NovelToon NovelToon
Istri Terbuang

Istri Terbuang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: ummushaffiyah

Sepenggal kisah nyata yang dibumbui agar semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummushaffiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 — Pulang, Penjelasan, dan Amanah yang Disematkan

Map cokelat berisi konsep masakan itu kembali Zahwa rapikan. Ia membaca ulang dengan teliti: susunan menu, cerita di balik rasa, dan niat yang ia tuliskan sendiri di pojok halaman,jujur, bersih, dan halal. Bukan sekadar untuk klien, tapi untuk hatinya sendiri.

Daniel membaca konsep itu dengan serius. Kali ini lebih lama dari sebelumnya.

“Ibu saya akan senang,” katanya akhirnya. “Beliau rindu masakan yang punya cerita.”

Zahwa tersenyum kecil. “Semoga.”

“Ibu saya sudah tiba di Indonesia dua hari lalu,” lanjut Daniel. “Tapi saya minta beliau menunggu. Kamu perlu pulang dulu.”

Zahwa terdiam sesaat, lalu mengangguk. “Terima kasih… itu berarti.”

“Kebetulan saya juga harus ke Lampung,” kata Daniel, seolah biasa saja. “Ada proyek mall yang perlu saya tinjau.”

Zahwa paham. Ini bukan sekadar kebetulan, tapi juga bukan paksaan. Daniel selalu menyisakan ruang.

“Baik,” jawab Zahwa pelan.

---

Perjalanan menuju Lampung dimulai subuh. Mobil melaju stabil, langit masih setengah gelap. Daniel duduk di belakang dengan jarak yang sopan. Tidak ada sentuhan, tidak ada nada berlebih. Hanya obrolan ringan dan diam yang nyaman.

“Kamu siap bertemu keluarga?” tanya Daniel.

“Siap tidak siap, tetap harus,” Zahwa tersenyum tipis. “Aku ingin jujur.”

“Itu yang paling penting,” balas Daniel.

Sesampainya di rumah orang tua Zahwa, suasana langsung berubah. Hangat. Sederhana. Rumah kampung yang penuh doa.

Ibunya memeluk Zahwa erat. Ayahnya berdiri sedikit ke belakang, menatap dengan mata yang penuh tanya dan waspada.

Daniel berdiri di luar pagar, menunggu dengan tenang.

Ayah Zahwa akhirnya menghampirinya. “Terima kasih sudah mengantar anak saya.”

“Sama-sama, Pak,” jawab Daniel sopan, sedikit menunduk. “Zahwa orang yang sangat bertanggung jawab.”

Ibunya ikut menyapa, senyum ramah mengembang. “Silakan masuk, Nak. Jangan sungkan.”

Daniel masuk dengan langkah tertata.

---

Di ruang tengah, percakapan mengalir pelan. Tak lama, ayah Zahwa membuka pembicaraan.

“Zahwa,” katanya hati-hati, “siapa Daniel ini sebenarnya?”

Zahwa menatap kedua orang tuanya. Ia sudah menyiapkan jawabannya. “Rekan kerja, Yah. Atasan saya. Banyak membantu proses kerja dan… masa sulit Zahwa kemarin.”

Ayahnya mengangguk pelan. Tapi tatapannya tak lepas dari Daniel.

“Bapak tanya begini bukan karena curiga,” lanjutnya, “tapi karena Zahwa baru saja bercerai.”

“Iya, Yah. Zahwa paham.”

Ayahnya menatap Daniel langsung. Tajam, tapi adil.

“Sebagai orang tua, saya bisa merasakan… ada rasa yang Bapak simpan.”

Daniel tidak kaget. Ia tidak mengelak.

“Saya tidak akan membohongi Bapak,” ucapnya tenang. “Saya menghormati Zahwa. Dan saya tahu batas.”

Ayah Zahwa mengangguk. “Zahwa masih masa iddah.”

“Iya, Pak. Saya tahu. Dan saya jaga itu.”

Ibunya memegang tangan Zahwa lembut. “Nak, ambilkan baju di kamar sebentar. Kamu kelupaan.”

Zahwa mengangguk dan berdiri. Ia melirik Daniel sejenak, Daniel membalas dengan anggukan kecil. Mengerti.

---

Tinggallah mereka bertiga. Enam mata saling menatap.

Ayah Zahwa menarik napas dalam. “Saya tidak ingin anak saya jatuh ke lubang yang sama.”

“Saya juga tidak,” jawab Daniel jujur. “Saya tidak datang untuk mengambil apa pun yang belum halal.”

Ibunya tersenyum tipis. “Kami lihat cara kamu bersikap. Tenang. Tidak menekan.”

Ayah Zahwa menambahkan, “Kami titip Zahwa. Tolong dijaga. Jangan biarkan keluarga mantannya mengganggu lagi.”

Daniel mengangguk penuh hormat. “Selama saya mampu, saya akan pastikan Zahwa aman.”

“Bukan untuk dimiliki,” kata ayah Zahwa pelan, “tapi dilindungi.”

“Saya mengerti, Pak.”

Saat Zahwa kembali ke ruang tengah, suasana sudah lebih ringan. Ibunya menyodorkan minum. Ayahnya tersenyum lebih hangat dari sebelumnya.

Daniel pamit tak lama kemudian untuk meninjau proyek. Ia tidak berlama-lama. Tahu kapan harus mundur.

---

Sore hari, Daniel berdiri di lokasi pembangunan mall. Helm proyek terpasang, suaranya tegas memberi arahan. Zahwa duduk di area tamu, memperhatikannya dari jauh.

Ada sesuatu yang berbeda ketika melihat Daniel di tempat kerjanya. Bukan sekadar CEO, tapi pemimpin yang bekerja.

Dalam perjalanan pulang ke rumah orang tua Zahwa, matahari mulai turun.

“Orang tuamu luar biasa,” kata Daniel.

“Mereka hanya ingin aku aman,” jawab Zahwa.

Daniel mengangguk. “Itu amanah.”

---

Di Jakarta, Farhan duduk gelisah. Nama Zahwa kembali terdengar, kali ini lebih jelas, lebih terang.

Bukan lagi tentang masa lalu.

Tapi tentang seseorang yang bertumbuh tanpanya.

Dan di Lampung, Zahwa menutup hari dengan doa yang berbeda.

Bukan lagi doa agar dikuatkan menghadapi luka,

melainkan doa agar dijaga saat melangkah ke depan.

1
Hafshah
terus berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!