Lin Muwan terkubur di makam kuno Permaisuri Qing dari Era Jingyuan yang tidak dikenal ketika menjalankan misi mencari jejak sejarah.
Namun, dia kemudian terbangun di tubuh selir Pangeran Kesembilan Dinasti Jing yang dibenci karena merupakan keturunan pemberontak. Lin Muwan kemudian menyadari bahwa dia datang ke masa saat Permaisuri Qing hidup.
Plum dan aprikot yang mekar di taman adalah kesukaannya, namun kehidupan yang bagus bukan miliknya. Hidupnya di ujung tanduk karena harus menghadapi sikap suaminya yang sangat membencinya dan masih mencintai cinta pertamanya. Dia juga mau tidak mau terlibat dalam persaingan takhta antara putra Kaisar Jing.
Pangeran Kedua yang lemah lembut, Pangeran Keempat yang penuh siasat, Pangeran Kesembilan yang dingin, siapakah di antara mereka yang akan menjadikannya Permaisuri? Dapatkah dia kembali ke kehidupan asalnya setelah hidupnya di Dinasti Jing berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 11: MENEMUKAN JALAN KELUAR
Ketika Murong Changfeng bangun di pagi harinya, dia mendapati tubuhnya berada sangat dekat dengan perapian yang sudah padam. Arangnya masih mengepulkan asap, tapi bara merahnya sudah tidak lagi terlihat. Terdapat cipratan air di sekitar perapian yang melingkar itu.
“Pangeran Kesembilan, tidurmu sangat baik, ya?”
Nada sindiran itu datang dari depan. Murong Changfeng mendongak untuk melihat sosok Lin Muwan yang sudah bangun lebih awal darinya. Tidak, bukan dia bangun lebih awal, melainkan dia terjaga sepanjang malam sejak dia terbangun terakhir kali.
Lin Muwan tahu pria itu tidak akan menanggapi ocehan ringannya. Dia mengambil pakaian luar yang digunakan sebagai selimut Murong Changfeng, lalu memakainya untuk menutupi tubuhnya. Lin Muwan mendongak menatap langit yang cerah di penghujung musim gugur, lalu mencari arah angin.
“Baiklah, sudah saatnya kita pergi.”
Murong Changfeng menggerakkan kakinya. Sekarang, rasa sakit dari luka panah di kaki kanannya sudah tidak terasa lagi. Mungkin karena sudah sembuh, atau tertekan untuk sementara sehingga Murong Changfeng dapat berjalan normal seperti sebelumnya.
“Sudah lebih baik rupanya. Baguslah kalau kau bisa berjalan normal,” ucap Lin Muwan.
Setelah membereskan sisa api unggun dan merapikan pakaiannya, dia berjalan mendahului Murong Changfeng.
Di belakangnya, Murong Changfeng berjalan dengan langkah teratur. Mereka menyusuri semak belukar dan jalan setapak penuh bebatuan.
Terkadang, mereka harus berpegangan tangan dengan enggan untuk menuruni tanah curam dan tanah yang licin. Murong Changfeng tidak banyak bicara, dia hanya berdehem setiap kali Lin Muwan bertanya dan selebihnya hanya diam mengabaikannya.
“Pangeran Kesembilan, kau sebaiknya menyuruh binatang berbulu datar itu pergi,” ucap Lin Muwan sambil menatap angkasa. Elang gyr milik Murong Changfeng masih mengikuti mereka di udara seolah sedang memantau mereka.
“Dia dapat menuntunmu menuju jalan keluar,” Murong Changfeng hanya berkata singkat.
Elang gyr itu adalah peliharaannya. Kemarin saat dia menerima pemberitahuan dari Zifang, dia sudah tahu bahwa Zifang telah mengirim elang gyr lain untuk mengecoh tentara pimpinan Murong Zhiyang.
Elang gyr yang mengikuti dia dan Lin Muwan sepanjang perjalanan ini adalah elang yang digunakan untuk menuntun mereka menuju jalan keluar dari gunung.
Lin Muwan menggangguk diam-diam. “Memang seorang pangeran, kau lebih berhati-hati dan teliti dalam segala hal.”
Binatang berbulu datar itu masih terbang di udara. Setelah melewati sebuah turunan yang tajam, suara dan bayangan elang gyr menghilang. Lin Muwan dan Murong Changfeng berjalan menuruni bukit, menahan diri agar tidak jatuh berguling ke bawah.
Barulah setelah sampai di tepi, mereka berhenti. Itu adalah sebuah tanah yang datar dengan banyak tumbuhan hijau di atasnya.
Ada sebuah jalan setapak yang dibuat oleh pemburu. Tidak jauh dari tempat Murong Changfeng dan Lin Muwan berdiri, Zifang dan dua pengawal lain berdiri membelakangi mereka.
“Pangeran Kesembilan, akhirnya Anda keluar dari gunung! Kami sudah menunggumu lebih dari satu malam di sini!”
Murong Changfeng tidak bersuara, hanya menggangguk kecil sebagai tanda ia sudah tahu. Lin Muwan sempat melirik bekas perapian yang sudah padam di sekitar tempat Zifang dan dua pengawal lainnya, lalu memverifikasi kalau perkataan Zifang yang menunggu mereka lebih dari satu malam adalah benar.
“Bagaimana situasinya?” tanya Murong Changfeng.
“Selain Pangeran Keempat, Kaisar juga memerintahkan orang-orangnya untuk mencari Pangeran. Kaisar sendiri sudah tiba di istana dengan selamat sehari setelah penyergapan terjadi.”
Murong Changfeng menatap angkasa, memperhatikan cuaca yang lumayan cerah hari ini. Selama beberapa hari berkelana di dalam hutan, cuacanya berpihak padanya.
Setelah melewati hutan belantara dan jalan gunung, Murong Changfeng dapat bernapas lega karena jalan keluar untuknya sudah ditemukan.
Zifang mempersilakan dia naik kereta, namun sebelum Murong Changfeng masuk, dia melirik Lin Muwan yang berdiri di antara mereka. Murong Changfeng juga ikut menatapnya.
Lin Muwan telah membantunya dalam beberapa hari ini, dan dia tidak suka berutang budi. Meski enggan, Murong Changfeng akhirnya berkata, “Biarkan dia satu kereta denganku.”
Zifang mau tidak mau membantu Lin Muwan naik. Tangan wanita itu terasa dingin ketika bersentuhan dan terlihat tidak bertenaga.
Zifang bertanya-tanya apa saja yang telah dilalui oleh Pangeran Kesembilan dengan selirnya selama terjebak dalam hutan.
Dia juga bertanya-tanya apa yang telah dilakukan oleh Lin Muwan sehingga Murong Changfeng bersedia memberinya tumpangan di kereta yang sama di saat situasi memungkinkan mereka untuk bermusuhan selamanya.
Kereta kuda melaju meninggalkan hutan. Saat masuk ke jalan utama, bebatuan terjal mulai berkurang.
Lin Muwan dan Murong Changfeng sama-sama diam dalam kereta, mengabaikan interaksi dan memilih tidak bicara.
Lin Muwan tidak punya kata-kata untuk dibicarakan dengan pria itu. Dia berbalik membelakangi Murong Changfeng, duduk dengan tenang dan mencoba menganggap pria itu tidak ada.
Murong Changfeng juga diam. Luka di kakinya sembuh dalam beberapa hari, dan itu semua berkat Lin Muwan. Tidak dipungkiri pertanyaan besar muncul di hatinya.
Dia sudah dibuat bingung oleh perubahan sikap wanita ini, dan sekarang dia semakin bingung dengan sikap tenang Lin Muwan. Wanita itu bertingkah seolah yang terjadi selama beberapa hari ini tidak pernah terjadi sama sekali.
“Belilah beberapa manisan ketika sampai di kota.”
Zifang di luar kereta berseru, “Ya!” lalu melanjutkan kembali perjalanan. Sebungkus manisan buah dibeli dengan tael kediaman pangeran, lalu berpindah tangan ke dalam kereta. Murong Changfeng mengulurkan tangan, meletakkan bungkusan manisan di kursi kereta.
“Jangan membuatku terlihat jahat karena tidak memberimu makan,” ucapnya.
Lin Muwan meliriknya sebelum mengabaikannya lagi. Dia membuka bungkus manisan, mengambil beberapa untuk disimpan dan dimakan olehnya dan meletakkan kembali sisanya.
“Aku tidak serakah. Satu bungkus penuh manisan buah terlalu banyak untukku.”
Lin Muwan asyik memakan manisannya. Murong Changfeng pada akhirnya memakan manisan yang tersisa meski hatinya kesal.
Wanita sialan ini, dia sudah berbaik hati memberinya makan, tapi dia malah tidak menghabiskannya. Jika itu orang lain, mereka akan sangat bersyukur mendapat belas kasihnya.
Sore hari, kereta memasuki area timur ibukota. Kereta tersebut memasuki area depan kediaman Pangeran Kesembilan, lalu berhenti tepat di depan gerbangnya.
Dua penjaga kediaman berlari membantu mengendalikan kereta. Selain mereka, ada seorang wanita keluar dari dalam kediaman dan ikut bergegas menghampiri.
Itu adalah Zhou Ying. Dia dekat dengan Murong Changfeng, dan telah menunggunya pulang selama berhari-hari.
Murong Changfeng turun dari kereta, kemudian disusul oleh Lin Muwan. Tatapan mata Zhou Ying langsung menyala begitu dia melihat Lin Muwan bersama Murong Changfeng.
Mengapa wanita itu ada di sana? Apakah selama beberapa hari ini wanita itu selalu bersama dengan Murong Changfeng? Tanpa disadari, tangannya tiba-tiba terkepal erat membentuk sebuah tinju.
“Mengapa dia bersamamu?” tanya Zhou Ying pada Murong Chanfeng.
“Apa yang salah?”
“Kau seharusnya membiarkan dia mati di hutan, Pangeran Kesembilan.”
Hati Lin Muwan terasa dingin. Bajingan wanita bernama Zhou Ying itu rupanya masih tidak ingin melepaskannya dan sangat ingin dia mati.
Setiap kali bicara soal kematian, Lin Muwan selalu merasa kedinginan. Dia takut mati, tapi meski dia takut mati, dia tidak bisa mati di tangan para bajingan itu.
Zhou Ying bukan lawannya saat ini. Lin Muwan belum punya cukup tenaga untuk membalas perlakuan Zhou Ying sebelum dia memulihkan kemampuannya.
Lin Muwan refleks berdiri di belakang punggung Murong Changfeng, menyembunyikan dirinya sambil berusaha mengabaikan tatapan penuh intimidasi Zhou Ying.
“Jangan pedulikan dia,” ucap Murong Changfeng. “A Ying, apakah kau datang untuk membicarakan sesuatu?”
“Aku memang ingin membahas sesuatu denganmu.”
Tanpa memedulikan hal lain, Murong Changfeng dan Zhou Ying masuk ke dalam kediaman. Lin Muwan ditinggalkan sendiri di depan gerbang. Ekspresinya tenang meski sebelah alisnya terangkat.
Cih, kedua bajingan itu sama saja. Satunya tidak punya hati dan tidak tahu balas budi, satunya lagi arogan dan sombong. Mereka pasangan yang cocok.
Lin Muwan merasa Murong Changfeng lebih pantas berpasangan dengan Zhou Ying ketimbang dengan Sheng Jiayin karena mereka adalah tipe orang yang sama.
kamu sendiri aja mulut nya lebih jahat sama istri tp manis sama perempuan lain..
kalo aq istri nya, kdrt itu berlaku.. 😂😂😂
baru mampir ,, nyimak sambil baca .. semoga sampai tamat ya Thor
sehat sehat Thor
semangat nulisnya 🥰🥰
sampai gak bisa berkata kata