Novel Xianxia ini menceritakan tentang kisah perjalanan seorang anak dari pedesaan yang bernama Qiao Feng.
Anak itu mempunyai cita-cita ingin menjadi pendekar terkuat dan nomor satu di Kekaisaran Yuan.
Sayang sekali, untuk menggapai cita-cita itu tidaklah mudah. Qiao Feng harus rela menjalani kehidupan yang berliku dan penuh dengan cobaan berat.
Mulai dari penyerangan terhadap sektenya, misteri dalam dunia persilatan, gangguan dari para pendekar aliran sesat, maupun kekacauan di negerinya sendiri.
Bagaimana kisah lengkapnya? Apakah Qiao Feng berhasil menghadapi semua cobaan itu? Apakah impiannya akan terwujud?
Mari ikuti kisah perjalanannya dalam novel yang berjudul Pendekar Sembilan Pedang!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nnot Senssei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan Empat Pemimpin
Mereka ada yang menubruk dinding, bahkan ada pula yang menubruk tiang-tiang bangunan sampai tulang belakangnya remuk.
Dalam waktu singkat, sepuluh orang serba hitam kembali berhasil dilumpuhkan oleh Qiao Feng. Meskipun tidak sampai tewas, namun orang-orang itu tidak bisa melanjutkan pertarungannya lagi.
Hal tersebut terjadi karena mereka bukanlah ahli bela diri. Orang-orang itu hanya sekelompok manusia yang cuma mengandalkan keberanian belaka.
Sementara itu, melihat dengan begitu mudahnya Qiao Feng melumpuhkan lawan, pria tua tadi seketika terkejut. Begitu juga dengan empat orang yang duduk di kursi.
Sekarang, mereka semua sudah berdiri secara berjajar. Orang-orang itu baru sadar bahwa pemuda asing yang datang tersebut rupanya bukan manusia biasa.
"Ternyata kita telah kedatangan tamu," kata pria berumur sekitar empat puluh tahun dan bertubuh gemuk.
"Benar. Sepertinya transaksi harus dihentikan sebentar," sambung orang di dekatnya. Usia orang ini lebih tua lima tahun, dia memelihara janggut yang panjang hampir menyentuh dada.
"Mau tidak mau, kita harus menemani tamu kita ini bermain-main barang sebentar," kata pria tinggi kurus yang hanya mempunyai satu buah mata.
Mereka berlima kemudian saling pandang. Dua puluh orang berseragam yang bediri di belakangnya sudah siap menerima perintah.
"Lakukan sekarang juga!"
"Serang dia!"
"Habisi bocah keparat itu!"
"Penggal kepalanya!"
Empat macam perintah sudah diturunkan oleh pemimpinnya masing-masing. Dua puluh orang dari empat kelompok seketika langsung mencabut senjatanya masing-masing.
Pedang, golok, trisula dan tombak sudah mengacung di tengah udara. Sesaat kemudian, mereka langsung menerjang ke depan. Menyerang Qiao Feng dengan ganas.
Menyadari situasinya sudah tidak bisa dikendalikan lagi, Qiao Feng pun memutuskan untuk mundur. Dia melayang cepat dan mendarat di tengah halaman. Dua puluh orang tadi segera mengikutinya.
Kini, tempat yang akan menjadi ajang pertempuran memiliki ukuran lebih luas. Gerakan mereka menjadi lebih leluasa dari sebelumnya.
Wushh!!! Wushh!!!
Dua puluh bayangan manusia melesat. Berbagai macam jurus dan serangan sudah dikeluarkan secara bersamaan. Hawa pembunuh terasa pekat. Seolah-olah telah mengalahkan pekatnya kabut di malam itu.
Qiao Feng tidak mau membuang waktu lebih lama. Sebelum dua puluh orang itu tiba, dia telah mengibaskan tangannya.
Dari udara kosong muncul sebatang pedang pusaka berkepala harimau. Begitu pedang dicabut keluar, cahaya kemerahan langsung menyeruak menerangi malam yang gelap.
Wushh!!! Wungg!!!
Ia meluncur ke depan menyambut semua lawannya. Pedang Dewa Harimau langsung ditebaskan dari arah kanan ke kiri. Gelombang kejut dan hembusan angin besar seketika menyapu halaman. Sebagian dari musuhnya ada yang langsung terkena tebasan pedang jarak jauh.
Darah segar keluar pada saat itu juga. Tiga orang telah mengalami luka parah. Sedangkan tujuh belas orang sisanya masih berusaha membunuh Qiao Feng.
Angin ribut yang keluar semakin banyak lagi. Suara teriakan yang mengobarkan semangat juga mulai terdengar. Semua lawannya saat ini sudah mengerahkan segenap kemampuan.
Sayangnya mereka masih tetap bukan tandingan Qiao Feng.
Wutt!!! Wutt!!!
Tebasan jarak jauh dilancarkan secara beruntun. Hawa pedang yang keluar dari dalamnya mampu mematahkan jurus dan serangan lawan. Disusul kemudian dengan teriakan menyayat hati.
Lima jurus berikutnya, korban jiwa kembali tercipta. Tujuh orang telah terkapar di atas tanah. Darah segar membasahi seluruh tubuhnya. Halaman itu mulai digenangi oleh cairan warna merah.
Sebagian dari mereka telah tewas. Sepuluh orang sisanya benar-benar merasa takut. Kalau boleh, rasanya mereka lebih memilih kabur daripada melanjutkan jurus serangannya.
Sayang sekali, hal tersebut tidak bisa mereka lakukan. Karenanya, terpaksa orang-orang itu memburu lagi ke depan.
Wutt!!! Srett!!!
Tebasan pedang memanjang muncul. Cahaya kemerahan langsung memotong semua serangan lawan. Begitu tebasan kedua dilancarkan, mereka langsung tewas menyusul rekannya yang lain.
Kejadian itu berlangsung cukup singkat. Mungkin tidak sampai sepuluh menit.
Melihat kenyataan tersebut, lima orang pemimpin yang sejak tadi memandang dari pinggir arena, seketika membelalakkan kedua matanya.
Pemandangan ini seperti mimpi. Mereka tidak percaya anak buahnya bisa dibunuh begitu mudah. Padahal, orang-orang yang mereka bawa adalah pasukan pilihan. Semuanya memiliki kemampuan yang lumayan.
Tidak disangka, rupanya anak muda itu bisa membereskannya begitu saja.
"Kalau begini caranya, tidak ada jalan lain lagi kecuali kita hadapi dia bersama-sama," usul pria yang diduga pemimpin dari Kelompok Macan Kumbang.
"Benar. Memang itu jalan satu-satunya," sahut pria bertubuh gemuk tersebut.
Ketiga rekannya yang lain juga merasa setuju. Sebab mereka pun menyadari akan hal tersebut.
Beberapa saat kemudian, kelima orang pemimpin itu segera melakukan persiapan. Masing-masing telah mencabut senjatanya.
Qiao Feng menatap mereka dengan tatapan setajam pisau. Pedang Dewa Harimau masih digenggam erat di tangannya.
'Kali ini aku harus bersikap lebih serius lagi. Sepertinya menghadapi kelima orang ini jauh sulit daripada menghadapi puluhan anak buahnya' batin Qao Feng sambil mengepalkan tangannya.
"Anak muda. Aku akui kau memang hebat," kata pemimpin Kelompok Macan Kumbang. "Tapi sekarang, jangan harap kau bisa lolos dari maut. Aku si Macan Hitam tidak akan pernah mengampunimu!"
Orang tua yang mengaku berjuluk si Macan Hitam berkata dengan lantang. Bersamaan dengan ucapannya, dia juga mengeluarkan tenaga dalam yang langsung disalurkan ke seluruh tubuh.
"Terima ini!"
Wushh!!!
Sepasang golok miliknya berkelebat secara bergantian. Tebasan dari kanan dan kiri datang membawa kekuatan sesat.
Sinar hitam muncul di tengah udara hampa. Sinar itu mirip sepasang ular yang siap menelan korbannya.
Qiao Feng tersenyum dingin. Dia belum mengambil tindakan, karena dirinya juga tahu bahwa serangan tersebut bukan satu-satunya.
Dan dugaannya memang terbukti. Sebelum dua sinar hitam dari tebasan golok di Macan Hitam mengenai tubuhnya, empat pemimpin yang berdiri di sisinya sudah melancarkan serangan pula.
Dua batang pedang tipis tiba dengan ratusan tusukan. Ribuan bayangan telapak tangan menyusul ke arahnya. Belum lagi satu cambuk yang mendatangkan bunyi menggelegar layaknya halilintar menyambar.
Menghadapi lima macam jurus tersebut, diam-diam Qiao Feng juga menyalurkan tenaganya lebih besar. Empat bagian tenaga dalam dikeluarkan.
Ketika waktunya sudah tiba, ia langsung melompat ke depan sambil mengirimkan serangan menggunakan Pedang Dewa Harimau.
"Harimau Meraung Keras!"
Roarr!!!
Tebasan pedang yang dibarengi dengan raungan harimau terdengar. Semua efek yang ditimbulkan oleh jurus-jurus lawan langsung kenyal karena tertekan oleh raungan tersebut.
Cahaya kemerahan menyala terang bagaikan meteor yang melintas di tengah malam. Dua sinar hitam yang berasal dari tebasan golok, berhasil dia patahkan dengan mudah.
Ratusan tusukan pedang ia halau dengan cara memutarkan senjatanya di depan dada. Sementara ribuan bayangan telapak tangan itu, dia hadang dengan lapisan pelindung transparan.
Sedangkan untuk menghadapi lecutan cambuk yang menggelegar, Qiao Feng tidak menahannya. Tetapi malah mengirimkan pula tebasan secara tiba-tiba. Dia berniat untuk menebas cambuk pusaka itu.
Semua gerakan tersebut dilakukan dengan kecepatan tinggi. Malah hampir secara bersamaan pula.
Orang awam pasti tidak akan sanggup menyaksikan bagaimana Qiao Feng melakukan hal tersebut.