Lana Croft, seorang mahasiswi biasa, tiba-tiba terbangun sebagai tokoh antagonis kaya raya dalam novel zombie apokaliptik yang baru dibacanya. Tak hanya mewarisi kekayaan dan wajah "Campus Goddess" yang mencolok, ia juga mewarisi takdir kematian mengerikan: dilempar ke gerombolan zombie oleh pemeran utama pria.
Karena itu dia membuat rencana menjauhi tokoh dalam novel. Namun, takdir mempermainkannya. Saat kabut virus menyelimuti dunia, Lana justru terjebak satu atap dengan pemeran utama pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
Lana menyimak dengan mata berbinar saat Kael membimbingnya. Pada awalnya, setiap tembakan meleset jauh, tetapi dengan Kael di belakangnya—lengan tegapnya melingkari pinggang Lana, tangannya yang bersarung kulit menahan pergelangan tangan Lana—gadis itu perlahan menemukan ritmenya. Setelah dua jam latihan yang intens, Lana berhasil menembakkan enam dari sepuluh peluru ke target.
Kael, melihat Lana mulai kelelahan, mengakhiri sesi itu.
Malam harinya, setelah makan malam, Lana duduk di sofa, bersandar di dada Kael, memainkan kapalan di tangan pria itu. Kael memeluk pinggang Lana, matanya yang gelap memancarkan kehangatan yang mendalam.
"Lana, besok ada misi penting yang harus kulakukan secara pribadi," ujar Kael, nada suaranya berubah menjadi serius. "Kita harus pergi ke Portland Bio-Dome, sebuah fasilitas penelitian di kota yang jauh. Sinyal darurat mereka mengindikasikan bahwa ilmuwan penting dan data penelitian serum masih terperangkap di sana. Ini misi prioritas Enklave."
Lana merasakan jantungnya tenggelam. Ia tahu betapa bahayanya Portland.
"Kau tidak berencana membawaku, kan?" Lana mencoba menutupi rasa kecewanya. Ia tahu ia masih lemah. "Tidak apa-apa, Kakak. Aku akan berlatih di sini bersama Riley. Aku mengerti, aku hanya akan menjadi beban."
Kael membalikkan tubuh Lana, menatapnya lurus. Ia mengusap pipi Lana.
"Kau pikir aku peduli dengan beban?" Kael berbisik, nadanya frustrasi. "Tentu saja aku ingin membawamu, Sayang. Aku tidak tenang meninggalkanmu di sini. Kau adalah jimat keberuntunganku. Dan aku tidak yakin aku bisa fokus memimpin misi berbahaya jika aku tidak bisa melihatmu di sisiku."
Lana terkejut. Kael mengakui ketergantungannya padanya. Rasa bahagia yang meluap segera menggantikan kekecewaannya.
"Aku akan ikut! Aku janji tidak akan merepotkan!" seru Lana.
Kael tersenyum, senyum yang begitu mematikan.
Keesokan paginya, Aula Misi utama di Markas Komando Enklave dipenuhi keramaian. Selain tim Vanguard (Kael, Lana, Lucas, Riley, Alex, Mike, Ben, Sam), ada tiga tim tentara bayaran lainnya yang disewa untuk misi penyelamatan berisiko tinggi ini.
Tim-tim itu adalah: Fenrir Squad (dipimpin oleh Captain Ryder, seorang pria pirang dan tegas), Tempest Squad (dipimpin oleh Captain Silas, seorang veteran bertubuh besar), dan Phoenix Squad.
Lana melihat ke arah Phoenix Squad. Di sana, Chloe Vance berdiri di samping rekan timnya, mengenakan pakaian tempur yang tampak baru. Chloe telah berhasil mendapatkan posisi dalam misi ini, sebuah tanda ambisinya.
Banyak mata pria di aula itu terpaku pada Lana. Lana, dengan kecantikannya yang mencolok dan aura kemewahan yang sulit disembunyikan, adalah daya tarik yang kuat. Namun, Lana juga memperhatikan betapa banyak perhatian yang didapat Chloe—sebuah kecantikan yang lembut, memancarkan aura polos dan spiritual yang menarik.
Kael, merasakan pandangan dari Captain Ryder dan bahkan Silas terpaku pada Lana, mengeraskan rahangnya. Ia menarik Lana lebih dekat, memeluk pinggang gadis itu erat-erat.
Ia mencondongkan tubuh ke telinga Lana, suaranya dipenuhi kecemburuan yang mendominasi. "Lihat dirimu. Baru sehari aku melonggarkan pengawasan, kau sudah mengundang semua lalat ini. Berhenti menarik perhatian, Sayang."
Lana menatapnya bingung. "Aku tidak melakukan apa-apa!"
Kael hanya menghela napas, mencium puncak kepala Lana. Ia tahu itu bukan salah Lana. Itu salah kecantikannya.
Ia kemudian melangkah ke mimbar, aura kepemimpinannya segera mengisi ruangan, membungkam semua obrolan.
"Dengarkan baik-baik," perintah Kael, suaranya tenang, tetapi memiliki otoritas absolut. "Misi ini sangat penting untuk masa depan Enklave. Kita akan pergi ke Portland Bio-Dome untuk menyelamatkan Dr. Elias dan data penelitian serum. Ini adalah operasi yang sangat berbahaya. Fenrir, Tempest, dan Phoenix, selama operasi ini, saya adalah Komandan tunggal Anda."
Kael menatap ke tiga Kapten yang menantangnya.
"Satu-satunya persyaratan yang kuminta: Kalian harus mematuhi perintahku tanpa keraguan. Jika ada tim yang tidak bisa menerima ini, kalian boleh mundur sekarang. Kami tidak butuh orang yang mengkhianati komando di tengah pertempuran."
Tiga Kapten itu saling pandang, lalu mengangguk, mengakui kekuatan Kael.
Kael kembali tersenyum, kali ini senyum militernya yang dingin. "Baik. Persiapan dimulai. Kita bergerak dalam tiga jam."
mendengar konpirmasi
jadi
mandengar ucapan itu