Niat hati hanya ingin mengerjai Julian, namun Alexa malah terjebak dalam permainannya sendiri. Kesal karena skripsinya tak kunjung di ACC, Alexa nekat menaruh obat pencahar ke dalam minuman pria itu. Siapa sangka obat pencahar itu malah memberikan reaksi berbeda tak seperti yang Alexa harapkan. Karena ulahnya sendiri, Alexa harus terjebak dalam satu malam panas bersama Julian. Lalu bagaimanakah reaksi Alexa selanjutnya ketika sebuah lamaran datang kepadanya sebagai bentuk tanggung jawab dari Julian.
“Menikahlah denganku kalau kamu merasa dirugikan. Aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku.”
“Saya lebih baik rugi daripada harus menikah dengan Bapak.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Gugurkan Kandunganmu
Gugurkan Kandunganmu
Untuk meredam kegaduhan yang sudah terjadi akibat kabar yang sudah terlanjur beredar itu, Julian telah lebih dulu mengantisipasi dengan mengambil keputusan mengundurkan diri sebagai dosen Universitas Pelita Bangsa. Ia tahu hal ini sudah menjadi resiko atas perbuatan yang sudah ia lakukan.
Namun, yang menjadi tanda tanya di dalam kepalanya adalah siapa gerangan yang sudah menyebarkan berita itu. Selain ia dan Alexa sendiri, siapa lagi orang lain yang mengetahui apa yang terjadi diantara dirinya dan Alexa.
“Maaf, Pak Julian. Saya sebetulnya masih menginginkan Pak Julian mengajar di kampus ini. Akan tetapi, saya juga tidak bisa mengabaikan kabar yang sudah beredar,” kata Sanusi, rektor Universitas Pelita Bangsa saat meminta klarifikasi dari Julian terkait kebenaran berita itu.
“Saya akan menyelidiki dulu benar atau tidaknya kabar itu. Saya tidak ingin salah mengambil keputusan. Pak Julian akan saya berhentikan sementara dulu sebelum ada bukti. Saya hanya meminta agar Pak Julian bersabar sebentar,” imbuh Sanusi mencoba mencari solusi lain yang bisa diambil selain pemberhentian secara tidak hormat.
“Tidak perlu, Pak. Pak Sanusi tidak perlu repot-repot mencari bukti kebenaran berita itu. Kalaupun benar saya menghamili mahasiswi, saya siap bertanggung jawab. Keputusan saya sudah bulat untuk mengundurkan diri,” kata Julian.
“Pak Julian yakin? Tolong pertimbangkan tawaran yang saya berikan ini. Pak Julian adalah salah satu dosen yang berkompeten di kampus ini. Sangat disayangkan sekali kalau Pak Julian berhenti. Kampus akan kehilangan dosen terbaik seperti Pak Julian.”
“Saya sangat yakin, Pak.” Keputusan Julian sudah bulat. Ia ingin mengakhiri kegaduhan itu sebelum nama Alexa mencuat ke permukaan. Sebab mana mungkin mereka tidak akan mencaritahu siapa mahasiswi yang dihamilinya itu. Sebelum hal itu terjadi, ia sudah mengantisipasinya lebih dulu.
Ada banyak pasang mata yang melihat ke arah Julian dengan pandangan cemooh saat ia berjalan keluar dari ruangannya. Tak sedikit pula suara-suara sumbang yang terdengar, mempertanyakan moral sang dosen.
Namun Julian menutup telinga pada suara-suara sumbang itu. Ia sadar ini merupakan buah dari kesalahannya.
***
Sementara di lain tempat, Alexa dibuat tak tenang sepulangnya dari rumah sakit. Sampai siang ini ia belum memberitahu apapun pada kedua orangtuanya. Baik tentang kehamilannya maupun tentang lamaran langsung keluarga Julian.
Ia masih betah mengurung diri dalam kamarnya. Sebab ia tidak mempunyai keberanian menghadapi kedua orangtuanya.
Ia tengah mondar-mandir, berpikir keras mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang menimpanya, saat kemudian ponselnya berdering.
“Halo, May. Sorry ya kemarin aku tidak jadi datang ke rumahmu,” sambutnya begitu membuka ponsel.
“Al, kamu sudah dengar kabar yang lagi rame di grup kampus belum?” Maya malah bertanya dari seberang.
“Kabar apa memangnya?”
“Tentang Pak Julian.”
Jantung Alexa berdegup kencang seketika. Maya belum memberitahu kabar tentang apa gerangan, tetapi hatinya mendadak dirundung kecemasan yang sangat.
“P-Pak Julian kenapa, May?” tanyanya memberanikan diri. Tangannya sudah gemetaran dan berkeringat dingin, berharap kabar itu tidak seperti dugaannya.
“Beneran kamu belum tahu, Al? Heboh loh. Lagi rame di grup. Coba deh kamu lihat sendiri.”
“Aku sudah log out dari grup sejak lulus. Beneran aku tidak tahu, May. Memangnya Pak Julian kenapa sih?”
“Pak Julian sudah dikeluarkan dari kampus. Kabarnya dia menghamili salah satu mahasiswi di kampus kita.”
Hampir saja ponsel di tangan Alexa terlepas. Kabar itu teramat mengejutkannya sampai membuat semua persendiannya terasa lemas. Ia hampir saja kehilangan keseimbangan andai ia tak cepat menguasai diri. Ia lantas menghempaskan pantat di atas tempat tidur demi menopang tubuhnya yang hampir rubuh.
Pikirannya pun langsung menerka siapa dalang dibalik tersebarnya kabar tersebut. Selain dirinya sendiri, Julian, dan Robin, tidak ada orang lain lagi yang tahu tentang kehamilannya. Maya saja belum sempat ia beritahu tentang hal itu. Sebab rencananya ia baru akan meminta bantuan Maya untuk mempertemukan ia dengan ibunya Maya yang seorang dokter kandungan.
“Ka-kamu serius, May?”
“Serius, Al. Aku tidak menyangka Pak Julian ternyata seperti itu orangnya.”
“Terus kamu tahu siapa perempuan itu?”
“Belum tahu. Tapi katanya perempuan itu berinisial A.”
Alexa lebih terkejut lagi mendengar inisial namanya disebut. Apakah jangan-jangan orang-orang juga sudah tahu kalau perempuan yang dihamili Julian itu adalah dirinya?
Kabar yang membuat jantung Alexa hampir copot itu yang kini membawa langkahnya menemui seseorang yang juga tahu dengan keadaannya.
“Al, gimana keadaan kamu?” tanya Robin saat menemui Alexa di depan pagar rumahnya.
Alexa mendatangi rumah Robin, kemudian menghubunginya begitu di depan rumah.
“Aku tidak ingin berbasa-basi lagi. Langsung saja, ada yang ingin aku tanyakan sama kamu.”
“Ya sudah, masuk yuk. Kita ngobrol di dalam saja.” Robin meraih tangan Alexa, hendak mengajaknya masuk.
“Tidak perlu. Di sini saja.” Bukannya Alexa tidak menghargai Robin, ataupun merasa minder karena kediaman Robin yang berbeda jauh dengan rumahnya. Perbedaan itu terlihat sangat jelas bak langit dan bumi. Seperti sebuah istana yang disandingkan dengan gubuk tua.
“Aku cuma mau tanya, apa benar kamu yang menyebar berita di grup kampus?” tanyanya kemudian setelah menarik tangannya dari genggaman Robin.
Robin menghela napas. Pertanyaan Alexa itu sudah jelas tentang siapa. Memang benar ia yang menyebar berita tentang Julian di grup kampus sekolah, tetapi hal itu ia lakukan melalui tangan Ucok.
“Jadi kamu jauh-jauh datang ke sini hanya untuk itu?” tanya Robin.
“Jawab saja. Selain kamu tidak ada lagi yang tahu tentang keadaanku.”
“Aku melakukan ini untuk kamu, Al.”
“Kamu tahu tidak, gara-gara berita itu Pak Julian kehilangan pekerjaannya. Dia punya orangtua yang sedang sakit.” Alexa menjadi marah mengingat Julian yang kehilangan pekerjaannya karena berita itu. Ia menyangka Julian adalah tulang punggung keluarganya, yang harus membiayai pengobatan ayahnya di rumah sakit. Jika Julian kehilangan pekerjaan, lalu bagaimana dengan nasib ayah Julian sekarang?
“Bukannya itu bagus? Kamu juga tidak suka dengan laki-laki itu kan? Dulu kamu kebelet sekali ingin memberi pelajaran pada laki-laki itu. Anggap saja ini keberuntungan buat kamu dan karma buat dia karena sudah berbuat tidak pantas sama kamu.”
“Itu dulu, Bin. Kekesalanku pada Pak Julian sudah berlalu. Sudah selesai. Sekarang aku sudah melupakan semua itu.”
“Oke, hal itu memang sudah berlalu. Kamu juga sudah lulus dengan nilai terbaik bukan. Terus gimana dengan perbuatannya sama kamu? Apa dia mau bertanggung jawab?”
“Iya. Dia mau bertanggung jawab kok.”
“Apa? Dia mau bertanggung jawab? Tanggung jawab yang bagaimana maksud kamu?” Robin sedikit terkejut. Berharap tanggung jawab yang dimaksud Alexa itu tidak seperti yang ia pikirkan.
“Yang gimana lagi. Tidak perlu aku perjelas kamu pasti sudah paham.”
“Menikah?” tebak Robin.
Alexa hanya menghela napas, kemudian memalingkan wajahnya sejenak.
Diamnya Alexa itu menghadirkan kerutan dalam di dahi Robin. Dugaannya ternyata tidak meleset. Membuat amarah menelusup cepat ke dalam dadanya.
“Kamu serius, Al, mau menikah dengan Pak Julian?” tanya Robin yang mulai terbakar cemburu. Tak disangka Alexa mengangguk sebagai jawabannya.
“Terus gimana denganku? Bertahun-tahun aku menunggumu, Al. Aku bahkan rela kamu tolak berkali-kali hanya demi menunggu sampai kamu lulus,” protes Robin tak terima.
“Tapi aku tidak pernah bilang kalau aku mau menikah dengan kamu kan?”
“Iya, memang. Tapi setidaknya hargailah kesetiannku ini. Aku setia menunggu kamu selama ini. Tapi ini balasannya buat aku?”
“Jangan lupa gimana keadaanku sekarang, Bin. Anak ini butuh seorang ayah.” Sembari memegangi perutnya.
“Kalau begitu gugurkan saja Kandunganmu. Dengan begitu kamu tidak perlu menikah dengannya. Aku bisa bantu kamu. Baik dokternya juga biayanya.”
To Be Continued ...
Maaf baru bisa nongol lagi. Kemarin aku lagi mendampingi nona kecilku ikut kegiatan Kemerdekaan RI. Kebetulan dia mewakili sekolahnya untuk lomba Permainan Ular Tangga. Alhamdulillah dia yang jadi juaranya 😊
Thank you ya buat teman² yang masih mampir di cerita recehku ini🙏🏻😘 Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat walafiat dan diberikan rejeki yang berlimpah🤲🏻
nanti setelah nikah
kamu jerat dia dengan perhatian tulusmu
Maka cinta Akan melekat dalam hati alexa
jangan lupa
sering Bawa ke panti asuhan
melihat bagaimana kehidupan kecil tanpa ibu /ayah
akhirnya menerima pernikahan
kamu gak tau alexa, klo pak Julian anak tunggal perusahaan yg kau incar ditempat lamaranmu kerja
selamat buat nona kecil/Rose//Rose//Rose/
kaget gak tuh Al