Nanda Afrilya adalah seorang gadis yang berusia 21 tahun yang dibesarkan di sebuah panti asuhan. Ia terpaksa menikah dengan seorang pria yang tak dikenalnya sebagai bayaran pada orang kaya yang telah memberikan hunian baru pada warga panti karena panti asuhan tempatnya dibesarkan telah digusur.
Ia pikir dengan menikah, ia akan meraih kebahagiaan, namun yang terjadi justru sebaliknya. Hidupnya yang sejak kecil sudah rumit, malah makin rumit sebab ternyata ia merupakan istri kedua dari laki-laki yang telah menikahinya tersebut.
Lalu bagaimanakah ia menjalani kehidupan rumah tangganya sedangkan ia hanyalah seorang istri yang tak diinginkan?
Mampukah ia bertahan?
Atau ia memilih melepaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.35 Rencana Lavina II
Perjalanan dari bandara menuju hotel tujuan memakan waktu hampir 1 jam. Lavina telah membooking kamar atas nama Nanda dan Gathan di hotel yang terletak di Ubud, Bali. Setibanya di hotel, Gathan langsung membawa Nanda menuju ke meja resepsionis. Setelah mendapatkan kunci kamar, tampak dua orang bell boy membantu membawakan koper milik Nanda dan Gathan seraya menunjukkan kamar kepada suami istri tersebut.
Setibanya di kamar hotel, Nanda berdecak kagum hingga mulutnya tak berhenti menganga dengan binar mata kagum yang begitu kentara.
Gathan hanya geleng-geleng kepala memperhatikannya.
Tanpa melepaskan pakaian, Gathan menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang untuk melepas penat. Di sisi lain, Nanda hanya bisa memandang bingung, sebab ia pun lelah. Apalagi ini perjalanan pertamanya menggunakan pesawat, jadi kepalanya cukup pusing.
"Kamu kenapa?" tanya Gathan saat melirik istrinya itu tampak memijit area tengkuknya.
"Ah, eng ... nggak papa kok mas. Cuma sedikit pusing sama mual aja. Mungkin mabuk pesawat." ujarnya sambil terkekeh malu. Ia tidak paham istilah jetlag, taunya karena naik pesawat ya mabuk pesawat. Nanda merasa dirinya begitu udik, padahal penerbangan dari Jakarta menuju Bali tidak memakan waktu lama tapi ia sudah pusing seperti ini.
"Istirahat aja di sini kalau pusing." titahnya sambil menunjuk kasur di sebelahnya. Kasur itu ukuran king size , tentu terlalu luas bila hanya untuk dirinya sendiri.
Nanda mengerjapkan matanya berkali-kali sambil menatap Gathan dan kasur bergantian. Jantungnya tiba-tiba berdebar tidak menentu. Tidur di samping Gathan?; Bagaimana ia tidak berdebar, walaupun mereka sudah menikah hampir beberapa bulan, tapi ia tidak pernah tidur di satu ranjang yang sama.
"Kenapa?" tanya Gathan datar.
Nanda menelan salivanya sendiri. Kerongkongannya tiba-tiba tercekat.
"Anu mas ... Nanda ... Nanda di sofa aja deh. Nanda nggak papa." ucapnya sambil membalikkan badannya hendak menuju ke sofa yang tak jauh dari posisinya.
"Apa kewajiban utama seorang istri?" tiba-tiba Gathan melontarkan pertanyaan.
Nanda membalikkan badannya kembali menghadap Gathan, tetapi wajahnya menunduk.
"Patuh pada perintah suami." sahutnya pelan.
"Jadi ... masih ingin tidur di sofa?" Gathan mendelik menghadap Nanda dengan kepala bertumpu ke sebelah tangan.
"Ba ... baik, mas. Nanda kesana." lalu dengan langkah tergesa Nanda menuju ke kasur untuk merebahkan diri. Mereka belum butuh mandi sebab perjalanan ke Bali tidak memakan waktu lama jadi mereka belum merasakan harus segera membersihkan diri.
Gathan tersenyum simpul secara diam-diam saat melihat Nanda telah membaringkan diri dengan menghadap ke samping atau membelakangi tubuhnya.
...***...
"Fre, bawa ini!" titah Lavina pada Freya seraya menyerahkan beberapa paper bag. "Wah, sepertinya mama juga ingin membeli yang ini juga! Kamu urus yang ini, Fre!" gumam Lavina saat melihat sebuah tas merk ternama yang baru release.
Freya berdecak kesal tapi tetap saja menurut walaupun terpaksa saat Freya memerintahkan dirinya ini dan itu sesukanya.
Freya mengumpat dalam hati merasa dijebak oleh mertuanya itu.
'Dasar Mak lampir, ketipu banget gue! Gue pikir gue bakal diajak seneng-seneng kayak menantu kesayangannya itu, taunya malah dijadiin babu.' rutuk Freya dalam hati. Ia jadi ingat lagi tadi bagaimana mertuanya itu tiba-tiba menawarinya untuk jalan-jalan sebab mereka memang tidak pernah jalan bareng satu kali pun. Freya pun menerima tawaran itu dengan senang hati berharap ia bisa menarik simpati mama mertuanya itu agar lebih sayang pada dirinya dan lebih memilih dirinya kelak sebagai istri Gathan.
Flashback on
"Hai Fre, baru bangun?" tanya Lavina saat melihat Freya baru turun dari kamarnya dengan penampilan seperti terkena badai. Baju berantakan, rambut acak-acakan, dan mata sayu yang tampak jelas sekali masih mengantuk.
"Eh, i-iya, ma." sahut Freya lembut namun dalam hati mengutuk.
'Ngapain sih si Mak lampir datang kemari sepagi ini? Haish, nyebelin banget. Mana gue belum mandi kayak ' rutuk Freya dalam hati. Tapi ia tak mungkin menunjukkan ketidak sukaannya pada Lavina.
"Mama apa kabar?" tanya Freya mencoba mencari muka. Dengan memasang senyum manis, Freya mencoba mendekati Lavina yang sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Hmmm ... baik." sahutnya cepat. "Oh ya Fre, kalau nggak salah mama sepertinya belum pernah satu kali pun mengajakmu jalan-jalan. Bagaimana kalau siang nanti kamu ikut mama jalan-jalan di mall sekalian shopping." imbuh Lavina dengan tersenyum manis membuat Freya spontan mengangguk setuju. Ia pikir kapan lagi bisa jalan berdua dengan mertuanya itu. Tentu ia takkan melewatkan kesempatan emas itu.
"Baik, ma. Freya mau. Dengan senang hati, Freya akan menemani mama kemana pun." ucapnya antusias bahkan begitu bersemangat membuat Lavina diam-diam tersenyum menyeringai.
"Baguslah. Buruan kamu siap-siap. Mam tunggu."
Freya pun segera mandi dan bersiap. Ia berdandan secantik dan semenawan mungkin agar Lavina menyadari kecantikan dirinya sebagai menantu dan mempertahankan dirinya sebagai menantu. Selain itu, ini juga kesempatan dirinya untuk unjuk gigi pada teman-temannya yang meremehkannya dan tidak mempercayai kalau dirinya adalah menantu keluarga Tjokroaminoto.
Tak lama kemudian, Freya turun dengan mengenakan dress out shoulders berwarna merah menyala. Tak lupa seperangkat perhiasan mahal yang melingkari leher, lengan, jari, dan telinganya membuatnya terlihat cantik dan glamor.
Ditatapnya Nanda yang tengah duduk bersama Lavina dengan senyuman mengejek. Ia seakan sedang berada di atas angin sekarang. Ia senang, ia diajak Lavina, sedangkan Nanda ditinggal di rumah. Tentu saja hal itu membuatnya makin jumawa.
"Bye-bye, orang udik. Kami jalan-jalan dulu." ucapnya tersenyum menang. Lalu ia pun segera mengejar langkah Lavina yang telah beranjak terlebih dahulu.
Setelah mobil yang membawa Lavina dan Freya pergi, Gathan pun pulang dan meminta Nanda segera bersiap. Begitu pula Gathan, segera bersiap dan memasukkan asal pakaian yang akan dipakainya nanti selama di Bali. Tadi Gathan pergi ke kantor sebentar untuk menyelesaikan beberapa urusan sekaligus meminta izin pada ayahnya untuk pergi selama beberapa hari. Tentu saja ayahnya mengizinkan sebab Lavina sudah terlebih dahulu mengatakan rencananya pada Ganindra.
Setelah mereka siap, Gathan pun segera meminta sopirnya mengantar mereka menuju bandara. Nanda sempat khawatir karena belum memberitahukan Freya tentang kepergian mereka, tapi Lavina telah berjanji akan memberitahukan nanti.
Flashback off
"Ma, capek! Istirahat sebentar ya!" ucap Freya dengan wajah memelas.
"Ck ... masih muda cepat sekali capek, masa' kalah sama mama sih!" cibir Lavina sambil geleng-geleng kepala. Padahal baru beberapa toko yang mereka sambangi, tapi Freya sudah seperti habis berlarian puluhan kilometer.
"Ck, mama juga salah, kenapa nggak ajak asistennya aja buat bawain belanjaan mama. Emang Freya itu babu apa disuruh bawa-bawa beginian." desisnya kesal. Akhirnya sifat asli Freya perlahan muncul kembali.
"Oh, jadi kamu nggak suka temenin mama? Huh, kalau gitu tadi mending ajak Nanda aja. Dia nggak pernah ngeluh. Nggak kayak kamu, gitu aja udah ngeluh." Lavina berdecak kesal. Mendengar Lavina memuji Nanda, Freya kembali gelagapan. Tentu ia tidak terima diremehkan.
"Eh, emm .. maaf ma, bukan maksud Freya kayak gitu. Mungkin ini efek perut Freya yang kosong kan tadi belum sempat sarapan apa-apa apalagi sekarang udah masuk jam makan siang. Gimana kalau kita makan dulu, ma? Freya tau restoran yang enak di sini dimana." ujar Freya mencoba mengambil hati Lavina lagi.
Lavina menyeringai, ia kembali memiliki rencana. Ia lalu mengajak Freya makan di warung makan langganan Nanda. Ia pernah diajak Nanda kesana dan rasanya enak.
Awalnya Freya senang Lavina akan mengajaknya makan di restoran seafood, tapi saat tiba di lokasi, Freya langsung mendumel sebab restoran seafood yang dimaksud adalah pecel lele yang juga menjual beragam hidangan laut yang ada di emperan jalan.
Sepanjang perjalanan pulang, Freya tak henti-hentinya mengumpat kesal walaupun hanya dalam hati. Jalan-jalan kali ini benar-benar tidak sesuai ekspektasinya.
Namun ada hal yang lebih meledakkan amarahnya, yaitu saat tau rencana sebenarnya Lavina mengajaknya jalan-jalan bukan hanya sekedar untuk membuatnya kesal melainkan menutupi kepergian Gathan dan Nanda. Walaupun menurutnya itu hanya untuk mewakili orang tua Gathan ke pesta pernikahan anak sahabatnya, tapi tak ada yang tau apa saja yang akan mereka lewati di sana kan? Apalagi mereka hanya berdua. Freya khawatir, Nanda justru memanfaatkan momen tersebut untuk menjadikan Gathan miliknya seorang. Atau bisa juga, Lavina sudah berencana membuat mereka melakukan sesuatu yang bahkan dirinya saja tidak pernah mendapatkannya.
"Aaargh ... brengsek! Dasar wanita tua sialan! Awas saja kalau sampai mereka melakukannya!" umpat Freya dengan amarah yang bercokol di dada.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...