Impian Malika menikah dengan Airlangga kandas ketika mendapati dirinya tidur bersama Pradipta, laki-laki asing yang tidak dikenalnya sama sekali. Gara-gara kejadian itu Malika hamil dan akhirnya menikah dengan Pradipta.
Sebagai seorang muslimah yang taat, Malika selalu patuh kepada suaminya.
Namun, apakah dia akan tetap menjadi istri yang taat dan patuh ketika mendapati Pradipta masih menjalin asmara dengan Selina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26.
Bab 26
Malika tersenyum lebar ketika seorang gadis berwajah blasteran memeluknya. Dia adalah Queensha, calon adik iparnya.
"Ih, bayinya lucu sekali! Siapa namanya?" tanya Queensha sambil menoel pipi Misha.
"Misha," jawab Malika.
"Misha? Pantas saja lucu kayak Marsha and the bear?" celetuk gadis itu, lalu menutup mulutnya. "Oops, maaf!"
Malika tertawa kecil berbeda dengan Pradipta yang memasang wajah galak karena merasa anaknya sudah dihina mirip beruang. Bayi cantik itu mengulurkan tangannya kepada Queensha ingin digendong olehnya.
"Wah, Misha ingin digendong sama aku!" Queensha kegirangan sambil menggendong Misha.
"Malika?"
Tubuh Malika mendadak kaku ketika seorang wanita bertubuh mungil menghampiri dirinya. Dia merasa ada sesuatu yang aneh pada dirinya.
"Kamu semakin cantik dan anggun seperti Oma Venus, ya!" lanjut wanita bernama Bilqis atau Mommy Bilqis.
"Mommy, lihat! Bayi ini namanya Misha, langsung nempel sama aku, loh!" ucap Queensha tersenyum lebar.
"Hati-hati gendongnya, jangan sampai jatuh!"
Tubuh Malika oleng karena mendadak lemas. Bayangan masa lalu yang sudah dia lupakan tiba-tiba memenuhi ingatannya.
Pradipta yang berdiri di samping Malika berhasil menangkap tubuhnya. Dia melihat kondisi tubuh sang istri yang tidak baik-baik saja.
"Om Galaxy, tolong Malika!" teriak Pradipta.
Orang-orang mengalihkan perhatian ke arah sumber suara. Mereka lalu mengerubungi Malika.
Om Galaxy memeriksa denyut nadi Malika yang berdetak sangat cepat. Tubuhnya dibasahi keringat dingin.
"Bawa ke kamar tamu!" titah Daddy William, ayahnya Queensha.
Malika pun dibawa ke sana. Mama Aisyah dan Papa Andromeda terlihat cemas. Mereka duduk di samping ranjang menemani anaknya. Sedangkan Adzam berdiri di samping Pradipta sambil mengawasinya.
"Pembunuh ... pembunuh," gumam Malika di bawah alam sadarnya.
Semua orang yang ada di kamar itu saling beradu pandang. Lalu, menoleh ke arah Pradipta. Mereka seakan menghakimi dia sudah berbuat hal itu.
"Aku tidak pernah melakukan hal itu," ucap Pradipta membela dirinya. "Sejak tadi sore Malika sudah terlihat aneh. Aku menyangka dia sedang sakit dan memintanya jangan ikut ke sini. Tapi, Malika memaksa ingin menghadiri pesta pertunangan ini."
Walau acara dilakukan sederhana dan dihadiri oleh pihak kedua keluarga, Malika bersikukuh ingin menghadiri acara ini. Pradipta tidak bisa menolak keinginan istrinya.
Mama Aisyah menyeka keringat di kening Malika. Terlihat matanya berkaca-kaca karena sedih melihat kondisi putrinya seperti ini. Dia selalu panik, cemas, khawatir, dan tidak tenang jika ada keluarganya yang sakit.
"Apa perlu dibawa ke rumah sakit?" tanya Papa Andromeda.
"Tidak perlu, Om. Sepertinya Kak Malika memiliki sebuah beban pikira. Semoga saja Kak Malika cepat sehat kembali." Rania memberikan infus untuk Malika. Dia berharap kondisi sepupunya itu segera membaik.
Malam itu Malika dan keluarganya menginap di rumah Daddy William. Pradipta semakin merasa terasa tidak tenang berada di sana.
Misha menangis ingin menyusu. Namun, Malika masih belum sadar. Untungnya Rania punya stok susu formula milik si triplets. Selain itu, mau menyusu sambil digendong Rania.
Malika terlihat gelisah dalam tidurnya. Mulutnya bergerak lemah dan jika didengarkan baik-baik, akan terdengar suara lirih.
"Pembunuh."
Mama Aisyah masih setia berbaring di samping Malika sambil memeluk dan mengusap kepalanya. Papa Andromeda berbaring di belakang Mama Aisyah dengan tangan menjulur memegang tangan putri kesayangannya. Sementara Pradipta berbaring di lantai beralaskan kasur lantai.
"Pembunuh? Siapa yang dimaksud oleh Malika, ya?" batin Pradipta.