Gyan Abhiseva Wiguna tengah hidup di fase tenang pasca break up dengan seorang wanita. Hidup yang berwarna berubah monokrom dan monoton.
Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba dia dititipi seorang gadis cantik yang tak lain adalah partner bertengkarnya semasa kecil hingga remaja, Rachella Bumintara Ranendra. Gadis tantrum si ratu drama. Dia tak bisa menolak karena perintah dari singa pusat.
Akankah kehidupan tenangnya akan terganggu? Ataukah kehadiran Achel mampu merubah hidup yang monokrom kembali menjadi lebih berwarna? Atau masih tetap sama karena sang mantanlah pemilik warna hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Pengakuan Hati
Hati wanita mana yang tak tersentuh ketika ada lelaki yang memperjuangkan dirinya mati-matian. Rela terluka demi untuk mereka bersama.
Ditatapnya wajah teduh Rafandra yang mengantarnya keluar dari kamar perawatan atas perintah Gyan. Seulas senyum yang begitu hangat dia berikan pada wajah yang terdapat siluet ketakutan.
"Abang enggak akan lapor ke Abang Er juga Papi Ahjussi."
Dada yang terasa sesak kini terasa begitu lega mendengar ucapan kakak sepupu Gyan. Segera dia memeluk tubuh Rafandra dengan cukup erat.
"Abang enggak pernah lihat Gyan seperti ini sebelumnya."
Pelukan pun Achel kendurkan. Ditatapnya Rafandra dengan cukup dalam. Meminta sebuah penjelasan.
"Kethlyn pun tak pernah diperlakukan seperti ini." Achel terdiam ketika Rafandra menyebut nama mantan Gyan. Ternyata pria itu tahu hubungan mereka.
"Gyan lebih sering menghabiskan waktu dengan William juga berkas berharga," lanjutnya dengan sorot mata penuh arti menatap ke arah gadis cantik yang serius mendengarkan.
"Punya pacar, tapi selalu dianggurkan."
.
Sesekali Radja Elang melirik ke arah Achel yang terus terdiam di dalam mobil. Mimik wajah seperti itu baru pertama kali Radja Elang lihat.
"Kalau emang sayang kenapa harus menyerah di saat belum berjuang?"
Achel terhenyak mendengar kalimat yang terucap dari seseorang yang tengah fokus pada jalanan. Ditatapnya Radja Elang yang menunjukkan wajah datar seperti biasa.
"Jangan jadi manusia berotak kerdil. Ngambil keputusan kayak anak kecil."
Kalimat itu begitu menampar Achel. Remaja lelaki itu sepertinya sudah tahu tentang dirinya dan Gyan. Namun, remaja itu terus terdiam ketika Achel menimpali ucapannya. Cukup kalimat itu yang dia berikan.
Bergelut dengan pikirannya sendiri. Kalimat Rafandra juga Radja Elang berputar di kepala. Dia hanya bisa menghembuskan napas kasar untuk mengurangi kepusingannya. Ponselnya bergetar dan nama lelaki yang babak belur tertera di sana.
"Makasih udah jenguk gua."
"Tugas lu cuma jaga hati dan belajar yang benar. Biarkan gua yang berjuang demi sebuah kebersamaan."
Air mata Achel menetes membaca pesan yang dikirimkan oleh Gyan. Haruskah Gyan berjuang sendiri? Sedangkan dia hanya menunggu.
Keesokan paginya, gadis cantik itu sudah ada di Zenth Corporation. Karyawan yang ada di sana sangat mengenal Achel karena sedari kecil gadis itu sudah sering membuat onar di sana.
"Masuk!"
Erzan terkejut bukan main ketika sang keponakan yang masuk ke ruangannya. Dahinya mengkerut melihat Achel yang menatapnya dengan begitu serius.
"Achel mau bicara sama Wawa."
"Perihal apa?" tanyanya dengan datar. "Wawa ada meeting." Kembali kalimat dingin terlontar.
Gadis cantik yang sewaktu kecil selalu Erzan manjakan kini sudah berjalan ke arahnya yang tengah duduk di kursi kebesaran.
"Achel hanya butuh penjelasan kenapa Wawa tega pukulin Kak Gyan?" Matanya sudah memerah dan mulai berair. Sedangkan Erzan masih dengan wajah semula. Seakan tak peduli dengan gadis yang menahan tangis di depannya.
"Kamu ingat apa yang pernah Wawa katakan ketika di mobil setelah menjemput kamu?"
Ingatan Achel mulai berputar. Seketika dia pun membeku dengan air mata yang ingin sekali terjatuh.
"Akan Wawa cari sampai ke LUBANG SEMUT SEKALIPUN TANPA TERKECUALI," lanjutnya dengan penuh penekanan.
Mulut Achel terkatup rapat. Dia lupa jikalau keluarganya masih mengawasi. Sudah pasti apa yang Gyan dan dirinya lakukan sudah mereka ketahui.
"Ingat, Chel. Kalian saudara."
Air mata Achel menetes ketika mendengar kalimat tersebut. Dia mematung dengan mulut yang tekunci. Dan Erzan memilih untuk pergi dari sana. Tak ingin mengiba kepada keponakannya.
"Kalau Achel dan Kak Gyan saudara. Untuk apa Kak Gyan mau berjuang untuk hubungan kita berdua?"
Langkah Erzan terhenti. Perlahan dia memutar tubuh dan wajah Achel sudah basah dengan air mata.
"Kalau lampu merah sudah menyala. Tak akan mungkin Kak Gyan mau membuang waktu serta mau membuang nyawa sia-sia untuk ini. Sampai rela terkulai tak berdaya dipukuli Wawa." Suara Achel bergetar.
Semalaman Achel merenungi semuanya. Dan dia menemukan jawaban atas sikap Gyan kepadanya. Biarkan dibilang terlalu percaya diri. Tapi, itulah yang dia temukan dari perenungan antara logika dan hati.
"Achel sayang Kak Gyan, Wa."
Pengakuan hati disertai tumpahnya air mata yang cukup banyak. Namun, pria dingin itu masih bergeming di tempatnya.
"Cuci muka! Lalu, pulang!" titah Erzan tanpa iba sedikit pun. "Wawa ada meeting."
Tubuh Achel pun luruh ke lantai setelah Erzan keluar. Menangis sesenggukan dengan air mata yang sudah sangat tak tertahan. Pintu ruangan terbuka. Achel kira sang paman. Ternyata bukan. Pelukan hangat yang didapat membuat bulir bening kembali terjatuh.
"Ngapain ke sini? Gua udah bilang, kan. Biar gua aja yang berjuang. Lu cukup tunggu."
Achel menggeleng pelan. Dia menatap wajah Gyan dengan begitu lekat. Wajah tampan yang dipenuhi luka lebam.
"Achel mau ikut berjuang. Achel enggak mau lihat Kak Gy terluka dan lelah sendirian."
...*** BERSAMBUNG ***...
Setelah baca langsung tinggalkan komentarnya, ya. Insyaallah udah mulai up rutin lagi. Yang penting komen kenceng
ayooo jawab chell ......
ernuangan mereka tak sia2.
kwtylysan dn kesabaran membuah kan hasil ygdiingin kan.
ayo...terima achel ini yang kau mau dan yang ditunggu ayo...