PENGANTIN YANG KABUR
"Buka pintunya!"
Suara seorang gadis yang berteriak dan menggedor-gedor pintu kamar, terdengar sejak pagi. Sudah pulluhan kali dia melakukannya tanpa lelah dan putus asa. Semua orang menggelengkan kepala, lelah mendengar keributan yang sengaja dibuatnya.
Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat ayu, datang menghampiri dan menyahutinya. Setelah sekian kali gadis itu berteriak dan menggedor pintu mencari perhatian, akhirnya ada juga yang meladeni.
"Malu, Cah Ayu. Jangan terus berteriak seperti itu. Nanti lehermu sakit. Masa di hari pernikahan, kamu jadi gagu karena tak sabar konser sejak seminggu sebelumnya?" bujuk wanita itu.
"Mami ... Aya ndak mau nikah sama dia!" ujarnya entah untuk yang ke berapa kali pula.
"Dengan masa lalumu, sudah ndak ada lagi pria baik yang berkenan melirikmu, Nduk," bujuk maminya lagi.
"Beruntung sepupu jauhmu datang dari Belanda. Dia ndak tahu apa-apa. Cuma disodori fotomu saja dia sudah setuju. Keberuntungan yang seperti apa lagi yang mau kau cari?" jelas maminya lagi.
"Tapi Aya ndak cinta sama dia ...." Suaranya setengah menangis.
"Cinta bisa datang seiring waktu. Apa kamu pikir mami dulu cinta sama papimu? Orang udik begitu? Tapi karena dijodohin sama eyang, ya harus manut tho!" Mami memberi contoh.
"Kenapa jadi Mami yang curhat sih!" ujar gadis itu jengkel. Suaranya terdengar menjauh dari balik pintu. Lalu sayup-sayup terdengar tangisan dari dalam kamar.
Wanita paruh baya itu menghela napas panjang. Mendekatkan wajahnya ke daun pintu yang tertutup. Dia melihat lobang kunci dengan gemas. Suaminya menyimpan sendiri kunci kamar. Pria itu tak mempercayai siapapun.
"Sayang ... percayalah. Cinta akan datang seiring waktu. Papi dan mami sudah memilihkan pria paling baik untukmu. Biar kamu bisa merasakan kebahagiaan hidup berkeluarga," ujarnya lembut dan sabar.
"Kalau gitu ambil saja buat mami!" Terdengar teriakan balasan dari dalam kamar.
"Hlo! Piye tho. Trus, papimu gimana? Trus kamu gimana kalau mami diboyong ke Belanda? Apa kamu beneran mau punya ayah tiri?" tanya maminya dengan suara serius.
"Mamiiiiiii ... berisik!" balas putrinya kesal.
Wanita paruh baya itu menutup mulutnya agar tidak tertawa. Setelah beberapa waktu, dia akhirnya berkata.
"Yo wes. Mami tinggal mengurus yang lain dulu ya. Kalau kangen sama mami, gedor lagi aja pintunya. Nanti mami datang lagi." Wanita ayu yang anggun itu berlalu dari sana, dengan senyum kemenangan di wajahnya.
Diangkatnya dagu dan membiarkan suara teriakan Gayatri mengalun. Wanita ayu bernama Ajeng Wardhani itu tidak terganggu sama sekali. Langkahnya sangat tenang dan menatap lurus ke depan.
Dari seberang ruangan, seorang pria bertubuh tambun berambut kelabu, hanya menggeleng. Tak ada yang menyadari tarikan senyum di sudut bibirnya sedetik yang lalu.
Di bagian lain rumah, sebagian orang kembali merasa lega karena suara gedoran pintu yang seperti suara drum dalam marching band itu mengalami jeda sejenak. Menyelamatkan jantung dan telinga mereka yang diteror polusi suara sejak pagi.
*
*
Di depan warung sayur, ibu-ibu berkumpul begitu melihat suasana ramai di rumah besar keluarga Sangaji.
"Dari kemaren ramai sekali. Apa mau hajatan ya?" tanya yang satu.
"Mungkin," sahut yang lain sambil terus memilih sayuran.
"Bukan dari kemaren. Kalau ndak keliru, awal bulan lalu juga ramai kok," Ibu lain menambahi.
"Kalau itu, acara arisan keluarga. Kan eike diminta bantu masak di sana," sahut yang lain menimpali.
"Oo ...." wanita yang sebelumnya bicara, mengangguk mengerti.
"Hlo ... hloo. tumben kok ramai sekali sepagi ini. Apa Pak De Yatno lagi kasih diskon sayuran?" Seorang ibu lain datang mendekat.
"Ora!" geleng Pak De Yatno. Tangannya ikut mengibas, menandakan tidak ada diskon bagi ibu-ibu di situ.
"Sekali-kali kasih diskon atau give away kaya toko onlen gitu hloo ...." ujarnya sambil memajukan bibirnya dengan gaya merot ke kanan kiri.
"Lah, mbok ya sekali-kali ndak pake kasbon tho bu-ibu," balas Pak De Yatno telak.
Tangan ibu-ibu yang sedang memegang sayuran jadi terhenti. Mata mereka serempak melotot ke arah ibu yang baru datang dan cari perkara dengan Pak De Yatno. Tatapan tajam yang mematikan itu membuat si ibu tersebut langsung bungkam seribu bahasa.
Untuk mengalihkan dan menenteramkan Pak De Yatno, seorang ibu membawa lagi arah pembicaraan ke topik semula. "Tadi, saat aku lewat depan rumah Pak Sangaji, kudengar suara teriakan Aya hlo. Juga ada suara gedebak-gedebuk gitu. Dia teriak-teriak gak jelas."
"Ho-oh ... aku juga denger. Teriakan "buka ... buka" gitu hlo." Yang menimpali lagi.
"Apa dia dikunci di kamar?" duga ibu yang lain.
"Hloo, untuk apa Bu Ajeng mengunci Mbak Aya di kamar. Ada-ada saja," bantah yang lain.
"Menurutku, semua ini ada kaitannya," ujar yang lain dengan gaya detektif.
"Kaitan bagaimana?" yang lain langsung menoleh, ingin tahu analisa ibu yang mengaku paling cerdas dari semua langganan Pak De Yatno.
"Iya tho. Coba lihat keramaian ini. Aku yakin, gak lama lagi tukang tenda akan datang. Ditambah dengan teriakan Mbak Aya. Petunjuk yang sangat jelas, kalau Pak Sangaji mau hajatan!" jelasnya dengan wajah bangga. Dia selalu bisa memuaskan keingin tahuan para ibu di warung sayur.
"Hajatan? Hajatan opo? Kan Adiknya Aya satu-satunya sudah menikah tahun lalu. Siapa lagi yang mau dinikahkan?" tanya yang lain penasaran.
"Hlo!" ibu tadi menatap teman-temannya dengan pandangan mengecilkan. Terheran-heran kenapa dia bisa begitu cerdas, sementara yang lainnya sulit melihat berbagai petunjuk yang terlihat jelas.
"Kan Mbak Aya belum nikah. Jadi hanya ada satu kemungkinan, Hajatannya Mbak Aya! gitu aja kok ndak bisa nangkep!" ejeknya dengan wajah merendahkan.
"Mosok seh?" ujar seorang lainnya tak percaya.
"Iya. Masa iya sih Bu Ajeng masih mau menikahkan Mbak Aya? Apa udah lupa dengan dua kali acara pernikahan yang gagal?" timpal yang lain tak percaya.
"Iyo. Yang kedua, malah bikin rugi Pak Sangaji ratusan juta karena dituntut sama calon menantu dan calon besannya itu. Mosok ndak kapok?" bantah yang lain dengan argumen.
"Lah, yang namanya jodoh kan tetap harus diupayakan. Mosok orang tua akan membiarkan putri satu-satunya jadi perawan tua, hanya karena rugi ratusan juta?" timpal yang lain, mendukung analisa si ibu cerdas.
"Tapi, kalau nanti dia kabur lagi, gimana? Wah ... bakal geger lagi nih sekota, nyari-nyari dia." Seorang ibu menggelengkan kepalanya, heran dengan perilaku Aya.
"Yo ... resiko. Resiko si calon suami. Resiko keluarga juga, kalau nanti kembali dibawa ke jalur hukum!" jawab si ibu cerdas. Dia merasa puas bisa menjelaskan dengan smart pertanyaan para tetangganya.
"Jadi, Suara teriak-teriak "buka ... buka" itu, kemungkinan Mbak Aya dikunci di dalam kamarnya?" Ibu yang sebelumnya mundur dari barisan akibat memancing omelan Pak De Yatno, kembali angkat bicara.
"Ooo ...."
Ibu-ibu lain kini mengangguk seirama. Misteri teriakan di pagi hari, kini sudah terpecahkan. Mereka bisa kembali memilih sayur dengan tenang.
Pak De Yatno hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat ibu-ibu di gang itu yang sudah seperti kamera cctv saja. Dia merasa mereka itu sangat cocok menjadi pembawa acara gossip di tivi. Ada pembawa berita, ada yang memancing. Ada yang menimpali, ada yang menyajikan fakta-fakta versi mereka. Ada juga yang bertindak sebagai editor yang menyimpulkan berita. Luar biasa!
******
Karya baru dari author untuk pembaca setia. Kali ini genre Komedi Romantis yaa ...
Jangan lupa Vote, tap favorite ❤, Like 👍 dan komentarnya. Kasih rate ⭐ 5 dan gift🌹juga yaa ...
~ Happy reading ~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
tehNci
Hadir Thor... Telat Mulu ya, aku hadirnya. Maafkan....
2024-01-10
1
Kustri
penasaran knp kabur yaa, dijodohin kah
2023-10-16
1
Kustri
senyum" baca arisan boebo di grobak sayur😁
2023-10-16
1