Pertemuan antara Yohanes dan Silla, seorang gadis muslimah yang taat membawa keduanya pada pertemanan berbeda keyakinan.
Namun, dibalik pertemanan itu, Yohanes yakin Tuhan telah membuat satu tujuan indah. Perkenalannya dengan Sila, membawa sebuah pandangan baru terhadap hidupnya.
Bisakah pertemanan itu bertahan tanpa ada perasaan lain yang mengikuti? Akankah perbedaan keyakinan itu membuat mereka terpesona dengan keindahan perbedaan yang ada?
Tulisan bersifat hiburan universal ya, MOHON BIJAK saat membacanya✌️. Jika ada kesamaan nama tokoh, peristiwa, dan beberapa annu merupakan ketidaksengajaan yang dianggap sengaja🥴✌️.
Semoga Semua Berbahagia.
---YoshuaSatio---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
malam ini .....
Silla duduk di sudut cafe, termenung dan tidak memperhatikan sekitar. Beberapa pria di cafe itu memandangnya dengan rasa penasaran, bahkan ada yang menggodanya. Silla yang tidak sadar sedang menjadi pusat perhatian, tetap melamun dan tidak memperhatikan pria-pria yang mendekatinya.
Tiba-tiba, salah satu pria yang berani mendekati Silla berkata, "Hai cantik, apa kamu kesepian di sini?" Silla terkejut dan menoleh ke arah pria itu, lalu melihat sekeliling cafe yang dipenuhi pria-pria yang memandangnya. Silla sadar bahwa dia salah masuk cafe.
"Apa ini...?" Silla berpikir, "Kenapa aku ada di sini?" Silla melihat sekitar dan menyadari bahwa dia berada di cafe yang tidak seharusnya dia kunjungi. "Oh tidak, aku salah masuk," kata Silla dalam hati, merasa kaget dan ingin segera pergi.
Silla bangkit, tapi beberapa pria yang tampak garang itu menghalangi langkahnya dan terus mendesaknya untuk berbicara. Silla merasa tidak nyaman dan takut.
“Ma-maaf, aku benar-benar harus pergi.” ucap Silla sangat lirih dengan suara sedikit bergetar.
“Kenapa? Kenalan dulu lah, aku rasa kita juga bisa berteman.” Salah satu pria berusaha terus menggoda Silla. Dengan langkah pasti dan tatapan tajam, pria itu semakin mendekat dan meletakkan tangannya di pundak Silla.
Dari arah lain, tepatnya dari lantai dua, seorang pria bertopi pun berjalan mendekat, lalu menyelinap diantara kerumunan para pria itu.
“Dia bersamaku, biarkan dia pergi, dia bukan tipe kalian!” ucap pria itu tegas penuh wibawa.
Para pria itu mundur dan membiarkan Silla pergi bersama pria yang menggandeng tangan gadis cantik itu.
"Silla terkejut, dengan perasaan takut ia perlahan menatap lengan pria yang menggandengnya, perlahan tatapan itu naik hingga ke punggung si pria. "Punggung ini ...." Silla terperanjat semakin lega, saat mengenali pemilik punggung kokoh itu. 'Yohan ....' batinnya, mata Silla membesar dengan campuran perasaan lega dan terkejut.
Tatapan Silla tetap terpaku pada punggung Yohan, seolah-olah tidak percaya bahwa pria yang menyelamatkannya adalah orang yang sudah dikenalnya. Perasaan lega dan aman mulai memenuhi hati Silla, sekarang dia merasa lebih tenang dengan Yohan di sampingnya.
Silla tak meronta, ia menjadi gadis penurut malam itu, langkah kakinya yang kecil sedikit kesulitan mengejar langkah Yohan yang lebar. Namun, Silla terdiam, mengekor kemana Yohan membawanya tanpa banyak pertanyaan.
Saat Yohan membuka pintu mobil dan mengucapkan "Masuk" dengan senyum manis, Silla tidak ragu-ragu untuk mematuhi perintah Yohan. Ia masuk ke dalam mobil dengan gerakan yang lembut, seolah-olah sedang dalam pengaruh perasaan yang kuat.
Yohan menutup pintu mobil dan berjalan ke sisi lainnya, ekspresi wajahnya tenang dan penuh percaya diri. Silla duduk di dalam mobil, menatap ke depan tanpa banyak bicara, menunggu Yohan untuk memulai perjalanan.
Yohan masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Silla, tapi alih-alih menghidupkan mesin, ia malah menyandarkan punggungnya dan mengatur jok mobil agar lebih nyaman. "Apa yang membuatmu masuk ke sana tadi? Kamu tidur sambil jalan kah?" tanya Yohan dengan nada yang santai dan sedikit menggodanya.
Silla tersipu dan merasa tidak siap untuk menjawab pertanyaan Yohan. Ia memandang Yohan dengan mata yang sedikit terkejut, tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. "Aku... aku tidak tahu," kata Silla dengan suara yang lembut, merasa sedikit malu dan tidak nyaman dengan situasi itu.
Yohan memandang Silla dengan senyum yang lembut, seolah-olah menikmati reaksi Silla yang tidak siap. "Kamu tidak tahu?" ulang Yohan, suaranya penuh dengan keheranan yang santai. Silla merasa semakin tidak nyaman, tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Yohan yang membuatnya merasa seperti sedang diinterogasi.
"Apa yang mengganggu pikiranmu? Kamu terlihat sangat linglung,” tanya Yohan seraya memiringkan pandangannya, tepat menatap intens pada Silla.
Hal itu membuat Silla merasa semakin gugup, sedikit tak nyaman, canggung dan aneh.
"Yo-Yohan ... kamu bau alkohol, kamu ...."
"Hmm, aku tadi sedikit minum. Kau tak nyaman kah?"
Menyadari hal itu, yohan membuka lebar-lebar kaca mobilnya, mengibas-kibaskan tangan agar udara dari dalam mobil tertukar dengan udara yang lebih segar.
“Nggak apa-apa, sudah cukup. Tapi kamu apa baik-baik saja?” tanya Silla dengan nada bicara sedikit canggung dan terdengar aneh.
“Hmm … bukannya aku yang harus bertanya begitu?” tanya balik Yohan seraya menyandarkan kepalanya di jendela mobil yang terbuka.
“Kenapa menaruh kepalamu disana, aku baik-baik saja, asal kau buka jendelanya,” sahut Silla menyadari ketidaknyamanan Yohan dengan posisi itu.
Yohan menarik kembali kepalanya ke dalam mobil dan bersandar pada jok, lalu bertanya dengan nada yang santai, "Jadi, kenapa kamu bisa berjalan linglung sendirian di tengah malam begini?"
Silla menghela napas, "Mungkin capek, jadi agak melamun tadi. Tapi bagaimana kamu tahu...?"
Yohan tersenyum tipis, "Aku di atas, di ruang istirahat pemilik cafe, aku melihatmu."
Silla memandang Yohan dengan mata yang sedikit terkejut, "Oh, kamu ada di sana?"
Yohan mengangguk, "Iya, aku sedang... menikmati pemandangan malam."
"Katanya kamu lagi diluar kota beberapa bulan, kenapa sekarang di sini lagi?" tanya Silla dengan rasa ingin tahu.
"Ada acara siang tadi, jadi sekalian nginep dulu," jawab Yohan singkat.
"Hmm... begitu," balas Silla, suaranya lirih.
Situasi kembali hening dan canggung beberapa saat, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga akhirnya keheningan itu dipecah oleh Yohan.
"Apa kamu mau pulang sekarang?"
Silla menggeleng, "Nggak usah, aku baik-baik saja. Lagipula, aku butuh udara segar."
Yohan mengangguk, "Baiklah, kalau begitu aku antar kamu ke tempat yang lebih sepi, ada taman kecil di dekat sini, pemandangan malamnya bagus. Bagaimana?"
“Boleh." Silla menjawab singkat, seolah melupakan tujuan awalnya untuk menyusul paman dan bibinya.
Ada dorongan kebutuhan lain yang saat ini mungkin Silla memang membutuhkan. Suasana malam yang sepi dengan udaranya yang akan ia jadikan sebagai tempat untuk bersembunyi dari riuhnya isi kepala yang dipenuhi dengan rasa kecewa terhadap ibunya.
Yohan mengangguk, lalu menghidupkan mesin mobil dan mulai mengemudi perlahan menuju taman yang dimaksudkan. Silla menatap keluar jendela, membiarkan pikirannya melayang bersama pemandangan malam yang gelap dan sunyi.
Ketika mobil berhenti di taman, Silla keluar tanpa bicara, dan Yohan mengikutinya. Mereka berjalan berdampingan tanpa suara, hanya suara langkah kaki dan desiran angin yang mengisi keheningan.
Silla menarik napas dalam-dalam, menikmati udara malam yang segar dan sepi. Yohan memperhatikan Silla dari samping, tapi tidak berkata apa-apa, membiarkan Silla menikmati suasana malam sesuai keinginannya.
Keduanya terus berjalan, hingga akhirnya Silla berhenti di sebuah bangku dan duduk, menatap ke arah langit yang dipenuhi bintang. Yohan duduk di sebelahnya, juga menatap ke arah yang sama. Keheningan antara mereka tidak lagi terasa canggung, melainkan menjadi semacam pemahaman diam-diam bahwa mereka berdua sedang menikmati momen yang sama.
"Kenapa kamu menemaniku di sini? Maksudku, bagaimana jika kekasihmu melihatmu bersamaku?" ucap Silla kembali memecah kesunyian diantara mereka.
...****************...
Bersambung ....