Harap bijak dalam membaca.
kesamaan nama keadaan atau apapun tidak berkaitan dalam kehidupan nyata hanya imajinasi penulis saja.
Seorang wanita muda kembali ke tanah kelahirannya setelah memilih pergi akibat insiden kecelakaan yang menimpanya dan merenggut nyawa sang Kakek.
Setelah tiba ia malah terlibat cinta yang rumit dengan sang Manager yang sudah seperti Pria Kutub baginya. Belum lagi sang Uncle dan mantan kekasih yang terus mengusik kehidupan asmaranya.
Lalu di mana hati Alice akan berlabuh? Dapatkah Alice menemukan pelaku pembunuh sang kakek..
Yuk ikutin kisahnya...
jangan Lupa Like Vote Komentar maupun Follow terimakasih..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanian June, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34
"Kemarilah." Ucapnya menepuk kursi taman di sebelahnya.
Begitu namanya di sebut Alice merasa terkejut bahwasanya Steven tidak menoleh namun tau dirinya yang berada di belakangnya.
Alice hanya menurut untuk mendudukkan bokongnya di sebelah Steven. Ia juga mengikuti arah pandangan Steven menuju langit yang ternyata banyak bintang bertaburan.
"Maafkan aku Stev, membawamu ke arah di mana kamu tau segelas keburukan yang harusnya aku tutup rapat." Lirih Alice masih masih dengan posisi nya.
Steven tiba-tiba menoleh, tapi entah kenapa malam tidak menutup aura wajah Alice. Namun seolah malam membuat wajahnya begitu cantik bersinar.
"It's Okay! Setiap keluarga punya masalah masing-masing. Maaf saya juga lancang, seharusnya tidak mengikuti mu." Sesal Steven dengan keputusannya. Namun tidak ada pilihan lain karena hatinya terlanjur mengiba dengan keadaan Alice seorang.
"Hemm.. setidaknya kamu tidak merasakan hal yang sama." Bantah Alice membandingkan kehidupan mereka.
"Kamu saja yang tidak tahu." Sinis Steven tersenyum.
Mereka kembali menatap langit di hadapannya yang di penuhi dengan gemerlap bintang. Mereka kembali berkutat dengan fikirannya masing-masing.
Hingga Alice tiba-tiba menyandarkan kepalanya di bahu Steven, rasanya ia benar-benar lelah dengan semua kenyataan ini.
Steven hanya mematung saat Alice melakukan hal tersebut.
Ia hanya berharap semoga sedikit bisa mengurangi beban yang di pikul Alice.
Lama mereka di taman kali ini Steven memberanikan diri untuk menoleh ke arah Alice
Steven tersenyum melihat Alice yang tertidur pulas dengan wajah lucunya. Di bangunkan nya dengan perlahan, namun tidak ada pergerakan.
Akhirnya Steven memutuskan untuk membopong tubuh mungil Alice kembali ke kamar sang Oma di rawat.
Dan benar saja ternyata waktu juga sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari saat Steven melihat jam di kamar.
Lantas Steven merebahkan tubuh Alice di atas sofa dekat ranjang Oma Rochelle, ia juga duduk di sebelah kepala Alice berbaring.
Awalnya Steven ingin tidur di sofa ruang tamu tapi ia tidak tega meninggalkan Alice dan sang Oma. Ia juga khawatir jika tiba-tiba sang Nyonya sadar namun Alice tidak mengetahui.
Di rumah besar Bi Mirah mondar mandir di kamarnya saat fikirannya melayang entah kemana. Ia khawatir saat Berlian menunggu sang Nyonya Besar sendiri di rumah sakit. Akhirnya bi Mirah memutuskan untuk kembali ke rumah sakit.
Sebelum berangkat ia memberi pesan terhadap Asisten Rumah Tangga lainnya.
Setelah mengutarakan apa yang di fikirannya akhirnya Mang Asep menyetujui apa maksud Bi Mirah.
Mereka pun kembali ke rumah sakit meski waktu sudah hampir pagi.
Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai di rumah sakit tempat sang Nyonya berada. Sebelum naik ke lantai atas Bi Mirah menyempatkan diri untuk mampir ke ruang ICU untuk menengok keadaan Tuan Mudanya.
Namun ternyata belum ada pergerakan sedikitpun William masih terbaring tidak sadarkan diri.
Akhirnya Bi Mirah kembali memutuskan untuk naik ke lantai atas sedangkan Mang Asep memilih untuk menemani Peter menunggu William dan John.
Sama halnya John juga belum menunjukkan tanda-tanda siuman, ia juga keluar dari ruang operasi selang 15 menit dari waktu William selesai operasi.
Beruntungnya tidak ada luka yang menyebabkan tulang patah di organ nya, hanya saja ada pecahan kaca yang menembus beberapa kulitnya.
Juga luka benturan di kepala John namun tidak sampai menimbulkan gegar otak.
Sampai di ruang VIP Bi Mirah di buat heran manakala ruangan tamu terlihat sepi. Dalam fikirannya apa jangan-jangan Nyonya Berlian tidak jadi menunggu Nyonya.
Lantas kenapa tidak ada yang memberi kabar ia merasa khawatir jika sang nyonya sendiri.
Lalu akhirnya ia berjalan menuju kamar sang Nyonya di rawat.
Pandangannya ia edarkan di seluruh ruanganan, mendapati sang nyonya masih dalam keadaan yang sama belum sadarkan diri hatinya mencelos.
Namun saat netranya menangkap dua sosok manusia di ujung ruangan tiba-tiba senyum haru terukir.
Bi Mirah berjalan mengendap-endap mendekat ke arah ranjang saat melihat ada pergerakan dari sang Nyonya.
Ia terperangah ketika kedua mata itu mulai terbuka perlahan, ia begitu mengucapkan syukur kepada Yang Kuasa karena mengabulkan doa nya agar sang Nyonya segera sadar.
"Nyonya... Bagaimana keadaan Nyonya? Saya panggil dokter sebentar ya?" Ucap Bi Mirah dengan air mata yang mengalir. Tangannya lalu terurai menekan tombol di dinding atas ranjang.
"Bi.. Bagaimana William?" Lirih Oma teringat sang anak.
"Jangan khawatir Nyonya Tuan sudah di tangani Opera berjalan dengan baik. Jangan berfikiran yang berat dulu Nyonya agar nyonya segera pulih dan bisa melihat Tuan Muda." Balas Bi Mirah menggenggam tangan sang Majikan.
Bi Mirah bukan hanya asisten rumah tangga bagi Rochelle tapi melebihi itu. Karena usia dan sikap nya yang begitu sigap dan baik Rochelle sudah menganggap Bi Mirah seperti kakaknya sendiri karena usia nya yang lebih tua dari dirinya.
Tak lama seorang dokter kemudian datang bersama dengan seorang perawat. Bi Mirah lalu mundur beberapa langkah untuk mempersilahkan sang dokter memeriksa keadaan sang Nyonya.
Steven yang mendengar sayup-sayup suara di ruangan tersebut mencoba membuka matanya yang terasa berat.
Pangkuannya juga terasa ada yang membebani, saat kesadaran nya sedikit muncul ia terkejut melihat seorang wanita paruh baya berdiri tepat di sebelahnya.
Juga seorang dokter yang sedang memeriksa sang Nyonya di hadapannya.
"Ah Maaf saya ketiduran, apa Nyonya sudah sadar?" Jelas Steven mengusap wajahnya yang masih mengantuk
Bi Mirah hanya tersenyum ia lalu berjalan mendekati ranjang karena sang dokter sudah selesai memeriksa.
"Syukurlah Nyonya kondisi anda sudah baik-baik saja sekarang. Untuk kedepannya tolong jangan memikirkan sesuatu yang berat sendiri. Jika ada orang yang bisa di ajak ngobrol itu lebih baik. Namun anda harus tinggal beberapa hari lagi agar kesehatan anda benar-benar pulih.
Kalo begitu saya permisi Nyonya." Ucap sang dokter lalu pergi meninggalkan ruangan.
Steven amat gugup manakala ia melihat Alice tidur di pangkuannya. Rasanya ia seperti maling yang tertangkap basah. Padahal mereka tidak melakukan sesuatu namun rasanya tidak etis seperti ini.
Steven bergegas menggeser tubuhnya menggantikan pangkuannya dengan bantal sofa untuk menopang kepala Alice.
Oma Rochelle yang sempat melihat keduanya kini tersenyum teduh. Begitupun dengan Bi Mirah sama halnya, akhirnya mereka hanya saling pandang melempar senyum.
"Maaf Nyonya saya tertidur saat menjaga Nyonya, bagaimana keadaan Nyonya?" Tanya Steven mendekat ke arah ranjang.
"Terimakasih nak kalian sudah menjaga saya, saya juga begitu bahagia." Jawab Rochelle dengan ramah.
"Kalau begitu saya permisi pamit Nyonya, saya juga harus ke kantor." Pamit Steven lalu ia berjalan mendekat ke arah ranjang untuk bersalaman dengan Nyonya dan Bi Mirah.
"Baik, saya titip kantor ya untuk sementara waktu." Pesan Rochelle pada Steven setelah berjabat tangan.
"Baik Nyonya." Jawabnya dengan sopan setelah itu ia mengambil tas yang tergeletak di sebelah Alice tertidur. Di lihatnya wajah Alice yang begitu damai saat tertidur. Ia urungkan untuk berpamitan, mungkin nanti ia akan memberi kabar lewat pesan saja.