Namanya Wang Chen. Dia adalah seorang pemuda bodoh yang bahkan dianggap gila oleh para murid Perguruan Tangan Sakti.
Hanya Souw Liancu yang tidak melihat seperti itu. Souw Liancu merasa Wang Chen selalu melindunginya dan kekuatan Wang Chen tidak ada bandingannya.
Wang Chen bisa bertindak di luar nalar saat dibutuhkan, dan bisa muncul jadi sosok tangguh saat dibutuhkan. Souw Liancu tahu kalau Wang Chen memiliki latar belakang luar biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gregorious, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33 Pertarungan Dua Kultivator Jiwa Baru Lahir
Sementara itu, pria tua yang adalah Ketua Menara Pembunuh itu berjalan dengan santai memasuki perguruan dari pintu belakang. Ia tidak terburu-buru, seolah sedang berjalan-jalan di taman.
Semua murid dan guru yang melihatnya langsung mundur dengan wajah ketakutan. Tidak ada yang berani menghadangnya.
"Setelah saya membunuh putri Menteri Kebudayaan itu," kata Ketua Menara Pembunuh dengan suara yang tenang tetapi terdengar ke seluruh area, "kami akan bergabung dengan kekuatan Pangeran Abeng untuk merebut tahta. Pangeran Abeng telah menjanjikan bayaran yang sangat besar kepada Menara Pembunuh. Seratus ribu keping emas, ditambah jabatan sebagai Guru Kerajaan untuk saya. Dengan posisi seperti itu, Menara Pembunuh akan menjadi organisasi yang paling berkuasa di negeri ini."
Kata-katanya membuat semua orang merasa marah dan putus asa. Organisasi pembunuh bayaran ini hanya peduli tentang uang dan kekuasaan, tidak peduli bahwa mereka membantu orang jahat untuk menindas rakyat.
Tiba-tiba, terdengar raungan yang sangat keras dari arah puncak gunung.
"ROOAAAR!"
Suara itu sangat kuat hingga membuat seluruh perguruan bergetar. Kemudian, sebuah sosok melompat dari puncak gunung dengan kecepatan luar biasa, melayang di udara, dan mendarat dengan keras di antara Ketua Menara Pembunuh dan para murid perguruan.
Itu adalah Ketua Perguruan Tangan Sakti!
Ia adalah seorang pria tua dengan jenggot putih panjang, mengenakan jubah biru gelap. Matanya yang tajam memancarkan cahaya yang sangat kuat. Aura yang memancar dari tubuhnya sama kuatnya dengan aura Ketua Menara Pembunuh, aura kultivator tahap jiwa baru lahir level tiga.
"Kong Jin, Tetua Chen, dan para murid sekalian, mundurlah!" perintahnya dengan suara yang bergema. "Biarkan aku menghadapi orang ini!"
Semua orang langsung merasa lega dan gembira. Ketua Perguruan akhirnya muncul! Dengan kemunculannya, mereka punya harapan untuk selamat!
Kong Jin dan yang lainnya segera mundur, memberikan ruang yang luas untuk dua kultivator tingkat tinggi itu bertarung.
Para pembunuh dari Menara Pembunuh yang ada di depan juga berhenti menyerang ketika mereka menyadari bahwa Ketua mereka akan bertarung melawan Ketua Perguruan Tangan Sakti.
Semua orang, dari kedua pihak, berhenti bertarung dan menonton dengan penuh perhatian. Pertarungan antara dua kultivator tahap jiwa baru lahir level tiga adalah sesuatu yang sangat langka dan spektakuler.
Ketua Menara Pembunuh menyeringai. "Akhirnya kau keluar juga dari pengasinganmu. Aku sudah mendengar banyak tentang kehebatanmu. Mari kita lihat siapa yang lebih kuat!"
"Kau tidak akan berhasil membunuh muridku selama aku masih bernapas!" jawab Ketua Perguruan dengan tegas.
Kemudian, tanpa basa-basi lagi, kedua kultivator itu saling menyerang.
Mereka melompat ke udara, naik sangat tinggi, hampir lima puluh meter di atas tanah. Di ketinggian itu, mereka mulai bertukar serangan.
Setiap pukulan, setiap tendangan, setiap jurus yang mereka luncurkan menciptakan gelombang energi spiritual yang sangat besar. Langit di atas mereka berubah gelap, awan-awan berkumpul dan berputar-putar karena kekuatan energi spiritual yang sangat besar.
Ketua Perguruan melancarkan "Telapak Tangan Langit Runtuh"! Tangannya yang diselimuti energi spiritual berwarna biru muda membentuk telapak tangan raksasa sebesar rumah di udara. Telapak tangan itu menghantam ke bawah dengan kekuatan yang luar biasa menuju Ketua Menara Pembunuh.
Tetapi Ketua Menara Pembunuh hanya tersenyum dingin. Ia melancarkan "Jari Tusuk Jiwa"! Jari telunjuknya mengeluarkan cahaya hitam pekat yang menembus telapak tangan raksasa itu, membuat telapak tangan itu hancur berkeping-keping.
Pertarungan berlangsung dengan sangat sengit. Jual beli pukulan terjadi dengan kecepatan luar biasa. Kadang Ketua Perguruan yang mendominasi, kadang Ketua Menara Pembunuh yang lebih kuat.
Semua orang yang menonton tidak bisa berkedip. Ini adalah pertarungan tingkat tinggi yang sangat jarang bisa mereka saksikan.
Pertarungan berlangsung selama hampir satu jam. Keduanya terlihat sudah mulai lelah, napas mereka mulai terengah-engah, tetapi tidak ada yang mau menyerah.
Kemudian, dalam satu pertukaran pukulan yang sangat dahsyat, terjadi ledakan energi spiritual yang sangat besar di udara.
BOOOOM!
Gelombang kejut dari ledakan itu menyapu ke segala arah, membuat semua orang yang menonton terpental ke belakang.
Ketika asap dan debu dari ledakan itu mereda, semua orang bisa melihat bahwa salah satu sosok jatuh dari udara dengan kecepatan tinggi.
Sosok itu jatuh tepat ke arah paviliun timur, tempat Souw Liancu biasa tinggal. Tubuhnya menghantam atap paviliun dengan keras, menembus atap dan jatuh ke dalam ruangan.
CRASH!
Kemudian sosok kedua juga turun, tetapi dengan kontrol penuh, mendarat dengan lembut di atap paviliun dan kemudian melompat masuk ke dalam ruangan melalui lubang yang dibuat oleh sosok pertama.
Semua orang terdiam. Mereka tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang jatuh dan siapa yang mengejar karena semuanya terjadi terlalu cepat. Tetapi mereka semua tahu bahwa siapa pun yang keluar dari paviliun itu nanti adalah pemenangnya.
Tidak ada yang berani mendekati paviliun itu. Mereka takut terkena angin pukulan atau gelombang energi dari dua kultivator tingkat tinggi yang masih bertarung di dalam.
Sementara itu, di dalam paviliun, Souw Liancu yang kebetulan sedang mengambil obat untuk luka kecilnya di kamarnya, berdiri dengan wajah pucat pasi.
Di depannya, Ketua Perguruan Tangan Sakti tergeletak di lantai dengan tubuh yang penuh darah. Dadanya naik turun dengan susah payah, napasnya terdengar seperti siulan yang menyakitkan. Ia terluka sangat parah.
Dan berdiri di depan Ketua Perguruan dengan wajah segar bugar, hampir tanpa luka, adalah Ketua Menara Pembunuh.
"Kau kalah," kata Ketua Menara Pembunuh dengan nada mengejek. "Kultivasi kita memang sama-sama di tahap jiwa baru lahir level tiga. Tetapi pengalamanku jauh lebih banyak dari kamu. Kau terlalu lama menyepi, kehilangan sentuhan dengan pertarungan nyata."
Ketua Perguruan batuk, darah keluar dari mulutnya. Ia mencoba bangkit tetapi tubuhnya terlalu lemah.
Kemudian Ketua Menara Pembunuh melihat Souw Liancu yang berdiri terpaku di pojok ruangan. Matanya berbinar dengan kepuasan.
"Ah, ternyata putri Menteri Kebudayaan ada di sini. Sungguh kebetulan yang sempurna," katanya sambil berjalan perlahan mendekati Ketua Perguruan yang masih berbaring di lantai.
Ia berdiri di samping Ketua Perguruan dan menatapnya dengan senyuman kejam. "Kau tahu apa yang akan kulakukan sekarang? Aku akan membunuh putri Menteri Kebudayaan itu di depan matamu. Aku akan membuat Perguruan Tangan Sakti dianggap gagal di mata Menteri Kebudayaan. Kalian tidak bisa melindungi putrinya. Dan karena kegagalan ini, Menteri Kebudayaan akan kehilangan kepercayaan dan dukungan dari banyak pihak."
Ketua Perguruan mencoba berteriak, mencoba bangkit untuk melindungi Souw Liancu, tetapi tubuhnya tidak mau menuruti perintahnya. Ia hanya bisa menutup mata dengan wajah penuh penyesalan dan kesedihan.
Ketua Menara Pembunuh kemudian berbalik menghadap Souw Liancu. Ia mengangkat tangannya, jemarinya mulai bersinar dengan cahaya hitam pekat.
"Selamat tinggal, putri Menteri Kebudayaan," katanya dengan nada dingin.
Ia melancarkan "Jari Tusuk Jiwa", jurus pembunuhnya yang paling mematikan. Lima berkas cahaya hitam melesat dari kelima jarinya menuju Souw Liancu dengan kecepatan luar biasa.
Souw Liancu menatap serangan itu datang menuju dirinya. Ia tidak menutup mata. Ia tidak ingin mati dengan mata tertutup. Ia ingin melihat musuhnya sampai detik terakhir.
"Kau mata duitan!" teriaknya dengan suara yang penuh amarah. "Karena uang, kau memilih membantu Pangeran Abeng yang jahat dan lalim! Kau tidak peduli bahwa ayahku selalu mengutamakan kepentingan rakyat! Kau tidak peduli bahwa dengan membantu Pangeran Abeng berkuasa, rakyat akan semakin menderita! Yang kau pedulikan hanya uang dan kekuasaan! Kau bukan manusia! Kau binatang!"
Ketua Menara Pembunuh hanya tersenyum dingin mendengar teriakan itu. Ia tidak peduli. Lima berkas cahaya hitam dari jurusnya sudah hampir sampai di tubuh Souw Liancu.
Tetapi kemudian, sesuatu yang sangat aneh terjadi.