Kisah ber-genre fantasi yang menceritakan seorang anak konglomerat di suatu negara yang terjebak hubungan dengan dosennya sendiri. Violia Lavina seorang mahasiswi yang agak "unik" yang entah bagaimana bisa terjebak dengan dosennya sendiri, Leviandre. Dalam hubungan sakral yakni pernikahan.
Katanya terkait bisnis, bisnis gelap? Unit Pertahanan negara? Politik? SECRETS, mari kita lihat rahasia apa saja yang akan terkuak.
Violia said:
Demen ya pak? Tapi maaf, bapak bukan tipe gw.
And Leviandre said:
Berandalan kayak kamu juga benar-benar bukan tipe saya.
Disclaimer, cerita ini adalah cerita pertama dari sayaa, oleh karena itu isi novel ini jauh dari kata sempurna. Serta cerita ini memiliki alur yang santai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FairyMoo_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter Thirty Four
Levi tertunduk, ia tak tahu apa yang harus dia lakukan. Ia sangat ingin mendengar penjelasan dari Vio, semalam dirinya telah menggila karena ia menemukan Vio dengan lelaki lain dan semakin menjadi-jadi saat Vio tidak kunjung pulang hingga dini hari.
Dirinya telah memikirkan berbagai macam hal tentang Vio yang semuanya mengarah pada hal negatif. Ia sangat-sangat takut bahwa Vio menghabiskan malam dengan lelaki itu, ia sudah seperti orang tidak waras malam tadi.
"Vio sebenernya... bagian dari Unit Pertahanan Negara." Vio menunduk dalam setelah menyatakan kalimat tersebut dengan isak tangisnya. Bahkan menurutnya itu seperti alasan yang tidak masuk akal.
"Apa?" sontak Levi mengangkat wajahnya dan menatap Vio yang tengah menundukkan kepalanya.
Vio mulai menatap lurus pada Levi, ia berusaha memperlihatkan raut wajah seriusnya walaupun dengan keadaan wajahnya yang penuh air mata.
"Apa itu? BIN? Kamu?" heran Levi. "Vio yakin ini terdengar tidak masuk akal, makanya Vio susah untuk menjelaskan ini, sekarang Vio mohon dengerin aja dulu." ujar Vio yang mendapat anggukan ragu dari Levi.
"BIN? Iya, tapi engga." ujar Vio ambigu. Jangankan Levi, Vio saja bingung dengan apa yang dirinya ucapkan.
"Unit pertahanan atau yang biasa kami sebut UNPER ini tidak terikat perundang-undangan negara layaknya BIN dan tugas kita lebih luas dibanding BIN." ujar Vio, jujur ia bingung bagaimana menyampaikan posisinya ini. Levi masih tidak berekspresi, dirinya mencoba mencerna perkataan Vio.
"UNPER sebenarnya sudah cukup lama bekerja di balik layar negara ini. Kamu taukan, presiden kita sangat antusiasme atau sangat terobsesi untuk menjadikan negara ini sempurna. UNPER ini dibangun sendiri oleh presiden kita, dari kumpulan beberapa TNI dan tentu aja BIN termasuk." lanjut Vio, ia mencoba menjelaskan sepelan dan sedetail mungkin.
"Yang mana UNPER ini sengaja dibentuk presiden untuk melenyapkan mafia di Tarvisium. Mafia yang melakukan bisnis gelap yang bahkan tidak manusiawi demi kepentingan sendiri itu merugikan negara sekaligus berpotensi menjadi kecacatan buat negara dengan citra sempurna yang ingin diciptakan presiden." ujar Vio. Levi mulai fokus pada perkataan Vio ini.
"Jadi, UNPER ini bukanlah organisasi yang sah di mata negara, namun presiden beserta perangkatnya mengesahkan sendiri organisasi ini tanpa terikat perundang-undangan demi menciptakan negara yang sempurna itu. Singkat cerita anggota UNPER ini telah memiliki keterbatasan dalam pergerakannya, jadi mereka merekrut pemuda di negara yang lalu dilatih keras selama beberapa tahun. Waktu itu Vio baru masuk SMA dan dalam masa pelatihan itu pemuda yang tidak mampu dan tidak memenuhi syarat di gugurkan sebagai calon organisasi ini. Negara menutup mulut mereka dengan ganjaran dan konsekuensi yang Vio sendiri ngga tahu."
"Intinya Vio lolos dan bergabung dengan organisasi ini. Untuk menyamarkan identitas, kami membuat pekumpulan ini menjadi geng layaknya anak-anak remaja." ucap Vio.
"ILUSIONS?" Vio cukup terkejut dengan kata yang keluar dari mulut Levi, bagaimana Levi tahu nama geng itu pikirnya. "That's right, ko bisa tau?" tanya Vio.
"Saya menebak, saya sering melihat kamu asik dengan grup chat bernamakan ILUSIONS." balas Levi. Ekspresi Vio menunjukkan dirinya mulai jengah dengan kata "saya" yang terus keluar dari mulut suaminya itu.
"Back to topic, jadi tugas utama ILUSIONS ini adalah melenyapkan pasar gelap dan berusaha membasmi para mafia di Travisium. Jadi malam tadi kami sedang menjalankan misi, ke-empat laki-laki yang sama Vio semalam itu adalah rekan Vio. Vio gatau gimana bapak bisa tau kejadian di sana semalam, tapi di sebarang kami yang sedang berkumpul itu ada gang sempit nan gelap yang di depannya terdapat tiga pria, mereka adalah bawahan orang yang kami incar. Semua yang bapak liat di festival itu adalah bagian misi kami, entah mungkin mereka merasakan bahwa kami mengincar mereka atau bagaimana intinya mereka terus memperhatikan kami, jadilah kami bersandiwara sedemikian rupa. Dan tadi yang di rumah sakit juga hasil dari misi, laki-laki tadi menghalangi peluru yang ditujukan untuk Vio dengan tubuhnya." ucap Vio bercerita panjang lebar, dirinya sengaja mengganti panggilannya untuk sang suami yang mungkin tidak di dengar oleh Levi.
"Ini beneran? Saya ga pernah tahu tentang mafia, pasar gelap dan obsesi presiden yang kamu bilang." ujar Levi, ia tidak mengerti dirinya harus mempercayai Vio atau tidak.
"Berarti mainnya kurang jauh." balas Vio asal, wajahnya sudah kembali seperti sedia kala semua airmata telah lenyap dari pipinya. "Yakan namanya juga rahasia negara, tentu aja dirahasiakan dari warga sipil." ujar Vio melarat perkataan sebelumnya, karena melihat ekspresi serius Levi yang meneliti Vio tajam.
"Mau bukti? Ayo ke kamar sebelah." ajak Vio. Kamar sebelah yakni kamar yang sempat di tempati Vio. Baru saja kemarin Vio pindah dari kamarnya itu. Vio turun dari kasur dan berjalan keluar menuju kamar sebelah. Levi hanya mengikuti dengan diam.
Mereka masuk ke kamar itu, Vio mulai membuka lemarinya dan mengeluarkan kotak dari sana kemudian ia simpan di atas kasur, lanjut dirinya membuka laci meja nakas yang paling bawah dan mengambil kotak yang lebih pipih dibanding kotak sebelumnya.
Vio melambai pada Levi guna menyuruhnya mendekat. Vio membuka kotak yang kecil, di dalamnya terdapat berbagai macam belati dari yang kecil hingga besar. Levi terkejut melihat benda-benda tajam itu apalagi saat ia melihat salah satu pegangan belati berukirkan "Violia Lavina" yang membuktikan bahwa itu adalah barang milik Vio.
Selanjutnya Vio membuka kotak satunya, di dalamnya terdapat koleksi pistol Vio beserta pelurunya. Vio mengeluarkan semua barang di kotak besar itu ke kasur agar terlihat kebih jelas. Disana terdapat pistol beserta peluru, sabuk Vio, vest anti peluru, alat pelacak, kamera mikro, dan benda-benda kecil lainnya serta obat di botol-botol kecil yang Levi tidak tahu kegunaannya.
Mata Levi membesar dan bergetar, dirinya menatap Vio penuh dan terduduk di tepi kasur menghadap Vio yang tengah berdiri. "Mau bukti lain? Vio bisa liatin isi room chat ILUSIONS." tawar Vio lagi, dirinya bertekad untuk membuat Levi percaya padanya. Levi menggeleng lemah, ia menatap Vio yang berdiri di depannya.
"But, why? Ini hal yang bahaya banget Vio, kamu sadarkan? Kamu perempuan Vi." ujar Levi seraya meraih dan mengenggam tangan Vio yang sangat kecil dan kurus dibanding tangannya. Levi tidak pernah membayangkan bahwa tangan kecil itu telah bermain benda tajam seperti belati dan pistol selama ini.
"Kenapa remaja-remaja seperti kalian dulu berpikiran untuk masuk ke dunia itu?" tambahnya. "Gajinya besar lho." balas Vio asal untuk mencairkan suasana, dirinya tidak nyaman dengan suasana serius ini.
"Hanya karna uang? Kamu udah kaya dari lahir Vi, gamungkin kamu gatau." ujar Levi mengingatkan gadis di depannya itu. "Sebenernya kami gaada yang mikirin uang waktu itu, entahlah semua terjadi gitu aja." balas Vio.
"Aku menceritakan ini bukan untuk diinterogasi, dipojokkan, dilarang, dan sebagainya. Ini pure untuk meluruskan masalah kita, masalah semalam. Ini semua sudah terjadi jauh sebelum kita mengenal dan seperti sekarang, dan yang paling tahu tentang diri kita adalah diri kita sendiri. Aku tahu kemampuan aku, aku paham lebih dari siapapun, itu sebabnya aku lolos pelatihan ekstrem dan berada di sini sampai detik ini. Maaf sebelumnya, tapi masalah ini gabisa di ganggu lagi, sudah terlanjur seperti ini. Dan Aku harap kamu membawa rahasia yang very important for our country and I'm of course, hingga akhir hayat." ujar Vio serius dengan senyum tipis di akhir kalimatnya. Vio, bukan layaknya dirinya sendiri, Levi cukup tertegun mendengar perkataan dan Violia yang ada di depannya ini.
"Nah udah kan? Awas Vio mau rapiin ini lagi." ujar Vio kembali ke setelan awal. Levi berdiri dan Vio mengemas kembali barangnya. Setelah itu Levi mengajaknya turun untuk sarapan. Vio memperhatikan Levi memasak seperti biasa sambil ngemil buah. Setelah selesai mereka pergi ke meja makan dan makan di sana.
"Kemarin malam saya-" Levi yang baru saja buka mulut dipotong cepat oleh Vio. "Apa? Bapak kenapa kemarin malam?" ucapnya tanpa ekspresi sedikitpun.
"Kok bapak?" simak Levi yang baru menyadari bahwa Vio kembali memanggilnya seperti dahulu. "Kok saya?" balas Vio dengan pertanyaan yang sama. Levi terkekeh kecil mendengarnya.
"Kemarin malam mas sampai di sini sekitaran jam 7 gitu karena masalah itu selesai lebih cepat dari yang diperkirakan, terus mas tertarik mampir ke festival itu buat beliin kamu sesuatu." ujar Levi melarat kalimat sebelumnya. "Saya kaget banget liat kamu di sana dengan laki-laki lain, setelah itu ada beberapa mahasiswa yang nyapa saya, saya berbalik sebentar dan saat liat kearah kamu lagi udah ga ada siapa-siapa, kalian lenyap gitu aja." sambungnya yang mulai menceritakan bagaimana dirinya tahu akan kegiatan Vio di festival semalam.
"Syukur mas ngga ngereog di sana Vi." ucapnya dengan wajah serius menatap Vio. Vio yang melihat itu merasa aneh dengan makhluk di depannya itu. "Kalo becanda ekspresinya ga gitu ya! Kalo mas ngereog di sana Vio bakalan pura-pura ga kenal, yakali di kira Vio memelihara orang gila?" ujarnya santai dan melanjut makannya.
Levi membawa makanannya dan pindah duduk ke samping Vio. "Kamu ngatain mas apa tadi?" tanya Levi. Vio menoleh ke samping dan melihat wajah suaminya sangat dekat di depannya seketika jantung Vio mulai tantrum sendiri.
"Nggaa Vio ga ngomong apa-apa." ujarnya cepat dan kembali menyuap makanannya.
Levi terkekeh dan menarik dagu Vio guna dapat melihat wajah yang menjadi candunya itu. Levi mendekat dan mengecup Vio cepat, dari kecupan itu mulai berubah menjadi lumatan, Levi memaksa Vio membuka mulutnya dengan meremas pinggangnya dan menggigit bibir sang istri.
Levi melepaskan tautannya setelah beberapa saat dan menyerka bekasnya di bibir Vio. "Makanan dari mulut kamu lebih enak ternyata, mau lagi ya?" bisik Levi di depan wajah Vio.
Sontak hal itu membuat wajah Vio merah padam. "APA-APAAN?!" teriak Vio reflek memukul kuat dada Levi. Vio bangkit dari duduknya dan lari naik ke kamarnya- ah larat kamar mereka.
...»»---->To Be Continued<----««...
...Hai haii~ di beberapa chapter sebelumnya aku lagi males buat ngetik pesan di akhir hehe~...
...Update terkini, sampai di titik ini SECRETS masih sepi banget....
...Aku harap suatu hari nanti di sini bakalan banyak komenan, saran, dan dukungan dari para readers....
...Bye byee~ see you in the next part👋🏻...