Istri Amnesia Ustaz Azzam

Hayyah memandangi wajah ustaz tampan yang sedang terlelap di sofa padahal ia keluar dari kamar bertemu papanya hanya beberapa menit. Ia mendekati, mengamati garis rahang dan hidung Azzam yang terlihat sangat indah. Menunduk menikmati ciptaan tuhan yang hampir sempurna baik dari segi ketampanan dan akhlak.

Hayyah sampai bertanya-tanya apa kekurangan dari ustaz Azzam. Selama ia mengenal pria itu tak satu pun ia menemukan kekurangan atas Azzam. Mereka tak pernah bertegur sapa sebelumnya, ia hanya menganggumi dalam diam dan berani melamar kala hatinya memantapkan untuk menikah. Ia pun telah menyerah lantaran tak mendapatkan balasan apapun sehingga menerima perjodohan yang di atur papanya.

Calon suaminya bernama Adam, seorang manager di sebuah Cafe. Pria itu tidak kalah tampan dari Azzam tetapi sampai hari pernikahan pun tiba, hati Hayyah terus mencari sosok Azzam dan tak rela harus menjadi milik orang lain.

"Sungguh indah ciptaaanmu ya Allah. Lebih indahnya lagi aku bisa memilikinya," gumam Hayyah yang memutuskan percaya pada Azzam berkat pencerahan papanya. Terlebih sang papa sudah mengatur pernikahan ulang mereka.

Hayyah berdiri dari duduknya dan hendak menjauh, tetapi urung karena tangannya di tarik oleh pria yang sejak tadi ia perhatikan. Ia pun menoleh dan mendapati Azzam menutup mata.

"Irama jantungku terdengar indah saat kamu menatapku seperti itu," lirih Azzam.

"Ma-mas Azzam tidak tidur?" Hayyah sedikit terkejut. Terlebih tadi ia sempat mengucapkan beberapa kata. Ah rasanya ia malu ketahuan memuji.

"Awalnya aku terlelap, tetapi karena aroma tubuhmu aku terbangun."

"Maaf menganggu, mas Azzam lanjut tidur saja. Tapi pindah ke tempat tidur."

"Memangnya di izinkan?"

Hayyah mengangguk ragu. "Mas Azzam mengatakan kita sudah menikah. Jika itu benar jangankan tempat tidur, tubuhku pun sekarang milik Mas." Menunduk perlahan.

"Aku akan tidur di ranjang sampai kamu berhasil mengingat semuanya atau kita sudah menikah lagi. Aku tidak mau ada keraguan di hatimu Hayyah."

"Terimakasih Mas."

Hayyah berlalu menuju lemari, mengeluarkan selimut tebal dari sana. Menutupi tubuh Azzam yang masih berbaring di sofa. "Nanti mas kedinginan."

"Terimakasih Sayang."

....

Ingatan masa lalu yang telah kembali membuat kebiasan hari-hari Hayyah pun ikut kembali. Seperti menunaikan shalat sunnah subuh setelah Adzan. Shalat subuh yang biasanya ia kerjakan sendiri kini di temani oleh imam sholat dengan pelafal ayat-ayat suci secara fasih dan enak di dengar.

Hayyah mengulurkan tangannya lebih dulu dan meraih tangan suaminya untuk di kecup.

"Banyak yang ingin aku tanyakan pada mas Azzam tetang isi-isi ceramah yang sering kali Ustaz bawakan."

"Kalau begitu duduklah di sampingku dan akan aku jawab semuanya."

Hayyah mengangguk, segera duduk di samping ustaz Azzam. Menikmati remasan dan elusan halus di tangannya sambil melayangkan beberapa pertanyaan.

Terlalu nyaman berada di posisi itu Hayyah sampai tidak merasakan kantuk hingga matahari pun terbit dan cahayanya mulai memasuki kamarnya melalui kaca jendela yang tirainya di biarka terbuka sejak subuh.

Keduanya pun memutuskan keluar dari kamar dan bersiap untuk sarapan bersama. Hayyah begitu terkejut menemukan sosok pria yang hampir menjadi suaminya.

Begitupun dengan Adam yang sangat terkejut mendapati mantan calon istri yang ia cari ke mana-mana ada di hadapannya.

"Hayyah?"

"Ma-mas Adam?"

Jika Adam berani memandang Hayyah, maka berbeda dengan gadis itu yang menundukkan kepalanya.

"Aku senang melihatmu baik-baik saja dan pulang ke rumah. Kapan kamu datang?" tanga Adam yang tak tahu tentang Hayyah berada di rumah ini. Terlebih semalam Airin diam saja dan tak menceritakan apapun padanya.

Tak kuasa menahan rindu, ia pun berjalan mendekat dan hendak memeluk Hayyah, tetapi dadanya di tahan oleh Azzam yang berdiri di belakang Hayyah.

"Jangan menyentuh istriku meski seujung kuku saja. Demi Allah saya tidak menyukainya!" tegas Azzam.

"Istri?" Lagi dan lagi Adam diberi kejutan.

"Hm, saya suaminya!"

"Tidak mungkin." Adam terkekeh.

"Azzam memang suami dari Hayyah, Adam. Kemari dan duduklah bersama, kita bisa sarapan sebelum memulai aktifitas masing-masing," ujar pak Haikal kala merasakan ketegangan dan putrinya tampak bingung.

Di meja makan terjadi keheningan beberapa saat, sebelum akhirnya suara Hayyah terdengar lirih.

"Kenapa Mas Adam ada di sini? Bukankah Hayyah sudah menikah Pa?" tanya Hayyah yang tak bisa membendung rasa penasarannya.

Pak Haikal pun menghentikan aktivitas makannya. "Adam adalah suami adikmu Nak. Airin menggantikanmu hari di mana kamu kecelakaan."

"Kecelakaan? Aku tidak ...." Ucapan Hayyah yang ingin meralat informasi kejadian malam itu, berhenti kala tangannya di genggam sangat erat oleh Azzam.

"Maaf kak karena mengambil mas Adam darimu. Aku tidak bermaksud untuk merebut, aku hanya berusaha menyelamatkan nama baik dua keluarga," ucap Airin dengan nada penyesalan.

"Kenapa harus meminta maaf Airin? Ini bu5⁵kan salahmu Dek. Bahkan aku berterimakasih kamu menyelamatkan nama baik papa. Lagi pula mungkin mas Adam bukan jodohku."

"Kak Hayyah tidak marah?"

"Untuk apa? Aku juga sudah mempunyai suami." Hayyah menatap Azzam sejenak. "Apa jangan-jangan karena ini kamu tidak memberitahu tentang pernikahanmu? Takut kakak akan marah?"

Airin mengangguk cepat. "Iya kak Hayyah."

"Jangan terbebani dan semoga pernikahan kalian selalu di berkahi dan mendapatkan kebahagiaan di setiap langkah yang kalian ambil." Hayyah tersenyum tulus tanpa ada luka di hati, bahkan ia senang adiknya dinikahi pria sebaik Adam. Seperti dirinya yang mendapatkan ustaz Azzam