Keanu Wiratmadja
Presdir muda yang tak pernah tertarik pada seorang wanita selama hidupnya, tiba-tiba hatinya tergerak dan ingin sekali memilikinya. Karena dia wanita pertama baginya.
Keana Winata
Putri semata wayang yang sangat disayangi ayahnya, tapi bukan berarti dia putri yang manja. Dia berbeda, sehingga dapat membuat seseorang tergerak hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ade eka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34
"Tapi aku belum, Ken. Aku belum mengenalmu lebih jauh", ucap Ana sendu.
***
Ken nampak berpikir, dia menatap jauh ke dalam bola mata Ana yang indah. "Baiklah, aku akan menunggumu Ana. Tapi bukan berarti aku melepaskan mu. Kau tetaplah milikku, aku hanya memberimu waktu untuk mengenalku lebih jauh. Dan setelahnya kita akan menikah nanti", ucapan Ken tenang namun penuh dengan penekanan.
Ana mengangguk pasti sambil tersenyum. "Terima kasih", bisiknya di telinga Ken yang otomatis mengaktifkan mode serang Ken. Ana akan langsung bangkit untuk kabur karena sengaja mengerjai Ken, tapi gantungan kunci kesayangannya menyangkut pada kancing jas milik Ken. Akhirnya Ana terjatuh lagi di pangkuannya.
"Hey, kau sengaja menggodaku!", Ken mendekap Ana lagi dan menautkan keningnya pada kening Ana. Ana berusaha melepaskan diri dengan mendorong dada Ken dengan kedua tangannya. Namun tetap saja, yang dilawan adalah seorang pria dengan tubuh kekarnya, jelas Ana kalah telak. Ana jadi kesal karena masuk dalam perangkapnya sendiri. Dia mengerucutkan bibirnya dan membuang mukanya sebal.
"Kau kalah", Ken menyeringai penuh kemenangan. Dia meraih dagu Ana dengan dua jarinya dan menghadapkan wajah Ana yang sedang bersemu ke arah wajahnya.
"Kau mau apa?", tanya Ana di saat wajah mereka semakin dekat.
"Apalagi memangnya?!", jawab Ken saat bibir mereka sudah bertemu.
Ana mengulas senyum malu-malu. Ken sangat gemas melihat tingkah Ana. Dia memberi kecupan kecil di bibir Ana untuk mengawali aksinya, kemudian melanjutkannya dengan lumatan-lumatan penuh hasrat. Ana membalas perlakuan Ken, dengan inisiatif Ana melingkarkan tangannya ke leher Ken dan ******* balik bibir Ken. Ken dan Ana saling tersenyum ditengah lumatan mereka. Mereka menumpahkan perasaan mereka. Perasaan yang baru saja tumbuh dari suka berharap menjadi cinta. Mereka sedang menanam benihnya saat ini, untuk mereka tuai nanti menjadi cinta sejati.
Tak berapa lama, suara perut Ana menghentikan kegiatan panas mereka. Ken melepas pagutannya pada bibir manis Ana dan terkekeh. Sedangkan Ana menahan malu dengan rona merah di pipinya.
"Maaf", ucap Ana pelan.
Ken terkekeh lagi. "Ayo makan siang bersama", ajak Ken.
Ana tersenyum dan mengangguk pasti.
"Tunggu aku di loby, ada hal yang harus ku bereskan sebentar. Ingat, tunggu aku di loby. Jangan mencoba kabur dari sana. Jika saat aku turun tak menemukanmu di sana, maka aku akan menyeretmu entah dimana pun kau berada. Paham?!", Ken mengucap dengan otoritas penuh pada Ana. Sebenarnya lebih terdengar seperti perintah yang juga dibarengi dengan ancaman di akhirnya.
Ana terkekeh mendengar ucapan Ken. "Ya, ya baiklah. Memangnya aku bisa kabur kemana, jika seluruh kota adalah wilayah kekuasaan Presdir Ken yang terhormat", ucap Ana sedikit mengejek.
"Hey, darimana kau tau kata-kata itu!", seru Ken. Ya karena memang Ken merupakan orang nomor satu di kota ini, jadi beberapa di antar mereka selalu menyebut Ken dengan "Presdir Ken yang terhormat" , saking mereka semua menghormati dan mengagumi kharisma yang Ken hadirkan di setiap kehadirannya.
"Sudah, sudah! Kita makan siang bersama. Tapi aku yang menentukan menu dan tempatnya. Aku ingin tahu seberapa besar kau tahu tentang diriku", ucapan Ana mengandung nada tantangan bagi Ken. Menurutnya, dia sudah mengetahui semua tentang Ana. Tapi sekarang, ucapan Ana seakan masih ada kejutan lain yang belum diketahuinya.
"Baiklah", Ken setuju.
Ana berusaha bangkit untuk berdiri, tapi lagi-lagi gantungan kunci kesayangannya masih menyangkut di kancing jas milik Ken.
Mereka berdua akhirnya berdiri bersamaan. Dan Ana memutuskan untuk membungkuk dan melepaskan gantungannya.
Han kembali masuk tanpa mengetuk, tapi kali ini Ana dan Ken tidak menyadarinya. Dari sisi Han terlihat bosnya sedang melakukan hal yang tidak seharusnya dia lihat. Karena dari posisi Han , Ken terlihat sedang berdiri membelakangi Han dan Ana menunduk tepat di hadapan Ken. Mereka seperti sedang melakukan sesuatu yang intim, ditambah lagi dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka makin disalah pahami oleh Han.
"Apakah kau bisa?", tanya Ken.
"Tenang saja, aku pasti bisa. Hanya bersabarlah sedikit", jawab Ana yang masih mengotak-atik gantungan dan kancing jas.
"Kenapa lama sekali?!", seru Ken tanpa melihat ke bawah dan tangannya sudah berkacak pinggang. Bagi Han, Ken terlihat sedang menikmati perbuatan Ana.
"Iya, iya sabar!", seru Ana. Han makin bergidik melihat mereka.
"Haish! Bodohnya aku kenapa malah bertahan di sini!", gerutu Han sepelan mungkin agar bosnya tak mendengar.
Tapi Ken dengan insting dan panca indera yang kuat, tentu saja mampu merasakan dan mendengarkan kehadiran Han. Ken menoleh tiba-tiba dengan tatapan tajam, dia memperlihatkan bahwa dirinya sudah menangkap basah Han.
"Han", ucap Ken geram. Ana pun membelokkan badannya dari balik tubuh Ken untuk melihat kehadiran Han.
"Asisten Han, bisakah kau membantuku!", tangan Ana memberi isyarat agar Han mendekat.
Han nampak ragu, pikirannya masih diisi oleh argumennya sendiri. Tapi Han diciptakan untuk menjadi sosok yang patuh, tentu saja tanpa sadar kakinya telah menapak mendekat ke arah Ana dan Ken.
"Han, tolong bantu aku melepaskan ini!", ucap Ana sambil menunjuk ke arah gantungan kuncinya dan kancing jas milik Ken.
Han melonjak kaget, pemikirannya salah besar. Sangat salah pikirnya. Mendadak matanya terbelalak dan mulutnya menganga. Dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sungguh betapa bodohnya dia sudah berprasangka buruk terhadap bosnya.
Ana terkekeh dengan tingkah Han.
"Pasti dia sudah salah paham", ucap Ana dalam hati.
"Han", Ken menggeram lagi untuk mengembalikan kesadaran Han. Ken juga paham apa isi otak asistennya itu sehingga dia merespon seperti orang bodoh.
"Ah, iya baiklah!", kesadaran Han telah pulih. Han mengerjakan apa yang ditugaskan padanya dengan teliti. Tak butuh waktu lama, gantungan itu sudah terlepas tanpa merusak kancing jas milik Ken.
"Yeay!", Ana bersorak sambil memeluk gantungan kesayangannya itu tanpa menghiraukan orang-orang yang berada di sana.
"Terima kasih, Han", ucapnya pada Han kemudian Ana mengangkat gantungan kunci itu ke udara. Dia mencoba memamerkannya pada Ken.
"Kau ingat ini Ken?!", tanyanya sambil tersenyum lebar.
"Tentu saja ingat, itu gantungan kunci kesayanganmu yang kau desain sendiri kan. Dan kau membuat dua buah, tapi kau sudah memberikannya kepada orang lain", tutur Ken percaya diri bahwa dia ingat semua yang dikatakan oleh Ana.
"Lalu?", tanya Ana berharap Ken melanjutkan kalimatnya.
"Apa?", tanya Ken lagi dengan kening berkerut.
"Kau tahu kepada siapa aku memberikan yang satunya?", tanya Ana penasaran.
"Tidak", jawab Ken dengan wajah polosnya.
"Kau tidak tahu?!", kini Ana mulai bersungut.
"Tidak", Ken masih memasang wajah polosnya.
"Tidak tahu?!", kali ini dia sudah menaikkan intonasinya.
"Tidak Ana, memangnya siapa?", tanya Ken balik dengan polosnya.
"Ah, sudah lupakan! Aku akan menunggumu di bawah!", ucap Ana ketus sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai untuk meluapkan kemarahannya. Dia melangkah meninggalkan Ken dan Han yang kebingungan.
"Jadi dia tak mengingatnya?! Apa mungkin sudah dibuang sejak pertama ayah memberikannya?! Ah, sudahlah! Yang jelas, aku kesal!", gerutu Ana sambil melangkah keluar.
Saking sibuk dengan rasa kesalnya, tanpa sengaja Ana menabrak seseorang di ambang pintu.