Siapa sangka, kedatangan Mona di kediaman Risa adalah awal kehancuran rumah tangga yang baru beberapa tahun dibangun oleh Risa dan Arga.
Hampir setiap malam Risa mendengar suara derit ranjang dari dalam kamar yang ditempati oleh Mona.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Mona di dalam kamarnya?
Penasaran? Yukkk, ikuti kisah mereka 😘😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan Arga Dan Mona
Bi Surti menganggukkan kepalanya. "Maafkan saya, Non."
"Ya ampun, Bi! Kenapa Bibi tega sekali menyembunyikan hal ini dariku!" kesal Risa dengan mata membulat sempurna.
"Maafkan saya, Non Risa. Selama ini saya diancam oleh Tuan Arga untuk tidak memberitahu masalah ini kepada siapa pun. Terutama Non Risa," jawab Bi Surti dengan wajah penuh penyesalan.
Risa menarik napas dalam kemudian menghembuskannya kembali secara perlahan. "Apa yang sudah mereka lakukan, Bi? Katakan lah padaku. Aku siap mendengarkannya," ucap Risa.
"Ehm, itu, Non ...." Bi Surti tampak ragu menceritakan tentang Arga dan Mona.
"Tidak apa-apa, Bi. Ceritakan saja," lanjut Risa dengan serius menatap Bi Surti.
"Saya pernah memergoki mereka berciuman serta melakukan hubungan itu di dapur, Non," sahut Bi Surti dengan wajah cemas membalas tatapan Risa.
Risa kembali membuang napas berat. "Aku benar-benar bodoh, Bi. Kenapa selama ini aku tidak pernah peka akan gelagat mereka berdua. Sekarang lihatlah ini! Semuanya sudah terlambat. Saat ini Mona tengah mengandung janinnya Mas Arga. Dan aku sangat yakin Mas Arga pasti akan mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada Mona."
"Ya, Tuhan!" pekik Bi Surti dengan mata membulat.
Sementara itu.
"Mas akan mengajak aku ke mana?" tanya Mona kepada Arga yang sejak tadi hanya diam tak berbicara sepatah kata pun padanya.
Namun, lagi-lagi lelaki itu tidak menjawab pertanyaan Mona. Bibirnya tertutup rapat dengan tatapan yang masih fokus pada jalan di depannya.
"Mas. Mas dengar aku tidak, sih?" kesal Mona karena Arga tidak juga menjawab pertanyaannya.
"Ke suatu tempat." Terdengar jawaban singkat dan jelas dari Arga. Setelah itu bibirnya kembali tertutup rapat, sama seperti sebelumnya.
Setelah beberapa saat kemudian.
Arga menghentikan mobilnya tak jauh dari perusahaan tempat ia bekerja. Mona tampak bingung karena Arga mengajaknya ke tempat itu dan sekarang tak melakukan apa pun. Hanya diam dan menunggu sesuatu yang sama sekali tidak ia ketahui.
"Kita mau apa ke sini, Mas?" tanya Mona dengan wajah heran.
"Menunggu sesuatu." Lagi-lagi jawaban Arga terdengar sangat singkat dan tidak ingin menjelaskan lebih jauh lagi.
"Iya, aku tahu Mas sedang menunggu sesuatu. Tapi apa?" Mona benar-benar penasaran.
"Sebuah paketan yang aku pesan tadi malam. Aku memakai alamat perusahaan dan berjanji akan menunggu kurirnya di sini."
"Oh." Mona mengangguk-angguk.
Walaupun sebenarnya ia begitu penasaran apa isi paket yang ditunggu oleh Arga saat itu. Namun, ia tidak berani bertanya lagi. Ia takut Arga marah.
Cukup lama mereka menunggu di sana hingga kurir yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Ia menghampiri mobil Arga kemudian menyerahkan sebuah kotak kecil berisi obat yang tadi malam dipesan oleh Arga.
"Terima kasih," ucap Arga sembari meraih kotak tersebut dari tangan sang kurir.
"Sama-sama, Pak." Kurir itu pun kembali melanjutkan perjalanannya.
Arga tampak tersenyum puas menatap kotak itu. Sementara Mona terus memperhatikan Arga sambil bertanya-tanya dalam hati. Apa gerangan isi kotak tersebut.
Arga segera membuka kotak itu dengan tergesa-gesa dan mengeluarkan isinya di hadapan Mona.
"Obat apa itu, Mas?" Mona mulai curiga dengan rencana yang ada di otak Arga saat itu.
"Ini obat penggugur kandungan. Sebaiknya kamu minum obat ini. Minum satu keping sekalian biar hasilnya cepat," ucap Arga dengan begitu antusias kepada Mona.
"Apa! Mas sudah gila, ya! Jadi Mas mengajakku ke sini hanya untuk menyingkirkan janin ini? Oh, tidak-tidak! Aku tidak mau!" tegas Mona sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia menatap Arga dengan penuh kemarahan.
"Kau yang sudah gila! Jelas-jelas kita sudah sepakat bahwa hubungan kita hanya sebatas saling memuaskan. Tidak lebih! Jadi jangan pernah berharap kalau aku akan mempertanggung jawabkan bayi ini!" geram Arga, tak mau kalah.
Arga mengeluarkan semua pil-pil itu dari bungkusnya kemudian menarik tangan Mona dengan kasar agar mendekat ke arahnya.
"Sebaiknya turuti saja perintahku, Mona! Jangan sampai aku melakukan hal-hal yang tidak ingin aku lakukan kepadamu!" ancam Arga sambil menyodorkan pil-pil itu ke mulut Mona.
"Ehmmm!" Mona menutup mulutnya dengan erat agar Arga tidak berhasil memasukkan obat itu ke dalam rongga mulutnya. Dengan sekuat tenaga, Mona mencoba menyingkir dari cengkeraman Arga. Namun, sayang kekuatannya tidak sebanding dengan lelaki bertubuh besar itu.
"Buka mulutmu, Wanita Bodoh!" hardik Arga sambil terus memaksa Mona untuk membuka mulutnya.
Hingga akhirnya kesabaran Arga pun habis. Ia mendaratkan sebuah tamparan keras di pipi kanan gadis itu hingga sudut bibir seksinya berdarah.
Plakkk!
"Akh!" Mona mengelus pipinya yang memerah dan telapak tangan lelaki itu terlihat membekas di sana.
Tidak hanya sampai di situ, Arga yang sudah frustrasi mencengkram rambut indah Mona dan sebelah tangan lainnya memaksa Mona agar membuka mulutnya dengan lebar.
"Buka! Ku bilang buka!" geram Arga.
Mona yang kesakitan, akhirnya menyerah. Ia membuka mulutnya dan membiarkan pil-pil itu masuk ke dalam kerongkongannya.
"Bagus, anak pinter!"
Arga tersenyum puas karena sudah berhasil memasukkan obat-obat itu ke dalam mulut Mona. Ia meraih sebotol minuman kemudian menyerahkannya kepada Mona yang saat ini sedang terisak.
"Minumlah."
Dengan tangan gemetar, Mona meraih botol minuman itu kemudian menenggaknya dengan cepat. Setelah puas meminum air itu, Mona pun kembali menatap Arga yang masih tersenyum kepadanya.
"Sekarang kamu puas, Mas! Kamu memang lelaki bejat," geram Mona dengan air mata yang bertetesan.
...***...