NovelToon NovelToon
Kitab Dewa Naga

Kitab Dewa Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Romansa Fantasi / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Akademi Sihir / Ahli Bela Diri Kuno / Ilmu Kanuragan
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mazhivers

Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 30

Hutan di Pulau Seribu Naga terasa sangat berbeda dari hutan yang mereka lalui sebelumnya.

Udara di sini lebih lembap dan pengap, dipenuhi dengan aroma bunga-bunga aneh yang belum pernah mereka cium.

Pepohonan tumbuh sangat rapat, dengan liana dan tumbuhan merambat yang menjuntai dari dahan-dahannya, menciptakan lorong-lorong alami yang gelap dan sempit. Suara-suara binatang buas yang tidak dikenal terdengar sayup-sayup dari kejauhan, menambah kesan misterius dan berbahaya di pulau itu.

Kakek Badra kembali memimpin jalan, dengan hati-hati membuka jalan di antara rimbunnya tumbuhan. Raka mengikuti di belakangnya, sesekali melihat peta yang terbayang di benaknya dari Kitab Dewa Naga.

Simbol perisai tampak berada di puncak gunung yang menjulang tinggi di tengah pulau, namun jalan menuju ke sana tidaklah jelas.

Saat mereka menyusuri hutan, mereka melihat berbagai macam makhluk aneh yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Kera-kera kecil dengan bulu berwarna cerah bergelantungan di dahan-dahan pohon, dan kadal-kadal besar dengan kulit bersisik tebal merayap di antara akar-akar pohon.

Beberapa kali, mereka mendengar suara desisan ular yang sangat besar, membuat mereka berhati-hati saat melangkah.

Tiba-tiba, saat mereka melewati sebuah area yang dipenuhi dengan pohon-pohon bambu raksasa, mereka mendengar suara gemerisik yang keras di antara bambu-bambu itu.

Sesaat kemudian, seekor ular besar dengan panjang yang luar biasa dan sisik berwarna hijau zamrud melilit salah satu pohon bambu. Matanya yang kuning menyala menatap mereka dengan dingin.

"Ular Naga Zamrud!" bisik Sinta dengan nada takut.

"Kakekku pernah bercerita tentang ular ini. Konon, ia adalah penjaga hutan di pulau ini."

Ular itu mengeluarkan desisan yang mengancam dan mulai bergerak turun dari pohon bambu. Raka dengan cepat menghunus Pedang Sinar Naga, bersiap untuk bertarung.

Cahaya putih kebiruan pedang itu tampak menenangkan di tengah ketegangan yang mencekam.

"Jangan menyerangnya!" seru Kakek Badra.

"Ingatlah kata-kata di kitab tentang harmoni alam. Mungkin ular ini hanya merasa terancam dengan kehadiran kita. Coba tunjukkan bahwa kita tidak bermaksud jahat."

Raka menurunkan pedangnya sedikit, meskipun tetap waspada. Ia menatap mata ular naga itu dengan tenang, mencoba mengirimkan pesan damai.

Maya dan Sinta berdiri di belakangnya, tegang namun berusaha untuk tidak bergerak.

Ular naga zamrud itu terus menatap mereka untuk beberapa saat, lidahnya yang bercabang menjulur keluar masuk.

Kemudian, secara perlahan, ia mengalihkan pandangannya dan kembali melilit pohon bambu, seolah-olah mengizinkan mereka untuk lewat.

Mereka bertiga menghela napas lega dan melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, melewati pohon bambu tempat ular naga itu beristirahat.

Mereka menyadari bahwa Pulau Seribu Naga memang dipenuhi dengan makhluk-makhluk kuat yang menjaga keseimbangan alam, dan mereka harus menghormati hal itu jika ingin berhasil mendapatkan Perisai Naga Perkasa.

Setelah berjalan cukup jauh ke dalam hutan, Raka kembali melihat peta di benaknya. Simbol perisai tampak semakin dekat. Mereka mulai mendaki lereng gunung yang terjal, berharap bisa segera mencapai puncak tempat artefak suci itu berada.

Saat mereka mendaki lereng gunung yang semakin terjal, Maya bertanya kepada Kakek Badra, "Kakek, kenapa pulau ini disebut Pulau Seribu Naga? Apa ada banyak naga di sini dulunya?"

Kakek Badra menghela napas pelan. "Begitulah legenda yang beredar, Nak Maya. Konon, pulau ini dulunya adalah tempat peristirahatan bagi para naga air. Mereka datang ke sini untuk bertelur dan membesarkan anak-anak mereka. Tapi seiring berjalannya waktu, jumlah mereka semakin berkurang, dan kini jarang sekali ada yang melihat naga di pulau ini."

"Mungkin Ular Naga Zamrud tadi adalah salah satu keturunan mereka," timpal Sinta. "Ia tampak sangat tua dan bijaksana."

Raka, yang sedang memperhatikan peta di benaknya, menyahut,

"Menurut peta ini, kita harus melewati sebuah air terjun besar sebelum mencapai puncak gunung.

Simbol perisai ada tepat di belakang air terjun itu."

"Air terjun?" Maya mengerutkan kening.

"Apakah akan sulit untuk melewatinya?"

"Kita harus berhati-hati," jawab Kakek Badra.

"Air terjun seringkali dijaga oleh makhluk-makhluk air yang kuat. Tapi jangan khawatir, kita akan menghadapinya bersama-sama."

Mereka terus mendaki, dan tak lama kemudian mereka mendengar suara gemuruh air yang semakin keras. Mereka tiba di sebuah lembah yang luas, dan di ujung lembah itu terlihat air terjun yang sangat tinggi, airnya jatuh dengan deras ke dalam kolam yang berkilauan di bawahnya.

Pemandangan itu sangat indah dan menakjubkan.

"Wow…" bisik Maya kagum. "Ini luar biasa!"

"Tapi bagaimana kita bisa melewati air terjun sebesar itu?" tanya Sinta, melihat ke atas dengan cemas.

Raka kembali melihat peta di benaknya. "Menurut peta, ada jalan setapak kecil yang tersembunyi di balik tirai air. Kita harus mencarinya."

Mereka berjalan mendekati air terjun, suara gemuruh air semakin memekakkan telinga. Kakek Badra dengan teliti memeriksa dinding batu di sekitar air terjun, mencari tanda-tanda jalan setapak tersembunyi.

"Di sana!" seru Kakek Badra tiba-tiba, menunjuk ke sebuah celah di balik tirai air yang tampak tidak terlalu deras. "Sepertinya ada jalan masuk di sana."

Mereka dengan hati-hati berjalan menuju celah itu. Air dingin menyembur mengenai mereka, membuat pakaian mereka basah. Saat mereka berhasil melewati tirai air, mereka mendapati diri mereka berada di dalam sebuah gua yang cukup besar, tersembunyi di balik air terjun.

"Kita berhasil!" seru Maya lega.

Di dalam gua, mereka melihat sebuah altar batu yang lebih kecil dari yang mereka lihat di puncak Gunung Agung. Di atas altar itu, bersinar sebuah perisai yang terbuat dari sisik naga yang sangat besar.

Perisai itu memancarkan cahaya keemasan yang hangat dan tampak sangat kuat dan kokoh. Itulah Perisai Naga Perkasa.

"Itu dia!" bisik Raka kagum, berjalan mendekati altar.

Saat Raka hendak meraih perisai itu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat keras di dalam gua. Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat, dan dari dalam kegelapan muncul dua sosok makhluk berkaki tiga yang sama dengan yang mereka temui sebelumnya.

Mata mereka menyala merah, menatap mereka dengan penuh kemarahan.

"Sepertinya pulau ini memang dijaga," kata Sinta dengan nada khawatir, menghunus pedang kecilnya.

"Kita harus bertarung!" seru Raka, menghunus Pedang Sinar Naga. "Kita sudah terlalu jauh untuk menyerah sekarang!"

Pertempuran sengit pun terjadi di dalam gua di balik air terjun. Raka dengan Pedang Sinar Naganya berhadapan dengan salah satu makhluk itu, sementara Maya dan Sinta bersama Kakek Badra melawan yang lainnya. Mereka harus bekerja sama dan menggunakan semua kemampuan mereka jika ingin selamat dan mendapatkan Perisai Naga Perkasa.

1
anggita
like👍iklan👆. terus berkarya tulis. moga novelnya lancar.
anggita
saran sja Thor🙏, kalau tulisan dalam satu paragraf/ alinea jangan terlalu banyak, nanti kesannya numpuk/penuh. sebaiknya jdikan dua saja.
إندر فرتما
moga bagus ini alur cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!