Merebut Kembali Suamiku

Lea bukan lah wanita tukang mengadu pada siapa pun, tapi ia juga wanita yang jujur pada hal yang menurutnya perlu.

Lea juga selalu terbuka pada mertuanya tentang apa yang terjadi dalam rumah tangganya jika ia merasa mereka pantas tahu.

Seperti apa yang terjadi pada Jihan karena ulah Chealse, Lea memberi tahu dengan jujur, bahkan wanita itu juga mengungkap kekecewaannya pada Arya.

"Aku nggak nyangka anakku bisa sampai harus ke Dokter, Ma," lirih Lea yang masih berbicara dengan ibu mertuanya. "Padahal di rumah ada mas Arya, apa dia nggak bisa jaga mereka sebentar aja?"

"Mama lagi di jalan sama Papa, Lea," sahut Bu Erma. "Mama akan kasih pelajaran wanita itu, berani sekali dia mencubit Tuan putri Mama."

"Aku mohon pastikan dia keluar dari rumahku, Ma, aku udah ngak peduli lagi dengan hubungan mereka. Aku nggak mau mengorbankan anak-anakku lagi, aku benar-benar menyesal kenapa harus membawa wanita itu ke rumahku."

Air mata Lea jatuh membayangkan putri kecilnya menangis karena orang lain, apalagi sampai disakiti fisiknya seperti itu, dan juga dipaksa minum susu padahal Jihan sangat tidak suka jika bukan susu cokelat yang biasa ia minum.

"Kamu nggak salah, Lea," tukas Bu Erma. "Arya yang salah karena dia gagal jadi dan ayah yang baik."

"Dia sangat gagal," ucap Lea sedih. "Atau aku yang gagal jadi ibu dan istri yang baik? "

...🦋...

"Kamu ... mau aku pulang?" cicit Chelsea saat Arya menyuruhnya pulang.

"Iya," jawab Arya dingin.

"Mas, aku tahu aku salah," lirih Chelsea. "Tapi aku mohon kasih aku kesempatan lagi, ya?"

"Kamu udah keterlaluan, Chealse!" geram Arya. "Dan sekarang aku mau kamu pulang, aku butuh waktu bersama anak-anakku!"

"Aku di sini untuk membantu kamu jaga mereka, Mas!" seru Chelsea. "Aku sudah minta maaf sama Darrel dan Jihan, aku yakin mereka akan maafin aku," tambah Chealse. "Aku janji akan merawat lebih baik lagi."

"Nggak!" bantah Arya. "Kamu udah kasar secara verbal dan non verbal sama anak-anakku!" tegas Arya. "Dan aku nggak bisa terima itu, Chelsea!"

"Aku nggak sengaja, Mas." Chelsea menatap memelas pada kekasihnya itu, tapi Arya tampaknya sudah tak ingin mendengar pembelaan diri lagi.

"Sebaiknya kamu pulang sekarang sebelum aku yang menyeret kamu pulang!" Arya mebdesis tajam, membuat air mata Chealse langsung tumpah.

Bersamaan dengan itu, terdengar suara orang tua Arya dari luar, membuat Arya cemas karena ia tahu Lea pasti sudah memberi tahu apa yang terjadi pada mereka.

Chelsea langsung menyeka air matanya, dan ia mengekori Arya yang kini membuka pintu.

"Ma?" sapa Arya.

Namun, ibunya itu justru langsung melemparkan tatapan tajam pada Arya juga Chelsea, begitu juga dengan Pak Jaya.

"Kalian apakan Jihan sampai harus ke Dokter, huh?" desis Bu Erma.

"Ini salahku, Tante," sahut Chelsea dengan cepat. "Aku nggak tahu kalau Jihan nggak bisa minum susu biasa," ujarnya.

"Oh ya? Bukannya Darrel sudah kasih tahu kalau Jihan nggak bisa minum susu seperti itu?" sinis Pak Jaya. "Darrel sudah cerita semuanya, kamu nggak perlu bela diri karena kami nggak butuh itu! Lagi pula, nggak akan ada orang yang bisa merawat anak lebih baik dari ibu kandungnya sendiri. Apalagi cuma calon ibu sambungnya."

Chelsea langsung termangu mendengar apa yang Pak Jaya katakan, itu membuatnya merasa sangat malu, dan juga tersindir.

Arya pun tak bisa membela kekasihnya itu, apalagi ia sendiri masih sangat kecewa juga marah padanya.

"Nenek!"

Darrel muncul dan bocah itu langsung berhambur ke pelukan sang Nenek. "Jihan sakit, Nenek," adu Darrel dengan sedih.

"Nggak apa-apa, Sayang, besok Jihan pasti baikan," kata Bu Erma sembari mengusap kepala Darrel. "Sekarang kita ke kamar Jihan, ya."

Darrel mengangguk, ia pun menarik tangan Neneknya itu itu ke kamar Jihan. Sementara Pak Jaya tetap di tempatnya, pria paruh baya itu menatap Arya dan Chealse dengan tajam.

"Sia-sia Lea mencintai kamu, Arya," ujar Pak Jaya penuh kekecewaan. "Dan sia-sia dia memberikan wanita ini kesempatan, kalian nggak bisa apa-apa. Kalian cuma bisa bersenang-senang di belakang Lea, jadi sekarang lanjutkan saja apa yang kalian mulai!"

"Pa?" Arya menetap sang Ayah dengan sendu.

"Bawa perempuan ini keluar!" usir Pak Jaya kemudian. "Kamu juga boleh ikut keluar kalau mau!"

"Aku yang akan keluar!" seru Chelsea kemudian meskipun dengan sangat berat hati. "Mas Arya nggak salah, Om, aku yang salah."

Chelsea langsung ke kamar untuk mengambil barang-barangnya, dalam hati ia sangat berharap Arya membela atau mencegahnya pergi. Namun, pria itu tidak melakukan apapun.

Chelsea menangis saat memasukan barang-barangnya ke dalam koper, entah kenapa ia merasa sedih karena diusir seperti ini. Apalagi yang meminta tinggal di rumah itu adalah Lea sendiri.

Setelah membereskan semua barangnya, Chealse keluar dari kamar, tapi ia tidak melihat Arya lagi.

Chelsea hanya mengirim pesan pada pria itu, memberi tahu bahwa ia akan pulang. Sejujurnya, sekarang Chelsea sangat takut hubungannya yang mulai retak akan semakin retak dengan Arya.

Sementara Arya kini berada di kamar Jihan.

"Mama akan mengina?" tanya Arya.

Bu Erma hanya menggumam cuek, apalagi saat ini ia fokus memijat perut cucunya itu dengan lembut.

"Masih sakit?" tanya Bu Erma.

Jihan hanya menggeleng pelan, tapi ia ia kini memegang pahanya kemudian berkata, "Jihan dicubit di sini, Nek," adu bocah itu dengan mata yang berkaca-kaca, teringat kembali bagaimana Chelsea memaksanya minum susu sambil mencubitnya.

"Jihan takut, Nenek, hikss ...."

"Jangan takut," pinta Bu Erma dengan lembut. "Sekarang Nenek yang aja jaga Jihan, ya?"

Arya hanya bisa menatap putrinya itu dengan nanar, dan ia bisa mengerti ketakutan Jihan karena ulah Chealse karena selama ini ia dan Lea tidak pernah berlaku kasar.

Arya bahkan hampir tidak pernah melihat anaknya dibentak oleh Lea, apalagi sampai disakiti fisiknya