Wijaya Kusuma adalah putra kepala desa dari sebuah desa terpencil di pegunungan, dia harus menggantikan posisi ayahnya yang meninggal dunia sebelum masa jabatannya selesai. Sesuai dengan peraturan adat, anak lelaki harus meneruskan jabatan orang tuanya yang belum selesai hingga akhir masa jabatan.
Masih muda dan belum berpengalaman, Wijaya Kusuma dihadapkan pada tantangan besar untuk menegakkan banyak peraturan desa dan menjaga kehidupan penduduk agar tetap setia pada adat istiadat para leluhur. Apakah Wijaya Kusuma mampu menjalankan amanah ini dan memimpin desanya dengan bijaksana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minchio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Raja Monyet yang berbohong
Wijaya Kusuma kaget melihat seekor monyet dengan mahkota berwarna emas di atas kepalanya. Dia mengucek mata, memastikan sosok di depannya bukanlah ilusi yang timbul karena kelaparan. "Selamat datang, kamu adalah keturunan Prabu Laga Winar, pisang yang tadi kamu makan adalah sebuah undangan resmi dari kerajaan monyet penghuni hutan ini. "Di tempat lain, ada banyak buah yang bisa kamu makan dengan sepuasnya,'' ujar Raja Monyet.
"Kalian mahkluk halus?" Tanya Wijaya Kusuma, pertanyaanya membuat Raja Monyet bereaksi, dia tersinggung disebut sebagai kaum dedemit, padahal dia dan pasukan monyet yang berkerumun di dekat Wijaya merupakan hewan asli penghuni hutan liar ini, "kami bukan bangsa dedemit, kami nyata.''
Wijaya bergeming, dia sama sekali tidak percaya dengan ucapan Raja Monyet, yang menyebut dirinya bukan bangsa dedemit atau siluman, "kamu berbohong, mana bisa hewan bicara dengan manusia, apalagi mahkota yang berkilauan di atas kepalamu itu,'' tepis Wijaya Kusuma.
"Sudah kuduga, kamu akan membahas dua hal itu, pertama, aku tidak bisa bicara bahasa manusia, tapi kita berbicara dengan cara lain yang tidak bisa masuk dalam akal dan logikamu sebagai manusia, kedua, mahkota ini, adalah barang sakti yang diberikan oleh Kerajaan Galuh Mandalawangi, ceritanya panjang, namun mahkota ini lah yang memberikanku kekuatan untuk berkomunikasi denganmu, sudah lama sekali kami tidak berinteraksi dengan rakyat Galuh Mandalawangi, semenjak kerajaan berakhir. Intinya, mahkota kecil ini hadiah dari raja di masa lalu kepada kami, untuk dewa yang dahulu mereka sembah. Jika, aku jelaskan sampai selesai, akan memakan banyak waktu, kita tidak punya waktu banyak untuk perutmu yang keroncongan itu, ayo ikuti kami.''
Wijaya mengikuti langkah Raja Monyet, diikuti puluhan ekor monyet yang bergelantungan dan sisanya berjalan di dekat Wijaya Kusuma. Raja Monyet kemudian memimpin Wijaya Kusuma melalui hutan yang lebat. Mereka melewati pohon-pohon tinggi dan semak rimbun, lalu sampai disebuah tempat yang tersembunyi, di tengah-tengah tanah datar, terlihat dedaunan yang ditata seperti tikar, di atas dedaunan itu banyak sekali buah-buahan segar.
Diantara tumpukan pisang terdapat juga beberapa buah mangga dan pepaya. Meskipun rasanya aneh, Wijaya tak banyak berfikir lagi, dia segera mengisi perutnya yang terasa lapar, menyantap pisang-pisang yang segar, dan menikmati manisnya buah mangga. ''Sekarang kamu percaya kan, kami adalah hewan asli bukan dedemit atau siluman?" Tanya Raja Monyet.
Wijaya terlalu sibuk menyantap daging buah mangga yang berair dan lezat, dia mengunyah dan segera menelan buah mangga segar itu, "pantas saja kalian bisa muncul di tengah siang hari seperti ini,'' kata Wijaya Kusuma, mendadak teringat harimau besar milik Prabu yang menghilang entah kemana. Wijaya saat itu berfikir jika dedemit dan jin tidak akan muncul di siang hari, namun pikiran Wijaya salah.
Sebenarnya, Raja Monyet bermahkota berkilauan itu, adalah bangsa jin, namun pengikutnya yang bergerombol memang hewan asli. Si Raja monyet adalah mahkluk astral yang menyembunyikan identitasnya karena takut Wijaya Kusuma tidak mau memakan buah-buahan pemberian para monyet. Raja Monyet sudah tahu, Wijaya telah berhadapan dengan siluman ular hijau dan juga siluman tanah penghuni padang savana.
Raja Monyet khawatir, pemuda yang kelaparan ini akan ketakutan dan melarikan diri dari tempat mereka bertemu. "Pemuda ini dan macan prabu telah membunuh Mawangi, siluman ular hijau, suami Mawangi adalah ular raksasa penghuni dasar lembah, pasti Wijaya sedang diincar oleh suami Mawangi,'' kata Raja Monyet dalam hatinya.