NovelToon NovelToon
Kamboja

Kamboja

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:8.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rinarient 2

Kisah haru seorang gadis yang dilahirkan dari sebuah keluarga miskin. Perjuangan tak kenal lelah mencari bapaknya yang pergi ke luar negeri sebagai TKI, dimulai setelah ibunya meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Lily kecil diasuh oleh tetangga yang trenyuh melihat nasibnya. Namun ternyata hal itu tidak serta merta merubah nasib Lily. Karena tak lama kemudian bunda Sekar yang mengasuhnya juga berpulang.
Di rumah keluarga bunda Sekar, Lily diperlakukan seperti pembantu. Bahkan Lily mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh suami almarhumah. Lelaki yang sangat dihormati oleh Lily dan dianggap seperti pengganti bapaknya yang hilang entah kemana.
Ditambah perlakuan kasar dari Seruni, anak semata wayang bunda Sekar, membuat Lily akhirnya memutuskan untuk pergi.
Kemana Lily pergi dan tinggal bersama siapa? Yuk, ikuti terus ceritanya sampai tamat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinarient 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Hanya ingin membantu

Lily kembali mengangguk. Dia berharap ibunya mendapat solusi atau minimal pandangan untuk melangkah ke depannya.

"Oke. Bagaimana kalau di cafe seberang jalan itu?" Haris menunjuk sebuah cafe kecil yang terlihat sederhana.

Gendis cuma bisa mengangguk.

Wow, itu cafe yang ingin sekali aku datangi. Tapi apa daya aku tak pernah punya uang. Hehehe. Batin Lily sambil tersenyum.

Mereka pun berjalan bertiga menyeberangi jalan.

Dari dalam Puskesmas, Santi melihat mereka.

"Apa lelaki itu saudaranya, ya? Mereka terlihat akrab?" gumam Santi.

Karena Santi masih harus mengantri obat, dia kembali ke bagian farmasi.

"Kita duduk di pojok sana aja." Haris kembali menunjuk.

Dan Gendis cuma bisa pasrah. Saat ini dia sedang tak ingin berdebat. Tak ingin berpikir. Dia hanya ingin menenangkan diri.

"Mau pesan apa? Biar saya yang bayar." Haris menyodorkan daftar menu yang ada di atas meja ke hadapan Gendis.

"Apa aja," sahut Gendis pasrah.

"Boleh saya memilih, Om?" tanya Lily.

"Oh, boleh. Silakan milih."

Lily menarik daftar menu itu.

Wow. Kelihatannya enak-enak. Tapi kalau aku pesan minuman dan makanan, enak enggak ya? Tanya Lily dalam hati.

"Pilih saja semaumu. Mm..siapa nama kamu, anak cantik?" tanya Haris.

"Lily, Om," jawab Lily. Matanya tak lepas dari deretan menu yang sedang dibacanya.

"Lily. Seperti bunga lily. Cantik," puji Haris.

Lily tak bereaksi. Dia sibuk membaca daftar menu.

Gendis hanya tersenyum tipis.

"Gimana, mau pesan apa? Tulis saja," tanya Haris.

Lily menoleh ke arah Gendis.

Gendis yang paham kalau Lily sedang meminta persetujuannya, mengangguk.

Dalam hati Gendis, masa bodo lah Lily mau pesan apa pun. Toh, ada yang mau bayarin. Kalau pun tidak, Gendis punya uang yang cukup untuk membayar. Meskipun besok mereka terpaksa harus puasa.

Dengan sedikit ragu, Lily menulis minuman dan makanan yang dimauinya.

"Ibu mau pesan apa?" tanya Lily.

"Terserah kamu, Ly," jawab Gendis tak bergairah.

"Ibu makan juga, ya? Tadi kita kan belum sarapan," pinta Lily.

"Kalian pergi tanpa sarapan lebih dahulu?" tanya Haris.

"Enggak sempat," jawab Gendis menutupi keadaan yang sebenarnya.

Boro-boro mikir sarapan, uang yang dipegang Gendis dia sudah alokasikan untuk bayar pendaftaran di Puskesmas, bayar angkot berdua dan makan keesokan harinya.

"Ya udah, kalau begitu kalian pesan makan sekalian. Kalau saya kopi aja. Tadi pagi saya udah sarapan," ucap Haris.

Lily pun dengan cepat menulis pesanan mereka.

"Udah, Om." Lily memberikan kertas pesanan yang sudah ditulisnya.

Haris mengambilnya dan memanggil pelayan cafe.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya pelayan perempuan yang kebetulan melintas.

"Kami pesan ini. Tolong dibuatkan segera, ya," ucap Haris.

"Baik, Pak. Kami segera siapkan." Lalu pelayan itu segera berlalu sambil membawa kertas pesanan mereka.

"Maaf, kalau boleh tahu, ada masalah apa dengan kalian di Puskesmas tadi? Mm..mba Gendis kelihatannya sedih banget. Eh, maaf saya panggilnya mba aja, ya?" tanya Haris dengan sopan.

Gendis mengangguk.

"Cerita aja sama saya. Mungkin saya bisa bantu kalian. Karena saya juga pasien di sana," ucap Haris.

"Om lagi sakit?" tanya Lily. Dia tak melihat Haris seperti orang yang sedang sakit.

"Beberapa minggu yang lalu. Saya pengguna kartu jaminan kesehatan. Jadi saya harus minta surat rujukan ke fasilitas kesehatan pertama saya, buat ke faskes selanjutnya. Dan sekarang, saya cuma kontrol saja," jawab Haris panjang lebar.

Lily manggut-manggut. Otaknya berusaha mencerna omongan Haris.

"Bagaimana caranya mendapatkan kartu kesehatan itu, Om?" tanya Lily.

"Loh, apa kalian tak memilikinya?" Haris malah balik bertanya.

Lily dan Gendis kompak menggeleng.

"Kenapa?" tanya Haris lagi.

"Panjang ceritanya. Intinya kami dipersulit untuk mendapatkannya," jawab Gendis.

"Waduh. Padahal kartu jaminan kesehatan itu hak setiap warga loh. Mestinya dipermudah. Bukan dipersulit," sahut Haris.

"Kita cuma warga pendatang. Dan kami cuma mengontrak rumah petak kecil. Mungkin itu alasannya," ucap Gendis.

"Bukan masalah. Justru, maaf ya, orang-orang seperti kalian ini yang harusnya diprioritaskan."

Haris ingin mengatakan yang sejujurnya tentang hak orang yang kurang mampu, tapi merasa tak enak hati.

"Entahlah. Nyatanya kami ditolak ketika mengajukan itu ke pak RT. Banyak sekali alasannya," ucap Gendis.

Hh.

Haris menghela nafasnya.

"Kalau begitu, nanti saya bantu mengurusnya. Mba Gendis siapin aja berkas-berkasnya," ucap Haris.

"Maaf, apa pekerjaan Mba Gendis?" tanya Haris. Dia tak mau lancang berasumsi sendiri.

"Saya hanya buruh cuci di rumah beberapa tetangga," jawab Gendis jujur.

"Suami?" tanya Haris lagi.

Gendis menunduk sedih.

Gendis ingat lagi tentang suaminya yang menghilang tak ada kabar.

"Boleh Lily yang menjawab, Bu?" mohon Lily pada Gendis.

Gendis mengangguk tanpa mengangkat wajahnya. Dia sedang menahan air mata yang sepertinya mau menetes.

Lalu Lily pun menceritakan tentang bapaknya secara detail.

"Jadi kalian kehilangan kontak dengannya?" tanya Haris.

Lily mengangguk.

Lily bersemangat. Dia berharap ada titik cerah untuk mendapatkan kabar tentang bapaknya.

"Udah menghubungi agen tempat suami Mba Gendis diberangkatkan?" tanya Haris.

Gendis menghela nafasnya. Dia coba menguatkan hati untuk menjawab.

"Udah. Tapi mereka bilang tak bisa membantu," jawab Gendis.

"Alasannya?" tanya Haris lagi.

"Katanya kontrak kerja suami saya hanya dua tahun. Dan suami saya hilang kontak di tahun ketiga. Yang artinya sudah bukan tanggung jawab pihak agen lagi," papar Gendis.

"Tapi setelah tahun kedua, kalian masih berkomunikasi?" tanya Haris.

"Masih. Cuma jarang. Katanya suami saya di sana sibuk, jadi agak susah dihubungi. Tapi masih menafkahi kami. Dan dua tahun terakhir dia benar-benar hilang kontak," jawab Gendis.

Haris mengangguk paham.

"Baiklah. Nanti saya coba bantu, ya. Saya ada teman yang punya usaha agen TKI juga. Semoga bisa membantu kalian," ucap Haris.

"Terima kasih sebelumnya, Pak," ucap Gendis dengan sopan.

Haris mengangguk.

Kasihan sekali mereka. Pasti hidupnya kacau setelah hilang kontak.

"Silakan Pak, Bu." Pelayan yang tadi datang membawa tiga gelas minuman pesanan mereka.

"Terima kasih, Mba," ucap Haris dengan sopan.

Pelayan itu mengangguk dan kembali lagi ke dalam.

"Diminum dulu Mba Gendis. Biar pikirannya agak jernih. Mba Gendis lagi kalut, kan?" Haris menyodorkan gelas minuman ke depan Gendis.

"Terima kasih, Pak," ucap Gendis dengan sopan.

"Oh, iya. Soal kartu jaminan kesehatan, maaf sebelumnya, kalian bisa minta surat keterangan tidak mampu ke RT setempat?" tanya Haris tanpa bermaksud menyinggung perasaan Gendis dan Lily.

"Nanti saya usahakan, Pak," sahut Gendis. Meski dia tak yakin ketua RT-nya mau memberikan surat pengantarnya atau tidak.

Tak lama, makanan mereka pun datang.

"Silakan dimakan," ucap Haris mempersilakan. Dia merasa kasihan sekali pada ibu dan anak ini.

"Pak Haris beneran enggak makan?" tanya Gendis kikuk. Karena yang mau membayari malah cuma pesan minuman saja.

Haris menggeleng sambil tersenyum.

Aku hanya ingin membantu dan melihat kalian senang. Batin Haris.

1
Shuhairi Nafsir
Mohon Thor jadikan Lily anak yang tegas . jenius lagi bisa bela diri
Anita Jenius
Baca sampai sini dulu. 5 like mendarat buatmu thor. semangat ya.
Rina Rient: Siap..Terima kasih like-nya 🙏
total 1 replies
Fatta ...
lanjut Thor..,
Rina Rient: Siap..tunggu episode-episode selanjutnya, ya 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjut thor
Rina Rient: Siap..tunggu yaa 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjutkan, crazy up thor
Anto D Cotto
menarik
Rina Rient: Terima kasih 🙏
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak. 3 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Rina Rient: Terima kasih 🤗
total 1 replies
Irsalina Lina
kapan ep ke 2 nya di tanyangkan thoor?......, GK sabar ni mau baca. soalnya cerita nya bagus dan menarik
Rina Rient: Sabar ya..step by step 😊
total 1 replies
Mamimi Samejima
Bikin happy setiap kali baca. Gak bisa berhenti bacanya.
Rina Rient
terima kasih🥰.. tunggu episode2 selanjutnya ya 🙏
Jing Mingzhu5290
Saya merasa terinspirasi oleh perjuangan tokoh-tokoh dalam cerita.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!