Kisah cinta mama dan papa cukup membuatku percaya bahwa luka terkadang membawa hal manis, bagaimana mama pergi agar papa baik-baik saja, tanpa mama tahu, papa jauh lebih terluka sepeninggalnya.
Begitu juga dengan Tante Tania dan Appa Joon, tidak ada perpisahan yang baik-baik saja, tidak ada perpisahan yang benar-benar ikhlas. Bedanya mereka berakhir bersama, tidak seperti mama dan papaku yang harus berpisah oleh maut.
kukira kisah mereka sudah cukup untuk aku jadikan pelajaran, tapi tetap saja, aku penerus mereka dan semua ketololannya.
Aku, Davina David.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih Belum Terbiasa
"Baik, dokter Rocky Sebastian, selamat datang di Emery Hospital, selamat bekerja."
Rocky menanggapi ungkapan selamat datang itu dengan senyum tipis, sambil melirik ke sudut lain yang agak jauh dari mereka, masih terlihat wanita ber jas dokter itu menyandarkan dirinya kepada pria lain yang kelihatan seumuran dengan dokter dihadapannya ini, dan ia tidak ingin tahu juga siapa itu.
"Dok... Boleh saya bicara dengan dokter itu? Maksud saya putrinya dokter itu." tanya Rocky masih menatap dari kejauhan. Ia merasa sedikit iba.
"Nanti saja dok. Kamu kembali saja ke ruangan mu, sudah tahu kan itu dimana. Nyamankan dirimu dulu, keliling - keliling rumah sakit, berkenalan dengan teman sejawat, kalau dia, nanti dia akan datang sendiri."
"Dokter Bryan... "
"Ya... "
"Saya rasa usia saya dan putri dokter itu tidak jauh, panggil saya Rocky saja dok."
Bryan menanggapi permintaan itu dengan senyum, dan akhirnya Rocky pun pergi dari
ruangan itu.
🍁🍁
Davina masih belum bisa menerima, Bryan menjelaskan bahwa pria tadi hanya mirip, papanya itu serta merta meletakkan resumenya didepan Davina. Matanya yang masih bengkak dan merah itu memindai secara rinci setiap huruf yang menghiasi lembar resume dokter bernama Rocky Sebastian itu.
"Appa tahu kamu pasti kecewa karena itu bukan Ricky."
"Should I?".
"Papa tahu. Kita ini dokter nak, rasionalitas itu nomor satu. Tidak ada keajaiban yang seperti itu di dunia ini. Kamu sendiri yang memompa jantungnya kan?".
Davina terdiam seolah papanya tahu apa yang ia pikirkan sedari tadi waktu ia masih mengejar pria yang bernama Rocky itu.
"Vina bakal temuin dia. Dimana ruangannya?".
"Secepat itu?".
"Hm."
🍁🍁
Sementara dokter spek dewanya Pandora Town Hospital seolah kehilangan taringnya. Apalagi sepeninggal Davina, setidaknya Nadine sudah pergi dari sana tidak akan melintas di hadapannya lagi, hal itu sudah menyegarkan tenggorokannya sedikit.
"Kembali saja ke Mithnite, bibi tidak mau kamu sampai mati dan gentayangan disini." Seru suster kepala menghampiri Kai yang termenung di mejanya.
"Bagaimana dengan pos ini? ".
"Bencananya sudah berlalu Kai, tenaga medis disini sudah kembali seperti sedia kala, kembali lah ke asal mu. Kakek dan Papa mu pasti butuh kamu di Mithnite. Masa kerjamu disini sudah berakhir, kembali kapan saja kamu diizinkan. "
Kai menghela napasnya, sembari memikirkan apa yang dikatakan bibinya ada benarnya. Setidaknya di Timio Medical Centre akan ada lebih banyak pasien yang bisa ia selamatkan. Tidak lupa juga ia mempertimbangkan bahwa ia juga akan kesulitan menemui Davina, selain jarak Mithnite dan Seleste Ville yang cukup jauh, ia juga tidak akan sempat keluyuran untuk menemui kesayangannya itu sekalipun ia berniat. Ralat, mantan yang masih sangat didambakannya, mantan yang meninggalkan nya tanpa berisik, bahkan ia tidak membela dirinya disaat ia bisa mencela Kai lewat Nadine, tapi malah lebih memilih pergi dengan tenang tanpa diketahui siapapun. Itulah yang membuat Kai semakin merasa bersalah. Begitulah akhirnya, ia memutuskan kembali ke Mithnite seminggu setelah berbicara dengan suster kepala, bibinya.
🍁🍁
Sudah seminggu berlalu juga di Emery Hospital. Sejak pertemuan dramatisnya dengan dokter baru yang kelihatan semakin banyak penggemarnya itu, Davina selalu menghindari sebisanya. Bukan nya malu karena ke impulsifan nya tempo hari, hanya karena ia masih belum terbiasa dengan wajah yang dimiliki dokter bernama Rocky itu, ah bahkan namanya pun mirip, Ricky, Rocky.
Bahkan berita itu belum ia sampaikan pada Claren ataupun Hansel. Ia masih belum siap juga dengan pertanyaan yang akan dilontarkan kedua sahabatnya itu, apalagi Claren yang sudah pasti heboh mendengar berita bahwa ada pria lain yang sangat mirip dengan ayah bayi yang di kandungnya.
"Mungkin dia bakal ketawa habis-habisan dulu, lalu aku yang nangis. " Batin Davina mengingat Claren adalah orang yang susah sekali serius, ia menangis keras kemarin karena ia kehilangan sosok sahabat prianya bukan karena tidak akan ada yang menanggungjawabi kehamilannya, se simple itulah pikiran Claren. Dan Hansel pasti akan heboh duluan, melototi foto yang mungkin akan di sodorkan Davina padanya, jadi untuk bersiap menanggapi semua itu ia lebih memilih untuk diam dahulu, lebih baik ia berdamai dengan dirinya sendiri.
📞 Iya, dengan Dokter Davina.
📞 Dok, ada pasien anak dengan penyakit jantung bawaan, jadi dokter Bryan menyarankan agar dokter segera ke ruang operasi untuk operasi gabungan.
📞 Iya baik, saya kesana.
Davina berlari menuju tempat yang di informasikan padanya. Sekilas di tengah larinya itu ia sempat berpikir, kenapa Bryan yang mengatur, bukan Joon Young? Meskipun ini adalah operasi yang melibatkan dokter bedah jantung dan dokter bedah anak tetap saja itu adalah kebijakan Joon Young biasanya. Lalu ia menepis lagi pikiran anehnya itu dan kembali fokus.
Ia lalu bersiap dengan gaun operasinya, dan mensterilkan dirinya dan masuk ke ruang operasi yang dingin itu.
Deg
Deg
Paru-parunya kembali serasa di remas kuat, susah sekali untuk mengembang. Ternyata ini alasan Bryan yang memberi perintah, ia paham sekarang, karena papanya mulai ikut campur urusan pribadinya.
"Tapi kenapa harus di momen operasi seperti ini, papa Iyan? ", batinnya.
" Dok... "
"Ah iya. Maaf... ".
Davina segera mengumpulkan kesadarannya kembali dan mendekati meja operasi yang sudah diisi dengan pasien yang akan mereka bedah dadanya sebentar lagi dan dokter Rocky yang melayangkan tatapan yang sangat sulit di artikan Davina.
"Dokter Davina, saya Dokter Rocky, kita akan bekerja sama hari ini. Mari selamatkan pasien ini bersama." Seru Rocky matanya yang sudah sipit itu semakin menyipit karena ia tersenyum didalam masker mulutnya.
"Bahkan untuk kedua kalinya untuk memastikan, suaranya pun sama persis. Oh papa... Masa papa se jahat ini ambil resiko." Batinnya merutuki papanya sendiri karena meletakkannya diposisi sulit antara hidup dan mati pasien, disaat Bryan sendiri tahu ia sangat menghindari dokter bernama Rocky ini.
"Iya baik. Kita mulai operasinya. Pisau bedah... "
.
.
Selama operasi yang berlangsung 5 jam itu Davina mati-matian fokus pada pasiennya, tidak sekali pun ia menegakkan kepalanya karena langsung berhadapan dengan Rocky, ia memilih selalu mengalihkan matanya ke arah lain. Bayangkan bagaimana sulitnya bertahan seperti itu selama lima jam.
Belum lagi sesekali kulit mereka bersentuhan karena bekerja sama dalam operasi gabungan ini, Lagi-lagi Davina terus meyakinkan dirinya bahwa pria ini bukan Ricky, BUKAN RICKY, BUKAN. Hanya mirip.
Begitulah hari yang sangat berat baginya berakhir, bukan karena operasinya yang sulit, tapi dibersamakan dengan orang yang sangat di hindarinya.
.
.
Bryan tersenyum membaca pesan singkat protesan anaknya itu. Sementara Joon Young yang disampingnya hanya geleng-geleng kepala.
"Tapi aku masih tidak terima soal anak bodoh pemilik Timio Medical Centre itu." Kesalnya di samping Bryan.
"Jangan urusin anak muda, biarin aja mereka selesain masalah mereka sendiri. Kita bahkan ngga tahu cerita lengkapnya dari sisi Davina."
"Tapi tetap saja Iyan... ".
"Jun... Urusin aja istri lu, atau mau gua yang urusin." Kekeh Bryan meledek Joon Young, sehingga membuat pria dua anak itu mendengus dan segera keluar dari ruangan Bryan.
🍁🍁
"Pin.. Pin... "
.
.
.
TBC... 🍁