"Jangan bunuh aku."
Sydney tidak menyangka hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat hanya dalam satu malam. Ia melihat saudaranya dibunuh oleh seorang pria, dan dirinya terjebak dalam situasi sulit. Penderitaan ini tidak ia terima, dan alam mengabulkan permohonannya. Namun, ia malah harus menikah dengan seorang pria kejam bernama Ransom Alexander. Dia adalah pria yang paling Sydney benci. Pernikahan ini adalah dendam.
Cover by : Ineed design.
IG : renitaaprilreal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan
Pintu kamar mandi terdengar bergeser. Sydney lekas mengembalikan album foto ke tempatnya semula, kemudian mengambil sembarangan buku untuk berpura-pura membaca.
Ransom keluar sembari menggosok rambutnya yang basah. Ia memandang Sydney, lalu menghampirinya. Pandangannya jatuh pada buku yang gadis ini pegang.
"Pura-pura polos. Kau menikmati bacaan buku dewasa," ucap Ransom.
"Apa yang kau katakan? Dewasa apa?"
"Buku yang kau pegang. Bergenre romantis dan dikhususkan untuk 21 tahun ke atas."
"A-apa?" Sydney menutup buku, lalu melihat cover serta judulnya. Ia kaget, tetapi tidak ingin kehilangan muka. "Memangnya kenapa? Aku sudah berumur 21 tahun."
"Itu artinya kau juga doyan. Jangan jual mahal denganku. Kita sudah melakukannya sekali."
Plak !
"Sakit!" Ransom mengusap lengannya yang terkenal pukulan buku.
"Pikiranmu itu tidak jauh dari soal ranjang."
"Kau sendiri membaca buku dewasa."
"Aku kembalikan." Sydney mengembalikan buku ke tempatnya semula. "Kau puas?"
"Sama sekali tidak. Itu malah bagus kau membaca buku itu. Pertama kali kau diam seperti patung. Aku maklum kalau kau baru pertama kali. Saat kita sudah menikah, aku ingin pelayanan yang spesial."
"Cukup. Cepat pakai bajumu."
"Kenapa? Wanita lain menyukai tubuhku."
"Tapi, aku tidak suka."
"Sekarang tidak, nanti juga suka."
"Aku keluar. Pakai bajumu." Sydney melangkah keluar kamar.
Ransom menghela napas panjang. "Dia masih berpura-pura."
Sydney melihat-lihat sekitar lantai atas. Foto-foto yang terpajang, lukisan, piagam penghargaan, dan ia lebih tertarik pada balkon di lantai ini.
"Bagus juga rumahnya," ucap Sydney sembari melihat halaman belakang dari balkon serta kolam renang.
"Memang bagus."
Sydney menoleh ke belakang. Ia kira Ransom, rupanya adik tiri, yang nanti akan menjadi ipar.
"Kenapa kau ada di sini?" tanya Sydney.
"Memangnya tidak boleh? Ini kan rumahku."
"Boleh saja." Sydney membiarkan Corvin berada di balkon ini juga.
"Berapa umurmu?" tanya Corvin.
"22 tahun, kenapa?"
"Kau seumuran dengan Mariane. Tapi, apa kau benar-benar ingin menikahi Ransom?"
"Memangnya dia kenapa? Ada yang salah?"
"Dia tidak akan pernah mencintaimu karena cintanya hanya untuk seorang wanita saja, dan itu bukan kau."
"Sepertinya hubungan yang begitu serius."
"Dia menikahimu hanya untuk anak saja. Tapi, terserah. Kalau kau tertarik pada uang, kau bisa melanjutkannya. Aku hanya memberi peringatan saja."
"Peringatan apa yang kau maksud?" Ransom tiba-tiba muncul.
"Sayang!" Sydney segera menghampiri Ransom. "Kau sudah selesai mandi rupanya. Kau wangi."
Namun, Ransom mengindahkan ucapan Sydney. Ia penasaran dengan adanya Corvin di sini. "Kau bicara apa pada tunanganku?" Ransom kembali bertanya.
"Ya, ampun, Kakak. Aku hanya ngobrol santai saja." Corvin mendekat. "Bukankah adik dan calon ipar harus saling mengenal?" Setelah mengatakan itu, Corvin melangkah pergi.
"Apa yang dia katakan?" tanya Ransom pada Sydney.
"Tidak ada. Kau ini kenapa? Apa ada sesuatu yang kau rahasiakan dariku?"
"Jangan terlalu dekat dengannya. Dia itu ular yang berbisa."
"Sepertinya kau tidak senang dengan adikmu sendiri?"
"Aku tidak pernah senang semenjak ibunya hadir di kehidupanku. Terlebih kelahirannya. Aku membiarkan Corvin hidup karena memandang ayahku saja. Jika aku mau, sejak dulu dia sudah mati."
"Kau menakutkan." Sydney parno jika bicara soal kematian.
"Aku tidak akan menyakitimu." Ransom meraih pinggang Sydney.
"Jauh-jauh dariku." Sydney mendorong Ransom. "Sebaiknya antar aku pulang."
"Kau tidak mau jalan-jalan atau bersantai di club?"
"Aku tidak terlalu menyukai dunia malam."
"Kau yakin tidak mau bermalam denganku?"
"Berhenti membicarakan itu. Kenapa pikiranmu selalu ke hal-hal kotor?"
"Itu karena aku terangsang. Kau saja yang tidak mengerti. Aku ini laki-laki normal."
"Aku tidak mau!" Sydney berjalan lebih dulu. Lalu Ransom menyusul dengan wajah tertekuk.
Keinginan Sydney terpenuhi. Ransom mengantarnya pulang ke kediaman Forest. Bahkan ketika tiba di rumah, Sydney tidak mau mengundangnya masuk dan menyuruhnya cepat pergi.
"Sebenarnya aku kurang tampan di mananya? Dia selalu menolakku. Tidak masalah. Lihat saja nanti." Ransom sendiri tidak mengerti kenapa ia senang sekali berdekatan dengan Sydney. Padahal wanita cantik banyak mengelilinginya.
Keesokkan hari, Sydney masih disibukkan dengan rancangan gaun pengantin. Meski kali ini Ransom tidak ikut karena pekerjaan, lalu pernikahan yang sementara ini, tetap saja Sydney ingin semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Pernikahannya harus spektakuler. Punya calon suami kaya, kenapa tidak dimanfaatkan saja? Begitulah pemikiran Sydney.
Kemudian sesuai yang dijanjikan Ransom, pria itu pergi melamar Sydney secara resmi bersama keluarganya. Ayah, ibu, serta adik tirinya turut hadir.
Sebenarnya Ransom malas ikut bergabung dengan ibu dan adik tirinya, tetapi ini karena terpaksa saja. Cincin pertunangan kini tersemat di jari Sydney.
Karena pernikahan ini segera dilangsungkan, Sydney pun jadi sibuk mengurusnya. Meski di bantu dengan wedding organizer, tetapi semua keputusan berada di tangannya. Lalu Ransom, dia hanya tinggal mengiakan saja.
Persiapan dilakukan dengan matang. Undangan disebar. Berita mengenai pernikahan Ransom tersebar luas. Pria yang digandrungi oleh wanita di London akan menikah, dan semuanya menjadi patah hati.
Hanya saja pernikahan ini diadakan secara tertutup, lalu pengantin wanitanya tidak terekspos. Publik jadi bertanya-tanya siapa wanita beruntung yang berhasil memikat Ransom Alexander.
Hingga tiba pada akhirnya, Ransom dan Sydney menikah. Undangan yang hadir juga hanya kerabat dan teman dekat saja. Pernikahan ini dilaksanakan secara privat, bahkan media saja tidak boleh mengambil gambarnya. Malahan ada yang menganggap jika pernikahan Ransom hanyalah rumor. Lalu berita itu hilang begitu saja.
Sydney menerima cincin pernikahan yang disematkan padanya. Begitu juga Ransom. Keduanya dinyatakan sebagai suami istri yang sah. Ransom membuka tudung kepala Sydney, kemudian mendaratkan kecupan di bibir.
Ketika semua bertepuk tangan, barulah Ransom menarik diri. Kesempatan dalam kesempitan. Sydney terpaksa tersenyum padahal ia kesal karena Ransom cukup lama berdiam di bibirnya.
"Selamat!" teriak Elias dengan gembira.
Kerabat yang hadir segera memberi selamat pada kedua mempelai dan dilanjutkan dengan hidangan makan-makan.
"Selamat untuk kalian berdua," ucap Leo, yang merupakan sahabat sekaligus asisten pribadi Ransom ini.
"Kau urus dulu di sini. Aku dan Sydney ingin ke kamar."
"Hei, ini masih siang." Malah Leo yang dibuat malu.
"Aku dan dia akan berangkat ke Maldives. Semuanya akan mengerti."
"Terserah kau saja." Mau dilarang pun tidak akan bisa. Leo mengiakan keinginan sahabatnya ini.
"Sayang, kita kembali ke kamar," ucap Ransom.
"Nanti dulu, aku belum pamitan pada ayah dan kakakku."
"10 menit," kata Ransom.
"Tidak sabaran." Sydney cemberut.
Leo terkikik geli. "Sabar sedikit, dong."
"Andai kau tahu kalau aku harus membuat banyak kesepakatan karena dia. Sebelum wanita itu berubah pikiran, aku harus membuat anak dengannya."
.