Aprilia, gadis desa yang dijodohkan dengan Vernando, pria tampan dan kaya raya, harus menelan pil pahit kehidupan.
Alih-alih kebahagiaan, ia justru menerima hinaan dan cacian. Vernando, yang merasa memiliki istri "jelek" dan "culun", tak segan merendahkan Aprilia di depan teman-temannya.
Kesabaran Aprilia pun mencapai batasnya, dan kata "cerai" terlontar dari bibirnya.
Mampukah Aprilia memulai hidup baru setelah terbebas dari neraka pernikahannya? Atau justru terjerat dalam masalah yang lebih pelik?
Dan Apakah Vernando akan menceraikan Aprilia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Surga Dunia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 34
Keesokan harinya, begitu mobil Vernando menghilang dari pelataran rumah, Aprilia bergegas mencari Mbok Ratmi. "Mbok, mana kuncinya?" tanyanya dengan nada mendesak.
"Ini, Non," jawab Mbok Ratmi sambil menyodorkan sebuah kunci mobil yang selama ini tersimpan rapi di kamar nya.
"Maaf ya, Mbok, aku belum bisa cerita sekarang. Tapi, setelah aku kembali nanti, aku janji akan menceritakan semuanya," ujar Aprilia, mencoba menenangkan wanita yang sudah dianggapnya seperti ibu sendiri itu.
"Iya, Non. Hati-hati di jalan," balas Mbok Ratmi dengan nada khawatir.
Tanpa membuang waktu, Aprilia melangkah cepat menuju garasi. Di sana, berjejer mobil-mobil koleksi Vernando.
Matanya tertuju pada satu mobil yang sangat familiar, mobil pemberian Kakek Arthur. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya saat melihat mobil merah itu.
Selama ini, Aprilia sengaja tidak pernah menggunakan mobil pemberian Kakek Arthur, hadiah pernikahan mereka.
Ia tidak ingin dicap sebagai wanita matre. Ia ingin membuktikan ketulusannya pada Vernando. Namun, kini Aprilia sadar, ketulusannya itu tidak berarti apa-apa di mata pria yang tidak pernah benar-benar mencintainya.
"Maaf, Bu," gumam Aprilia lirih. "Aku gagal. Aku tidak bisa mempertahankan rumah tanggaku seperti Ibu mempertahankan Ayah dulu."
Dengan hati yang berat, Aprilia membuka pintu mobil merah itu dan masuk ke dalamnya. Ia menyalakan mesin, dan suara deru mobil memecah kesunyian garasi.
Aprilia menginjak pedal gas, membawa mobil itu melaju meninggalkan rumah yang penuh kenangan pahit, menuju kampung halamannya, untuk menjemput satu satu nya orang yang Aprilia sayangi.
Di tengah perjalanan, Aprilia menekan nomor kontak Yuka. Begitu panggilan tersambung, tanpa basa-basi Aprilia langsung menyampaikan maksudnya. "Maaf, Pak, hari ini saya izin. Saya harus menjemput nenek," ucapnya dengan nada formal.
"Apa kamu sudah berangkat?" tanya Yuka dari seberang sana.
"Sudah, Pak," jawab Aprilia singkat.
"Kalau begitu, hati-hati di jalan," pesan Yuka.
"Baik, Pak, terima kasih," balas Aprilia, lalu segera mengakhiri panggilan itu.
Ia kembali fokus menyetir, kedua tangannya menggenggam erat kemudi. Sebuah senyum perlahan merekah di wajahnya.
Aprilia merasakan kebebasan yang sudah lama hilang, hampir satu tahun lamanya. Beban yang selama ini menghimpit dadanya seolah terangkat.
Kini, ia benar-benar siap untuk melepaskan Vernando. Tidak ada lagi air mata, tidak ada lagi permohonan sia-sia.
Ia tidak lagi mau mengemis cinta atau menerima segala perlakuan buruk Vernando. Aprilia bertekad untuk memulai hidup baru, hidup yang lebih baik, hidup yang pantas untuk dirinya sendiri.
Angin sepoi-sepoi yang masuk melalui jendela mobil semakin menambah semangatnya.
***
Setelah menutup telepon dari Aprilia, Yuka kembali larut dalam pikirannya tentang gadis itu. Aprilia, sosok yang perlahan tapi pasti telah mengubah kehidupannya dan juga Zio.
Menurut penilaian Yuka, Aprilia bukanlah tipe orang yang pendiam. Ia melihat bahwa Aprilia hanya bersikap sopan dan menjaga jarak, seolah membangun tembok untuk melindungi dirinya dari orang lain. Mungkin, pikir Yuka, Aprilia memiliki alasan tersendiri untuk itu.
Sejak Aprilia bekerja sebagai pengasuh Zio, Yuka melihat banyak perubahan positif pada putranya. Dulu, Zio adalah anak yang jarang tertawa dan kurang aktif.
Namun, kini Zio sering tertawa, lebih ceria, dan sangat aktif bermain. Yuka merasa lega melihat perkembangan ini.
Kehadiran Aprilia seolah mampu mengalihkan perhatian Zio dari kerinduan terhadap ibunya.
Dulu, Zio sering bertanya tentang keberadaan ibunya. Ia selalu bertanya mengapa ibunya tidak pernah datang menemuinya.
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu menghantui Yuka, membuatnya merasa bersalah dan tidak berdaya.
Namun, sejak Aprilia hadir, pertanyaan-pertanyaan itu perlahan menghilang. Zio tampak lebih bahagia dan menerima keadaan.
Ingatan Yuka kembali berputar pada malam pesta itu. Ia sebenarnya mendengar percakapan Aprilia dan Vernando, saat Aprilia bertanya apakah Vernando tidur dengan Vini. Namun, saat itu Yuka memilih untuk berpura-pura tidak tahu.
Rasa penasaran kembali mengusik benaknya. Yuka meraih ponselnya dan menekan sebuah nomor. "Cari tahu semua tentang Vernando dan Vini," ucapnya tegas. Tanpa menunggu jawaban, ia langsung mengakhiri panggilan itu.
Yuka benar-benar penasaran. Mengapa Aprilia mau menikah dengan Vernando? Mengapa Aprilia masih bekerja padahal sudah menjadi istri Vernando, pria yang terkenal dengan kekayaannya? Terlebih lagi, saat Yuka mengingat perlakuan kasar Vernando pada Aprilia, tamparan yang membuat pipi Aprilia memerah, genggaman kuat saat Vernando menahan Aprilia, hatinya terasa nyeri.
Ia tidak mengerti, mengapa Aprilia masih bertahan dengan pria yang memperlakukannya dengan begitu kasar.
Yuka menghela napas panjang, berusaha mengenyahkan sejenak pikiran tentang Aprilia. Kini saatnya untuk membangunkan putranya. Ia melangkah menuju kamar Zio, hatinya menghangat melihat Zio yang masih terlelap.
"Zio, ayo bangun," ucap Yuka lembut, seraya mengusap rambut putranya.
Zio mengerjap-ngerjapkan matanya, lalu langsung terduduk begitu menyadari bahwa yang membangunkannya adalah ayahnya, bukan Aprilia. "Papa... mana Kak April?" tanyanya dengan nada kecewa.
"Kak April izin hari ini, Sayang. Dia harus pergi ke kampung halamannya," jawab Yuka, berusaha menjelaskan.
"Kapan Kak April akan kembali?" tanya Zio dengan wajah murung.
"Besok, Sayang," jawab Yuka, mencoba menghibur putranya.
"Tidak akan lama, kan, Pah?" tanya Zio, matanya menatap Yuka penuh harap.
"Tidak, Sayang. Sudah, ayo kita mandi," ajak Yuka, mengalihkan perhatian Zio.
Zio mengangguk pelan, tapi bibirnya masih mengerucut. Yuka hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah putranya.
Ia tahu betul betapa Zio sangat menyayangi Aprilia. Gadis itu telah berhasil mengisi kekosongan di hati Zio, menjadi sosok pengganti ibu yang selama ini dirindukannya. Yuka merasa bersyukur atas kehadiran Aprilia dalam kehidupan mereka.
***
Di sisi lain kota, Vini duduk di tepi ranjang sebuah kamar hotel yang terletak agak jauh dari pusat kota.
Rambutnya acak-acakan, wajahnya pucat dan penuh amarah. "Aku hampir gila! Vernando benar-benar kejam!" gumamnya sambil menjambak rambutnya yang sudah kusut.
Sejak kemarin, Vini tidak pulang ke rumah. Ia sengaja meninggalkan ponsel dan mobilnya di rumah, lalu pergi hanya dengan membawa uang tunai, berusaha agar keberadaannya tidak terlacak oleh Vernando.
"Anak ini tidak boleh celaka sebelum aku mendapatkan posisi nyonya di rumah itu," gumam Vini, mengelus perutnya yang masih rata.
Ia belum memberitahu Vernando tentang kehamilannya saat ia menunjukkan foto USG itu pada Aprilia.
Ia tahu betul, Vernando pasti tidak akan setuju jika ia hamil dan melahirkan anak mereka. Vernando hanya menginginkannya sebagai wanita simpanan, bukan sebagai ibu dari anak-anaknya, dan kini, terbukti, vernando ingin menggugurkan buah hati mereka.
"Aprilia, kau tidak akan pernah mendapatkan hidup tenang," desis Vini dengan nada penuh kebencian.
"Setelah ayahmu, kini Vernando akan menjadi milikku!" Matanya berkilat penuh ambisi.
Ia tidak akan membiarkan Aprilia bahagia. Ia akan merebut semua yang dimiliki Aprilia, termasuk Vernando dan kekayaannya.