Kenneth memutuskan untuk mengasuh Keyra ketika gadis kecil itu ditinggal wafat ayahnya.
Seiring waktu, Keyra pun tumbuh dewasa, kebersamaannya dengan Kenneth ternyata memiliki arti yang special bagi Keyra dewasa.
Kenneth sang duda mapan itupun menyayangi Keyra dengan sepenuh hatinya.
Yuk simak perjalanan romantis mereka🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11. Pengaruh Teman
11
Jam istirahat kedua.
Keyra duduk bersama dua temannya di bawah pohon flamboyan di halaman sekolah.
Mereka makan jajanan sambil mengobrol, namun Keyra terlihat sedikit melamun.
Temannya, Amara, gadis berwajah cerah dengan gaya bicara blak-blakan, tiba-tiba mencondongkan tubuh.
“Key, kamu tuh rugi banget, tahu nggak?”
Keyra berkedip, keluar dari lamunannya.
“Loh? Rugi kenapa?”
Amara dan satu temannya yang lain, Nindy, saling pandang lalu terkekeh.
“Ya ampun… kamu SMA tapi nggak punya pacar, nggak pernah ngerasain deg-degan, kencan diam-diam, cium pipi, atau dipegang siapa gitu.”
Amara menggigit churrosnya sambil menggeleng dramatis.
“Rugi besar!”
Keyra memutar bola matanya.
“Aku sibuk belajar. Lagian belum ada yang cocok.” elaknya.
“Hellooo, Keyra cantik, pintar. Yang naksir kamu tuh banyak. Tinggal pilih. Jangan bego deh.” Nindy menimpali.
Amara menjentikkan jari.
“Kamu tuh tinggal bilang ‘iya’ sama cowok-cowok yang ngegas ke kamu. Yang kemarin aja, yang anak basket itu, duh nggak kamu kasih harapan sedikit pun.”
Keyra menunduk sesaat. Wajahnya memerah, bukan karena malu, tapi karena satu nama muncul di kepalanya.
Dan itu bukan anak basket.
Bukan anak sekolah.
Bukan yang seharusnya.
Amara menatap Keyra lebih dekat.
“Eh… jangan bilang kamu lagi naksir seseorang?”
Jantung Keyra mencelos.
“Enggak!” jawabnya cepat, mungkin terlalu cepat.
Amara menyilangkan tangan.
“Keyra, please. Kamu udah mau tujuh belas tahun. Ini masa paling seru. Masa paling… penuh petualangan.”
Ia merunduk, berbisik nakal.
“Masa-masa ‘eksperimen’. Masa buat tahu gimana rasanya disayang dan disen_tuh cowok beneran.”
Nindy mengangguk antusias.
“Iya lah. Kalau kamu terus dijaga ketat sama Om bule itu...”
Keyra langsung menegakkan badan, wajahnya berubah.
“Dia bukan Om bule. Dia walinya. Namanya Kenneth.”
“Oke, oke,” kata Amara mengangkat tangan, menenangkan. “Tapi justru itu. Kamu terlalu dilindungi. Sampai kapan? Kamu harus coba buka dunia luar, Key.”
Keyra terdiam.
Angin siang berhembus pelan, menyapu rambutnya.
Benarkah ia “rugi”?
Benarkah ia harus mencari pengalaman remaja normal seperti teman-temannya?
Benarkah tidak apa-apa… mencoba sesuatu yang baru?
Amara menyikutnya.
“Key, kalau kamu terus-terusan nempel sama wali kamu kayak anak kecil, kamu bakalan kehilangan masa mudamu.”
Keyra menatap kosong ke halaman.
Kalimat itu menampar hatinya lebih keras dari yang ia kira.
Masa muda…
Atau Ken.
Dua-duanya tidak bisa berjalan bersama.
Dan teman-temannya terus saja mempengaruhinya seperti itu, menceritakan pengalaman mereka saat berpacaran. Membuat Keyra semakin merasa iri saja.
.
Sore hari, setelah pulang sekolah, Keyra duduk di halte kecil dekat minimarket sambil menunggu jemputan. Ia baru saja berpisah dengan teman-temannya, tapi pikirannya penuh.
Ia hampir tidak menyadari ketika seseorang berdiri di depannya.
Rafael.
Cowok tinggi dengan rambut sedikit berantakan itu tersenyum kecil.
“Keyra.”
Keyra terkejut.
“Eh… Rafael? Kamu ngapain di sini?”
“Aku nunggu kamu.”
Rafael memasukkan kedua tangannya ke saku celana, terlihat gugup. “Aku cuma mau tanya… kapan kita bisa jalan bareng lagi?”
Keyra menelan ludah.
Ia tahu ini akan terjadi.
Ia juga tahu alasan ia dulu ‘menggunakan’ Rafael.
“Raf…” Keyra menghela napas. “Kayaknya aku… belum butuh bantuan lagi.”
Rafael mengerutkan dahi.
“Jadi… itu cuma bantuan?”
Ada nada getir di suaranya.
Keyra menunduk, merasa tidak enak.
“Maaf. Aku beneran nggak maksud, tapi aku bisa bayar kamu kok. Maksudku, aku bisa traktir kamu makan atau apa… karena kamu sudah bantu aku waktu itu.”
Rafael menatapnya lama.
Lama sekali.
Hingga Keyra merasa kecil.
“Keyra… aku bukan mau uangmu. Bukan mau traktiran.
Aku beneran suka sama kamu.”
Suara Rafael pecah sedikit.
“Bukan settingan. Bukan pura-pura. Aku… beneran jatuh cinta sama kamu.”
Keyra membeku.
Rafael melanjutkan, langkah kecil mendekat, tapi tidak menyentuh.
“Waktu kamu senyum… aku pikir itu cuma bagian dari drama kecilmu. Tapi lama-lama...” ia menahan napas, “...aku nggak bisa bedain mana pura-pura, mana beneran. Dan aku… aku ketagihan liat kamu.”
Keyra menatap Rafael tanpa suara.
Ini pertama kalinya ada yang berani mengaku seserius itu padanya.
“Key, aku nggak tahu masalahmu apa,” ujar Rafael lembut. “Aku cuma tahu kamu selalu keliatan… kesepian. Dan aku pengen ada di sampingmu. Bukan karena bayaran.”
Angin sore berembus melewati kaki mereka.
Keyra akhirnya membuka suara, lirih…
“Raf… aku nggak bisa. Beneran nggak bisa.”
“Kenapa?”
Rafael memaksa senyum. “Kamu masih ngarepin dia?”
Keyra diam.
Air mata hampir muncul di sudut matanya.
Rafael melangkah mundur pelan ketika melihat itu.
Namun senyumnya tidak hilang, justru menjadi lebih lembut.
“Kalo suatu hari kamu butuh aku,” katanya, “aku ada. Nggak perlu pura-pura pacaran. Nggak perlu alasan. Aku datang kalau kamu manggil.”
Keyra menggigit bibir, menahan emosi yang naik.
“Terima kasih, Rafael.”
“Jaga diri, Keyra.”
Rafael melirik sebentar, menahan perasaannya.
“Aku cuma berharap… siapa pun yang kamu suka… dia juga bisa jaga kamu sebaik itu.”
Keyra terdiam, karena kalimat itu mengenai dadanya seperti peluru.
Sebab orang yang ia suka justru orang yang menjaga dirinya…
Dan Keyra takut kehilangan dia lebih dari siapa pun di dunia ini.
.
Pintu rumah belum sepenuhnya tertutup ketika Keyra mendengar suara asing dari ruang tamu.
Bukan suara Ken.
Bukan suara tetangga.
Suara seorang wanita, kalem, dewasa, tetapi berwibawa.
Keyra mengernyit dan berjalan masuk.
Di ruang tamu, Ken duduk berhadapan dengan seorang wanita paruh baya berpenampilan elegan. Rambutnya digelung rapi, wajahnya anggun namun tegas, seperti seseorang yang terbiasa memberi instruksi dan dihormati banyak orang.
Keduanya menoleh saat Keyra datang.
“Keyra,” sapa Ken sambil tersenyum lembut. “Kamu sudah pulang.”
Keyra memandang wanita itu dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Ini siapa?”
Wanita berwajah tegas itu bangkit, menatap Keyra dengan tatapan menilai tapi tidak merendahkan.
“Namaku Madame Elvira,” ucapnya dengan suara lembut namun tegas. “Mulai hari ini, aku akan membimbingmu.”
Keyra memicingkan mata.
“Membimbing… apa?”
Ken berdiri, mendekat dengan sikap hati-hati.
“Sweetheart, aku ingin mengenalkanmu pada Madame Elvira. Beliau adalah guru kepribadian. Mulai besok, ia akan membantumu belajar etiket, disiplin, cara berbicara, manajemen emosi, dan banyak hal lain.”
Keyra membeku.
“…ha?”
Ia menoleh cepat pada Ken.
“Aku bukan anak kecil lagi! Kenapa perlu guru kepribadian segala?”
Madame Elvira tersenyum tipis, bukan mengejek, melainkan seolah ia sudah sangat terbiasa dengan reaksi remaja.
“Karena kamu bukan lagi anak kecil, maka kamu harus belajar menjadi wanita muda yang anggun dan dewasa.”
Keyra merasakan dadanya ditekan batu besar.
“Ken, serius…?”
Ia tertawa pendek, sinis.
“Aku tuh sibuk sekolah. Banyak tugas. Mau ujian pula. Mana ada waktu buat hal-hal kayak gitu?”
Ken mengusap bahunya lembut.
“Justru karena kamu sibuk, kamu perlu seseorang yang bisa membimbingmu agar fokus dan terarah.”
“No.”
Keyra mundur selangkah, menolak mentah-mentah.
“Aku nggak butuh orang asing masuk rumah dan ngatur-ngatur aku! Apalagi hampir 24 jam? Itu… itu absurd! Aku nggak mau!”
Madame Elvira tidak tersinggung sedikit pun.
Ia menunggu dengan tenang, seperti singa betina sabar menunggu mangsanya kelelahan.
Ken menarik napas panjang.
“Keyra, dengarkan aku sebentar.”
Nada suaranya halus… tapi mengandung ketegasan yang jarang ia keluarkan.
“Aku melakukan ini bukan karena ingin membuatmu tersiksa. Aku ingin kamu tumbuh dengan baik. Belajar hal-hal yang tidak bisa aku ajarkan. Aku ingin kamu punya masa depan yang kuat. Aku ingin kamu mampu menjaga dirimu sendiri.”
Keyra mencibir, menahan emosi yang naik.
“Aku bisa jaga diri sendiri!”
Ken memandang dalam ke matanya.
“Aku tahu kamu mencoba.”
Kalimat itu menghantam Keyra.
Karena ia tahu Ken sedang menyinggung perubahan sikapnya.
Ken tahu sesuatu tidak beres.
Ken tahu ia mulai… tidak stabil.
Tapi Keyra balik menantang.
“Jadi sekarang aku dianggap nggak bisa kontrol diri? Atau apa? Kenapa harus ada wanita aneh ini ngikutin aku seharian?”
“Keyra.” Ken bersuara lembut. “Tidak ada yang salah denganmu. Tapi aku ingin kamu mendapat bimbingan profesional. Seseorang yang bisa mengajari hal-hal yang aku tidak kuasai.”
Keyra menelan emosi pahit.
“Dan kamu nggak tanya pendapatku dulu?”
Ken terdiam sejenak.
Ia sadar itu memang salah.
“Aku minta maaf.”
Ken menatapnya dalam-dalam.
“Tapi aku benar-benar percaya ini baik untukmu.”
Keyra menatap Ken lama.
Ia bisa menerima banyak hal.
Ia bisa menerima nasihat Ken.
Ia bisa menerima larangan-larangannya.
Tapi wanita lain yang berada dekat Ken selama 24 jam?
Tidak.
Dan itu menyakitkan.
Rasanya seperti ada orang yang merebut tempatnya.
Ken mendekat, membelai rambutnya lembut.
“Sweetheart… kamu tidak sendiri. Aku tidak sedang melepasmu. Kamu tetap berada dalam perlindunganku.”
Keyra menggigit bibir keras-keras, menahan marah, takut, cemburu, dan sedih yang bercampur seperti badai.
Madame Elvira lalu berkata lembut,
“Aku tidak akan memaksamu, Keyra. Tapi aku tidak datang untuk menghukummu. Aku datang untuk membantumu menjadi kuat. Kamu tidak harus menyukaiku… setidaknya tidak hari ini.”
Keyra menutup mata sejenak.
Ia ingin berteriak.
Ia ingin memaksa Ken membatalkan ini.
Ia ingin mengamuk seperti anak kecil.
Tapi tatapan Ken tenang, tulus, penuh sayang membuatnya tidak sanggup.
Akhirnya Keyra berbisik lirih…
“Kalau Ken yang minta… aku coba.”
Ken tersenyum lembut.
“Terima kasih, sweetheart.”
Tapi Keyra memalingkan wajah, tidak ingin Ken melihat air matanya jatuh.
Sebab bagi Keyra, ini bukan tentang etiket.
Ini tentang ketakutannya kehilangan tempat di sisi Ken.
Mampukah Keyra menjalaninya?
.
YuKa/ 011225
keburu Keyra digondol Rafael😏
gitu aja terus Ken. sampe Keyra berhenti mengharapkanmu, baru tau rasa kamu. klo suka bilang aja suka gitu loh Ken. sat set jadi cowok. hati udah merasakan cemburu, masih aja nyangkal dengan alasan, kamu tanggung jawabku😭😭😭