PENGANTIN YANG KABUR

Akibat insiden itu, Aya tidak lagi dilibatkan dalam pembicaraan lamaran itu. Keluarga kedua belah pihak akhirnya berusaha memaklumi protes yang dilakukan Gayatri.

Mereka merencanakan pernikahan untuk Aya dan Arjuna dalam dua bulan ke depan. Diharapkan, selama masa waktu itu, kedua sejoli itu bisa menjadi lebih dekat secara natural.

Keluarga Aya bersyukur. Mereka berharap Aya bisa menjadi lebih lembut setelah mengenal. Arjuna lebih dekat dan lebih lama.

"Terima kasih untuk pengertian dan kesabarannya." Eyang hanya bisa bersyukur Aya masih diberi kesempatan memperbaiki diri selama dua bulan.

Arjuna terlihat tak terlalu peduli dengan semua pembicaraan para orang tua. Dia memperhatikan dengan penuh perhatian, piring kecil di tangannya yang diisi dengan kue-kue. Seakan semua kue itu baru pertama kali dilihatnya.

"Bagaimana, Arjuna. Apa kau setuju menikah dua bulan lagi?" tanya ayahnya.

"Aku tak peduli kapan waktunya. Aku hanya menjalankan pesan terakhir Dewa!" sahut Arjuna dingin.

Mami merasa sedih mendengar ucapan calon menantunya itu. Arjuna telah menunjukkan dengan jelas bahwa dia tidak menyukai Aya. Ditambah lagi dengan sikap konyol Aya tadi. Tak heran jika Arjuna makin illfeel pada Aya.

"Kenapa putriku sangat bodoh untuk urusan cinta dan jodoh?" sesal mami dalam hati.

Setelah keluarga Arjuna pulang, Aya langsung dipanggil oleh Eyang. Gadis itu datang dengan kepala menunduk. Dia bersiap untuk menerima hukuman dari Eyang.

"Kau harus menikah dua bulan lagi dengan Arjuna. Sadarlah sedikit. Wanita yang akan menikah itu, perlu menunjukkan bahwa dia layak untuk dipilih dan dicintai oleh calon suaminya!"

Eyang berhenti sebentar dan melanjutkan petuahnya. "Namun, hanya kamu seorang, calon istri yang sangat ingin dibenci oleh calon suamimu! Apa otakmu sudah dimakan ikan lele!" sergah Eyang marah.

Aya tak menjawab, Dia terus menunduk dan mendengarkan. Hatinya yang tadi sudah sedih, sekarang menjadi sebal lagi. Dia merasa, jika bukan karena Dewa membuat pesan yang memaksa, maka dia pasti sudah bebas merdeka sekarang!

"Bawa dia pergi dari hadapanku!" ujar Eyang kesal.

Istri Radit langsung menggamit lengan kakak iparnya itu untuk mengikutinya masuk ke kamar.

"Mbak Aya, mbok ya jangan terus seperti ini. Hampir saja keluarga kita menanggung malu besar karena sikap Embak. Tolong direnungi, Mbak."

Ibu muda itu ngeloyor pergi setelah menasehati Aya. Gayatri memandang punggung adik iparnya itu hingga pintu ditutup.

"Aku tak ingin menikah dengan Arjuna. Apa yang harus kulakukan?" batinnya. Dibaringkannya tubuh di tempat tidur dan memandangi langit-langit kamar.

"Apa aku beneran harus pergi dari sini?" pikirnya. Kepalanya mulai memikirkan untuk mencari obeng, tang, pengungkit dan lain-lain.

Dibalikkannya tubuh dan memandang pagar rumah dari jendela kamarnya. "JIka ingin pergi, maka aku harus mencari akal mulai sekarang. Makin dekat waktunya, maka akan makin ketat pengawasan untukku!" batinnya.

Diraihnya ponsel dan melihat pesan yag dikirimkan Luna. Wajahnya langsung cemberut setelah membacanya.

"Monster itu sangat ingin menyiksaku. Hari libur pun aku masih diteror dengan pekerjaan!" geramnya jengkel.

*

*

Sudah jam enam, Aya!" teriak mami dari luar kamar. Tak ada jawaban.

Mami curiga Aya kabur lagi. Jadi dengan segera dia mendorong pintu dan masuk ke kamar. Dilihatnya anak gadisnya itu sedang bersiap untuk ke kantor.

"Kau mau berangkat kerja, sekarang?" tanya mami.

"Ya!" sahut Aya singkat.

"Ayo sarapan dulu. Semua sudah siap!" ajak mami.

"Aya enggak laper, Mi." jawabnya pendek.

"Jangan memberontak, ndukk!" Mami mengingatkan. "Apa sudah lupa dengan apa yang kau lakukan sebelumnya?"

Aya menghela napas, membuang semua penat dari pikirannya. "Life is good," bisiknya dalam hati

Aya akhirnya mengikuti saran mami untuk sarapan. Setelah itu dia pergi menuju kantor. Dia harus mempertahankan laporan yang kemaren sore diajukan pada Arjuna

*****