NovelToon NovelToon
Benih Pahit Berbuah Manis

Benih Pahit Berbuah Manis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Seiring Waktu / Menikah Karena Anak
Popularitas:33.5k
Nilai: 5
Nama Author: Volis

Shanaira Monard tumbuh dalam keluarga kaya raya, namun cintanya tak pernah benar-benar tumbuh di sana. Dicintai oleh neneknya, tapi dibenci oleh ayah kandungnya, ia menjalani hidup dalam sepi dan tekanan. Ditengah itu ada Ethan, kekasih masa kecil yang menjadi penyemangatnya yang membuatnya tetap tersenyum. Saat calon suaminya, Ethan Renault malah menikahi adik tirinya di hari pernikahan mereka, dunia Shanaira runtuh. Lebih menyakitkan lagi, ia harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya tengah mengandung anak dari malam satu-satunya yang tidak pernah ia rencanakan, bersama pria asing yang bahkan ia tak tahu siapa.

Pernikahannya dengan Ethan batal. Namanya tercoreng. Keluarganya murka. Tapi ketika Karenin, pria malam itu muncul dan menunjukkan tanggung jawab, Shanaira diberi pilihan untuk memulai kembali hidupnya. Bukan sebagai gadis yang dikasihani, tapi sebagai istri dari pria asing yang justru memberinya rasa aman.

Yuk ikuti kisah Shanaira memulai hidup baru ditengah luka lama!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34. Tangis Sedih

Pintu lift terbuka dengan bunyi lembut dan Claira melangkah keluar, tumit sepatunya berderak pelan menapaki lantai marmer hotel. Tangannya sibuk merapikan scarf di leher ketika langkahnya terhenti mendadak.

Di ujung lorong, hanya beberapa meter dari tempatnya berdiri, ia melihat dua sosok yang tak asing: Ethan dan... Shanaira.

Claira segera bersembunyi di balik salah satu pot besar berisi tanaman hias, hatinya mencelos. Awalnya, ia hanya berniat menyusul Ethan seperti yang disarankan ibu mertuanya, berharap bisa memperbaiki hubungan mereka yang terasa hambar sejak pernikahan. Tapi siapa sangka, ia justru menemukan kenyataan yang jauh lebih menyakitkan.

Dari tempatnya bersembunyi, Claira bisa dengan jelas mendengar setiap kata.

"Kenapa tidak kamu gugurkan saja anak itu?"

"Kalau kamu lakukan itu, kita bisa kembali seperti dulu."

"Aku akan bicara dengan orang tuaku. Aku akan ceraikan Claira."

Suara Ethan terdengar mantap, tanpa ragu. Dan di saat itulah, hati Claira runtuh.

Air matanya menitik tanpa bisa dicegah. Tangannya mengepal, bibirnya bergetar. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Ethan berbicara tentang menceraikannya... seolah ia bukan siapa-siapa?

Pandangan matanya beralih pada Shanaira yang berdiri di depan pintu kamar. Tatapan Claira mengeras, berubah menjadi sembilu penuh kebencian. Lagi-lagi wanita itu.

Selalu wanita itu.

Dari dulu Shanaira selalu mengambil semuanya darinya. Saat di rumah, Oma lebih menyayangi Shanaira. Semua hadiah istimewa selalu jatuh ke tangan Shanaira. Bahkan ketika Claira berusaha tampil baik, tetap saja Oma lebih memperhatikan cucu pertamanya itu.

Saat sekolah, orang-orang hanya membicarakan betapa pintar dan cantiknya Shanaira. Prestasinya bersinar, bakatnya dipuji, bahkan guru-guru selalu menjadikannya contoh. Sementara Claira? Tak lebih dari bayangan yang terus-menerus tertelan cahaya terang Shanaira.

Dan sekarang... pria yang paling ia perjuangkan pun lebih memilih Shanaira.

Claira menggigit bibir bawahnya. Tidak... Aku tidak akan membiarkan ini terjadi. Jika Shanaira tetap berada di dekat Ethan, cepat atau lambat Ethan akan benar-benar meninggalkannya.

Dia harus menjauhkan mereka.

Jika Shanaira masih bekerja di perusahaan Ethan, itu berarti mereka akan terus bertemu. Akan ada lebih banyak percakapan rahasia, lebih banyak kesempatan untuk memulihkan perasaan mereka yang dulu. Tidak. Itu tidak boleh terjadi.

Claira menghapus air matanya dan menegakkan kepala. Tatapannya berubah tajam, dipenuhi determinasi yang keras.

Shanaira harus pergi. Dia harus berhenti dari perusahaan. Hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan pernikahannya. Dan jika harus memanfaatkan posisinya sebagai istri Ethan untuk menyingkirkan wanita itu, maka ia akan melakukannya.

Karena kali ini... Claira tidak akan kalah lagi.

Melihat pembicaraan mereka berakhir dan Shanaira menutup pintu, Claira segera sadar dan berjalan kembali memasuki lift. Dia tidak ingin bertemu Ethan saat ini, dia ingin tenang.

*****

Pintu tertutup dengan bunyi keras dan hatinya terasa berat, seperti ada sesuatu yang mencengkeram jantungnya. Ia berdiri beberapa saat di belakangnya, mematung, menahan desakan emosi yang menyesakkan dada. Suasana kamar terasa lebih sunyi dari biasanya, seolah meresapi setiap gejolak yang berputar di dalam pikirannya.

Langkah kakinya goyah saat ia kembali menuju tempat tidur. Ia duduk di tepi ranjang, menunduk, dan akhirnya air mata itu jatuh begitu saja—tanpa bisa ditahan lagi.

Tangisnya pecah, terisak dalam diam. Dadanya sesak, bukan hanya karena ucapan Ethan yang begitu mudah menyarankan menggugurkan anaknya, tetapi karena luka lama kembali terbuka.

Dulu, ia mencintai Ethan sepenuh hati. Ia mempercayainya, bahkan merelakan banyak hal demi hubungan mereka. Namun pada akhirnya, pria itu memilih orang lain—Claira, adik tirinya. Dan sekarang, setelah semua yang terjadi, Ethan datang kembali dan ingin ia membuang anak yang sedang tumbuh di dalam rahimnya, seolah hidupnya bisa diulang seenaknya.

Tangannya meraba perutnya yang masih datar, dan isakannya makin menjadi. “Maaf ya, Nak… Mama janji akan melindungimu, tidak peduli siapa pun yang ingin kamu pergi.…”

Ia memeluk dirinya sendiri, menggenggam selimut dengan kuat seolah mencari pijakan. Wajah Karenin sempat melintas dalam ingatannya—seseorang yang selalu perhatian dan hadir di saat paling menentukan. Tidak seperti Ethan, yang hanya datang ketika semuanya telah terlambat.

Suara denting jam di dinding seolah menjadi latar dari kesendiriannya. Dunia luar berjalan seperti biasa, tapi bagi Shanaira, waktu seakan berhenti dalam kesakitan yang begitu pribadi. Ia tidak tahu berapa lama ia menangis, yang pasti, air mata itu belum sepenuhnya mengering meski pikirannya mulai jernih sedikit demi sedikit.

Ia tahu, ia harus kuat. Bukan hanya untuk dirinya… tapi juga untuk kehidupan kecil yang kini bergantung padanya.

*****

Pintu kamar terbuka perlahan setelah Karenin menempelkan kartu aksesnya. Cahaya hangat dari dalam menyambutnya, namun yang pertama kali menarik perhatiannya bukanlah ketenangan ruangan, melainkan sosok Shanaira yang duduk membungkuk di tepi ranjang—membenamkan wajahnya di antara kedua lutut.

Langkahnya langsung terhenti di ambang pintu. Hatinya mencelos.

Suara isakan pelan terdengar samar, tapi cukup jelas bagi Karenin untuk segera menutup pintu dan melangkah cepat menghampiri. Tanpa ragu, ia berlutut di hadapan Shanaira dan menyentuh bahunya dengan lembut.

"Shanaira," panggilnya pelan namun penuh kekhawatiran. "Kenapa kamu menangis? Apa kamu kesakitan? Sakit di bagian mana?"

Shanaira tidak langsung menjawab, hanya menahan isaknya, lalu menggeleng perlahan. Karenin menatap wajahnya yang masih tersembunyi, mencoba menahan rasa cemas yang mulai merayap ke dadanya. Ia mengusap punggung Shanaira dengan perlahan, penuh kesabaran.

"Kalau kamu nggak mau bicara sekarang nggak apa-apa, tapi tolong jangan pendam sendiri. Aku ada di sini. Kamu bisa cerita kapan pun kamu siap."

"Kamu ingat. Kamu masih hamil. Ibu hamil tidak boleh stress. Akan buruk jika bayinya juga terpengaruh." Karenin mencoba membujuk Shanaira dengan mungkin bayi itu, mungkin hal itu dapat menarik perhatian Shanaira dan berhenti menangis.

Mendegar ucapan Karenin tentang bayinya, Shanaira sedikit sadar. Apa yang dikatakan pria itu benar. Dia tidak boleh seperti ini, karena itu akan mempengaruhi bayi dalam kandungannya.

Shanaira menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri di antara sesaknya tangis yang masih tersisa. Perlahan ia mengangkat wajahnya, menatap Karenin dengan mata sembap dan merah. Ada luka yang dalam di sorot matanya, yang bahkan belum sempat ia ucapkan.

"Ada yang menyakitimu?" tanya Karenin lagi, nadanya lebih lembut, namun terlihat jelas bahwa ia menahan emosi dan kekhawatiran yang besar. "Atau... seseorang?"

Karenin teringat Claira, adik Shanaira yang bertemu dengannya di lobi hotel tadi. Apakah dia datang dan mengatakan sesuatu yang membuat Shanaira sedih.

Shanaira hanya memandangnya tanpa menjawab. Dan saat itulah Karenin tahu—apa pun yang terjadi, itu bukan karena rasa sakit fisik. Tapi luka di hati.

Seberapa besar kepercayaan yang Shanaira berikan pada orang itu sehingga bisa membuatnya menunjukkan tatapan hancur seperti itu. Seakan dunianya akan runtuh hanya dengan sentuhan sedikit saja.

1
Dlaaa FM
Lanjutannnnnnn
kalea rizuky
karenin good boy
Dlaaa FM
Lanjutannnnnnn
Myra Myra
dah terlambat
Asih Merta
kereeennn
Jane
Karenine …. Greaaattttt 🥰🥰🥰 Thank you thor 🙏🏻
Sri Solehhati
ceritanya seru
Sri Solehhati
keren suami siaga,,,, semangat
Sri Solehhati
kejam bgt ,semoga cepat terkuak ,,
ThinkerBells
Gak nyangka ceritanya bagus sejauh ini udah baca part 50up tiap part nya bikin panasaran deg-degan. Penulis santai banget bawa alurnya gak banyak percakapan tapi feel nya tetep dapet. Love banget sama karakter Shanaira dan Karenin meski alurnya lambat bikin gemesss tapi tetep nagih mau baca 😭😭😭 semoga bisa triple update yaaaa suka banget jadi kepo 😍😍😍😍😍 sebenernya ini adalah cerita yah pada umumnya tapi seriuss seru banget baca nya bikin nagih penasaran harap2 cemasss gueee 🤣🤣🤣
kalea rizuky
uda g usa kerja ada suami gt mentingin bayi aja lah bodoh
Rewind frederiksen
iya sihhhh
Asih Merta
terlalu berbelit2 ud keluar aja kasihan bayinya.
asihh..💖
perasaan shanaira kerja nya cm tdur makan doank
Asih Merta
ud memundurkan diri aja dari sana kamu kan lagi hamil tar terjadi apa apa lagi
Uthie
menarik 👍
Uthie
Coba mampir 👍
Dlaaa FM
Lanjutannnnnnn
kalea rizuky
lanjut donkk bagus lo
kalea rizuky
cla qm. itu jalang sok playing victim deh paling qm yg jebak kan dasar uler
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!