NovelToon NovelToon
Marriage Without Love

Marriage Without Love

Status: tamat
Genre:CEO / Tamat
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: Queisha Calandra

Trauma masa lalu, membuat Sean Alarick Aldino enggan mengulangi hal yang dianggapnya sebagai suatu kebodohannya. Karena desakan dari ibundanya yang terus memaksanya untuk menikah dan bahkan berencana menjodohkannya, Sean terpaksa menarik seorang gadis yang tidak lain adalah sekretarisnya dan mengakuinya sebagai calon istri pilihannya.
Di mata Fany, Sean adalah CEO muda dan tampan yang mesum, sehingga ia merasa keberatan untuk pengakuan Sean yang berujung pernikahan dadakan mereka.
Tidak mampu menolak karena sebuah alasan, Fany akhirnya menikah dengan Sean. Meskipun sudah menikah, Fany tetap saja tidak ingin berdekatan dengan Sean selain urusan pekerjaan. Karena trauma di masa lalunya, Sean tidak merasa keberatan dengan keinginan Fany yang tidak ingin berdekatan dengannya.
Bagaimana kisah rumah tangga mereka akan berjalan? Trauma apakah yang membuat Sean menahan diri untuk menjauhi Fany?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queisha Calandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 34.

Fany's POV.

Setiap minggu Sean terus datang ke rumah hanya untuk melihat Hana. Sejak proses perceraian kami selesai, Sean jadi lebih sering menjenguk Hana meskipun hanya akhir pekan saja. Sebenarnya aku merasa keberatan jika Sean terus muncul dihadapanku. Tapi, dia selalu datang atas nama Hana. Dan ia memang tidak bertujuan untuk menemuiku. Aku selalu pergi ke kamarku saat Sean datang.

Hingga saat ini, Usia Hana sudah lima bulan, dia tumbuh menjadi bayi yang menggemaskan. Pipinya yang bulat dan juga badannya yang berisi membuatku ingin mencubitnya karena gemas. Sesekali aku membawa Hana keluar untuk mencari udara segar.

Tapi, siapa sangka aku dan Hana akan bertemu dengan seseorang dari masa laluku? Siapa lagi jika bukan Kevin, sahabat masa kecilku. Ternyata dia masih tinggal di tempat tinggalnya yang dulu setelah ia sukses di Ibu kota.

"Kita ketemu lagi disini." Ujarnya sambil melemparkan senyum.

"Kevin, ya Tuhan, kau disini juga ternyata." Kataku sedikit terkejut mengingat kesibukan Kevin dalam pekerjaannya. Yang kudengar dia jarang pulang karena saking sibuknya bekerja.

"Masih ingat ternyata. Kupikir setelah menikahi pria kaya kau akan lupa sama temanmu." Kata Kevin kemudian menatap bayi dalam gendongan Fany. "Dia anak kalian?" Tanya Kevin.

"Mana mungkin aku bisa lupa? Iya, ini anakku, Hana." Jawabku.

"Perempuan? Cantik sekali." Pujinya.

"Terimakasih." Ucapku. "Bagaimana kau bisa ada disini? Kau tidak bekerja?" Tanyaku mengingat Kevin selama ini bekerja di pusat kota yang jauh dari tempat tinggal kami.

"Aku sudah berhenti bekerja, sekarang aku bekerja di tempat yang tidak jauh dari sini." Jawabnya.

"Itu jauh lebih bagus, kau bisa bertemu dengan keluargamu setiap hari." Kataku.

"Kamu, berapa lama kamu akan tinggal disini?" Tanyanya sambil memainkan pipi Hana dengan ibu jarinya.

"Seterusnya, aku aja tinggal disini." Jawabku.

"Kenapa? Bukankah pekerjaan suamimu sangat jauh dari sini?" Tanya Kevin terdengar heran.

"Kami sudah berpisah." Jawabku jujur.

"Berpisah? Kenapa? Kau bercanda kan?" Tanyanya seolah ia tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Aku menggelengkan kepalaku menolak bahwa aku sedang bercanda.

"Tidak. Kami memang sudah tidak memiliki kecocokan lagi. Dia memiliki wanita idaman lain." Jawabku.

"Aku sudah menduga hal ini akan terjadi, kalian memang tidak bisa bersama. Pria brengsek itu sama sekali tidak pantas untuk bersamamu." Ucapnya seakan ia sudah mengenal Sean cukup lama. Padahal aku sangat yakin bahwa mereka belum mengenal satu sama lain. Bahkan aku berani bertaruh bahwa mereka baru bertemu satu kali waktu itu.

"Sudahlah, aku tidak ingin membahas dia lagi." Kataku menghentikan omongan yang mungkin akan mengorek lukaku kembali.

"Maaf, jadi sekarang apa rencanamu?" Tanyanya.

"Rencana? Aku belum memikirkannya. Yang kuinginkan sekarang adalah merawat Hana dengan baik." Jawabku. "Oh iya, Maaf aku harus segera pulang. Aku sudah cukup lama disini, Hana juga harus tidur. Aku pulang dulu!" Lanjutku pamit.

"Aku akan mengantarmu sampai depan rumah. Untuk memastikan kalian tidak mengalami kesulitan." Ujarnya antusias.

"Terimakasih." Ucapku. Dia tersenyum sebelum akhirnya kami meninggalkan tempat itu.

.........

Aku baru saja masuk ke dalam rumah. Kevin benar-benar hanya mengantarku sampai di depan rumahku saja. Ia juga tidak mampir karena khawatir mengganggu istirahat Hana. Dia memang pria yang baik dan pengertian sejak dulu. Andai saja aku dan Sean tidak pernah menikah, mungkin aku tidak akan secanggung ini padanya.

"Sean baru saja pulang. Kalian darimana saja?" Tanya ibu yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Jalan-jalan di luar bu, dia kesini lagi?" jawabku disusul tanya. Rasanya Sean sudah seperti orang gila yang terus datang dan pergi hanya untuk menjenguk Hana.

"Ya, dia mengantar beberapa kaleng susu untuk Hana seperti biasanya." Jawab Ibu.

"Lain kali, tolong katakan padanya bahwa ia tidak perlu lagi mengirim susu buat Hana. Dia sudah cukup memberikan jatah bulanan pada Hana." Ucapku.

"Fany, kaulah yang seharusnya mendengarkan ibumu!" Ucap Ibu.

"Maksud ibu? " Tanyaku.

"Sean begitu peduli terhadap Hana, dan sepertinya juga peduli terhadapmu. Dia rela tidak menemuimu meskipun hatinya sangat ingin melihatmu. Itu semua karena kau yang mengatakan tidak ingin bertemu dengannya. Tidakkah kau ingin rujuk dengan nak Sean?" Aku tidak tahu bagaimana ibu bisa berfikiran seperti itu. Aku bahkan tidak pernah berfikir akan memaafkan Sean. Bagaimana ibu bisa begitu mudah menerima pria yang sudah mempermainkan putrinya sendiri?

"Bu, aku tidak tertarik tentang hal itu. Bagiku, apapun yang dilakukan Sean tetaplah sebuah kesalahan. Aku tidak pernah bisa melihat kebaikan yang ia lakukan." Kataku.

"Fany-"

"Bu, jika hanya ingin membahas dia, jawabanku tetap sama." Potongku. "Maaf, bu. Aku tidak bermaksud melawan, tapi aku benar-benar sudah tidak ingin lagi bersama Sean." Sambungku. Kemudian aku pergi ke kamar untuk menidurkan Hana.

Yah, benar. Sean. Aku tidak ingin lagi hidup bersamanya. Dia juga pasti akan jauh lebih bahagia bersama cinta masa lalunya.

.......

Sean's POV.

Seminggu tidak melihat Hana, rasanya seperti sepuluh tahun. Terakhir kali aku berkunjung, Fany sedang membawanya keluar. Rasanya aku ingin mencari kemana Fany membawa Hana pergi. Hanya saja, jika aku sampai menemukan mereka dan bertemu Fany secara langsung, hal itu hanya akan membuat Fany semakin membenciku. Aku hanya menunggu waktu yang tepat sampai Fany mau bertemu denganku lagi.

Hubungan kami memang sudah berakhir. Tapi, aku masih merasa Fany adalah istriku. Mungkin itu karena dia telah melahirkan anakku. Ya Tuhan, aku baru menyadari betapa bodohnya aku karena selama ini telah menyia-nyiakan wanita yang begitu berharga dalam hidupku. Wanita yang rela bertaruh nyawa melahirkan putriku.

Mungkin aku tidak bisa menemui Hana akhir minggu ini karena ada pekerjaan yang sangat penting yang tidak bisa kutinggalkan, seminggu lagi, rasanya aku tidak yakin aku bisa melewatinya dengan baik. Aku pasti akan sangat merindukan Hana. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku tetap harus menahan rinduku terlebih dulu.

Untuk Arinka, Aku telah meminta seseorang untuk menyelidiki apa yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan. Mulai dari alasan dia pergi dan juga tentang penyebab ia keguguran. Aku dan Arinka memang sudah berpisah. Tapi, sepertinya Arinka masih belum rela. Seakan ia tidak akan menyerah untuk mendapatkanku kembali. Akan tetapi, hatiku sudah kuserahkan sepenuhnya pada wanita yang kini sedang membenciku bahkan tidak segan untuk melontarkan sumpah serapahnya padaku jika aku sampai ada di hadapannya.

Aku tahu, Fany tetap tidak akan memaafkanku dalam waktu dekat. Tapi, aku akan terus berjuang untuk mendapatkan maafnya. Entah bagaimana pun caranya.

"Sean, aku ingin bicara."

Pintu ruanganku terbuka dan memperlihatkan Arinka yang sampai saat ini masih menjadi sekretarisku. Aku tidak mengeluarkannya dari pekerjaannya karena aku masih menghormatinya sebagai wanita yang pernah mengisi hatiku.

"Ada apa? Jika tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, sebaiknya kau keluar saja!" Kataku. Ini sudah yang kesekian kalinya ia menggangguku dengan membicarakan tentang perasaannya. Aku tahu, aku juga bersalah padanya. Tapi, sekarang aku memang sudah terlanjur memberikan seluruh hatiku pada Fany dan Hana. Selain mommy dan mereka bertiga, tidak ada wanita lain lagi.

"Sean. Akhir minggu ini, kau ada waktu kan?" Tanyanya.

"Aku akan pergi keluar negeri besok pagi." Jawabku.

"Kalau minggu depannya lagi?"

"Aku akan menemui anakku." Jawabku singkat.

"Sean, kau tidak punya waktu untukku sehari saja? Dulu kau tidak begini." Tanyanya.

"Maaf, Arinka. Dulu dan sekarang sudah berbeda. Aku sudah mempunyai Hana. Aku tidak ingin membuat Hana merasa tidak punya ayah." Jawabku. Jika aku sampai jatuh kembali ke pelukan Arinka, aku tidak yakin bahwa aku akan lebih mudah untuk menemui Hana kelak.

"Sean, aku bisa memberikanmu anak lagi. Beri aku kesempatan sekali lagi!" Ujarnya lagi.

"Aku tidak ingin mengulangi kesalahan besar itu lagi." Jawabku.

"Kesalahan besar?" Ia menatapku dengan penuh tanda tanya. "Apa mencintaiku adalah kesalahan besar?" Tanyanya kali ini dengan nada kecewa.

"Sekarang, aku rasa iya." Jawabku.

"Sean, kau harusnya tidak lupa kalau kita pernah hampir punya anak. Seharusnya kau juga bertanggungjawab untuk masa depanku!" Ujarnya lagi.

"Aku tidak lupa. Dan itu hanya hampir. Nyatanya aku tidak pernah punya anak denganmu." Kataku. "Dan satu lagi, kau juga harus ingat bahwa aku bukanlah pria pertamamu. Dan bukan juga pria satu-satunya yang tidur denganmu. Jadi, bayi malang itu belum tentu milikku." Imbuhku membuat dia merubah raut wajahnya menjadi lebih tegang.

"Ap-apa yang kau katakan? Kau menuduhku berselingkuh darimu?" Tanyanya. "Kaulah yang berselingkuh, kau menikahi wanita lain disaat hubungan kita belum berakhir." Ujarnya lagi .

"Hubungan kita tentu saja sudah berakhir saat kau tega menggugurkan anak tidak berdosa itu. Jika itu anakku, kau tidak akan mungkin membunuhnya, bukan? Jadi apa kau mempunyai hal-hal yang bisa membelamu sekarang?" Sinisku. Informasi yang kudapat dari orang kepercayaanku ternyata memang benar. nyatanya Arinka begitu terkejut mendengar semua yang kukatakan.

"Sean, kau menuduhku membunuh anakmu?" Tanyanya sambil mulai terisak.

"Aku tidak menuduhmu. Yang kukatakan adalah nyata. Kau perlu bukti?" Sinisku lagi sambil melempar beberapa lebar kertas yang kudapat dari rumah sakit dimana Arinka melakukan aborsi. "Apa kau masih ingin mengelak?" Tanyaku.

"Sean-"

"Keluar!" Usirku. Tanpa menjawab, ia pergi begitu saja.

Satu masalah selesai, tapi aku juga tidak tahu apakah akan ada masalah berikutnya atau tidak. Kuharap, wanita itu sudah jera membuat masalah.

Bersambung.....

1
Drezzlle
aku mampir nih kak
Queisha Calandra: terimakasih....!❣️❣️❣️❣️
total 1 replies
iqbal nasution
menarrikk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!