LDR KATANYA BERAT!!
Tapi tidak bagi Rion dan Rayna. Ini kisah mereka yang berusaha mempertahankan hubungannya apa pun masalah yang mereka hadapi.
Tapi bagaimana jika masa lalu yang menggangu hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
"Ke kanan sedikit lagi!" Rion memberikan instruksi kepada Rayna yang sedang fokus dengan mesin capit di hadapannya.
"Ah itu kiri sayang," ucap Rion saat Rayna gagal mendapat boneka yang ia mau. Padahal sudah jelas Rion menyuruhnya menggerakkan tuas ke arah kanan, tapi yang dilakukan Rayna justru sebaliknya. Sepertinya memang wanita seperti itu, bersikap tergesa-gesa dan mudah panik.
"Ish susah banget sih," gerutu Rayna. Sepertinya ia tak sadar diri, padahal ia yang tak bisa mengikuti instruksi Rion.
"Coba sini Ion yang main!" Rayna memberikan kartu bermainnya kepada Rion. berharap jika Rion akan mendapatkan apa yang Rayna mau.
"Yang merah ya!" pinta Rayna penuh harap. Boneka kelinci berukuran kecil yang menarik perhatian Rayna. Ada pita kecil putih di telinganya yang panjang.
"Ion coba." Rion menggerakkan tuas mesinnya tepat di atas boneka yang Rayna pilih. Dengan percaya diri ia menakan tombol hijau membuat capitan di dalam mesin bergerak turun menjepit telinga boneka.
"Dikit lagi," ucap Rayna menyemangati.
"Yap dapet sayang!" Rion sudah percaya diri dengan cara bermainnya. Boneka kelinci merah itu perlahan naik, hanya tinggal sedikit lagi dan Rion bisa mendapatkan boneka yang Rayna mau.
"Ah...ah...jatoh sayang!" sayang sekali boneka yang sudah berada di atas itu kembali jatuh dan tak bisa mereka dapatkan.
"Haha, maaf deh Ion gak jago main capit kaya gini," sesal Rion. Ternyata ia tak jauh beda dengan Rayna.
"Main bowling yuk!" ajak Rayna. Percuma saja jika mereka terus melanjutkan, tak akan ada apa pun yang mereka dapatkan. Lebih baik mereka menghabiskan waktunya untuk bermain yang lain. Toh Rion bahkan bisa membelikan lebih banyak boneka untuknya di lain waktu.
"Siapa dulu?" tanya Rion yang sedang menggesek kartu di mesin bowling.
"Ion dulu!" suruh Rayna.
"Yang skornya kecil nanti beliin waffle ya!" ucap Rion menantang.
"Ah gampang itu mah." dengan percaya diri Rayna menerima tantangan Rion.
Tak lama bola keluar dari dalam mesin. Rion mengambilnya dan melakukan gerakan bersiap untuk melempar bola dengan sekuat tenaga. Saat hitungan ketiga Rion melempar bolanya dengan lurus, membuat pin bowling di dalam layar berjatuhan dan hanya menyisakan satu pin yang masih berdiri tegak.
"Wihh skornya tiga ratus," puji Rayna.
Kali ini giliran Rayna yang bermain. Ia menarik napas sebelum melempar bola di tangannya kemudian melemparnya dengan tenaga yang ia punya. Setengah pin bowling itu terjatuh, tapi ada tiga pin yang masih berdiri membuat Rayna cemberut.
"Yahh aku kalah." Rion tertawa. Kali ini Rion mendapatkan skor lebih tinggi dari Rayna. Skornya hanya dua ratus tiga.
"Ion mau waffle ya sayang!" pinta Rion sedikit mengejek.
"Kita beli habis main yang lain ya?"
"Iya."
Banyak permainan yang mereka mainkan setelahnya. Dari mulai basket mini hingga permainan memukul tikus tanah. Setelah dirasa cukup dan saldo di dalam kartu tak bisa lagi digunakan, Rion mengajak Rayna untuk menukar hadiah.
"Mba mau yang jepit biru ya hadiahnya!" pinta Rion kepada seorang wanita di tempat penukaran tiket.
"Iya mas." wanita itu memberikan satu pasang jepit rambut berwarna biru dengan motif kelinci berwarna putih. Rion tak bisa mendapatkan boneka yang Rayna mau, setidaknya ia bisa memberikan hal lain yang berhubungan dengan kelinci juga.
"Ini buat Rayna, lucu ada kelincinya." Rion memberikannya kepada Rayna. Ingin Rion memasangnya langsung tapi sayang sekali hari ini Rayna juga sedang memakai jepit rambut berwarna hitam miliknya dan rambut yang dikepang sebagian.
"Lucu deh, makasi sayang!" Rayna memasukkan jepit rambutnya ke dalam tas kecil miliknya.
"Yuk beli waffle!" ajak Rayna kemudian sambil berjalan.
"Karena hari ini Ion mau minta maaf, waffle nya Ion aja deh yang bayarin."
"Ihh gak mau ah, kan aku yang kalah," tolak Rayna.
Rion sedikit cemberut, padahal ia tak masalah menang atau kalah. Ia hanya ingin membuat Rayna tersenyum seharian ini. Itu saja sudah cukup untuk membuat Rion senang.
"Jadi karena itu Ion marah?" tanya Rayna.
Mereka menikmati waffle yang sudah dibelikan Rayna di sebuah bangku dalam mall. Rayna meminta penjelasan tentang Rion yang marah padanya saat malam terakhir mereka berkomunikasi dan Rion menjelaskan semuanya dengan lengkap tanpa ada yang ia kurangi.
"Ion gak marah, cuma sempet kesel aja karena Rayna keras kepala," tutur Rion.
"Maafin aku ya!" kali ini Rayna yang merasa bersalah. Jika saja waktu bisa ia putar kembali mungkin ia tak akan mencurigai dan menuduh Rion macam-macam.
"Enggak ko, salah Ion juga gak cerita."
"Tapi harusnya aku gak bilang yang jelek-jelek tentang Ion! Padahal kunci hubungan bertahan itu saling percaya." Rayna menunduk, mengayunkan kedua kakinya yang tak menapak di lantai. Berbeda dengan Rion, kedua kakinya tetap menyentuh lantai.
"Tapi Ion mau nanya boleh kan?" Rayna mengangguk. "Kenapa tiba-tiba banget Rayna pengen ke Bandung cuma buat tau kehidupan Ion? Maksud Ion tuh selama ini kan Rayna gak pernah maksa kaya kemarin-kemarin."
"Ya habisnya kan aku liat secara langsung cowok selingkuh depan mata aku," ujar Rayna dengan jujur.
"Aku cuma takut kalo di sana ada cewek yang bisa buat kamu lebih nyaman daripada sama aku." Rayna menarik napas panjang sebelum mengatakannya.
"Jadi karena itu Rayna kepikiran?" Rayna merapatkan bibirnya, tak mau menjawab juga. "Yaudah maaf ya, tapi Ion selalu jujur kalo Rayna itu cewek Ion satu-satunya."
"Iya kan namanya juga kepikiran." Ia melahap habis waffle berukuran kecil yang dibelinya bersama Rion.
"Nanti kalo kita sama-sama libur lama boleh deh sayang main ke Bandung, jadi Ion bisa nganterin buat pulang ke Bekasi." Rayna mengangguk saja. Lagipula begini saja sudah cukup baginya. Ia hanya butuh terus diyakinkan dan diperjuangkan.
Setelahnya mereka sama-sama terdiam. Saling merasa bersalah setelah perdebatan malam itu, bahkan tak ada komunikasi sedikit pun setelahnya. Mungkin memang tak ada hubungan yang selalu baik, tapi bukan berarti tak ada hubungan yang tak bisa diperbaiki.
Dering ponsel dari dalam tas milik Rayna menyadarkan lamunan keduanya. Panggilan telepon dari Raya. Rion memberi Rayna kode untuk segera mengangkatnya.
"*Lo dimana Na*?" tanya Raya dari seberang telepon.
"Lagi di luar kak," jawab Rayna.
"*Kunci rumah mana*?" Rayna menepuk keningnya sendiri. Lupa jika kunci rumah ia bawa saat ini.
"Gua bawa."
"*Ko lo gak bilang dulu sih mau keluar*!"
"Maaf kak gua lupa," cicit Rayna. Ia langsung saja berdiri, memberi kode Rion agar segera mengikutinya melangkah.
"*Balik sekarang*!" Pinta Rayna galak.
"Iya." panggilan telepon terputus setelah Raya mengatakannya.
"Kak Raya?" Rayna mengangguk.
"Iya, kan aku gak bilang kalo lagi keluar rumah sama kamu." Rayna sedikit berlari, melewati banyaknya orang di dalam mall. Tujuan utamanya saat ini hanyalah tempat parkir dan kembali ke rumah. Padahal Rayna masih ingin berlama-lama lagi dengan Rion.
"Astaga Rayna! Ion juga lupa." sepertinya karena terlalu senang karena bisa menghabiskan minggunya bersama Rayna.
"Pulang sekarang aja yuk cepetan!" dengan tergesa Rayna melangkah, membuat Rion harus sedikit mengejar langkahnya.
terus ortua mereka jg blm d jelasin ya kk ?