
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Piala bergilir apa pria bergilir?
Be___Mei: Piala mak
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Rada ngebleng nih.
Masa iya Yara bener mamanya Arum
Be___Mei: Biar ringkes aja pulangnya si emaknya Arum 😭 🙏🤭
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Masa?

kenapa harus angin duduk, Mak?
total 3 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Cihh pendendam banget
Be___Mei: Biasa mak, penyakit orang ganteng 🤣🤣
total 1 replies
Mega
Ya Allah ISO AE akal e
Mega: Aku punya pestisida di rumah 😏 boleh nih dicampur ke kopinya.
Be___Mei: Beban banget kan manusia itu
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!