Keyz berpetualang di Dunia yang sangat aneh. penuh monster dan iblis. bahaya selalu datang menghampirinya. apakah dia akan bisa bertahan?
Ini adalah remake dari novel yang berjudul sama. dengan penambahan alur cerita.
selamat membaca
kritik dan saran di tunggu ya. 😀
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
World Of Library
Keyz dan Flip mengelilingi gua di sekitar danau super jernih itu. Terlihat ada tanda-tanda bahwa seseorang pernah tinggal di sana. Di ujung paling dalam gua, berdiri sebuah pintu megah terbuat dari emas murni, berhiaskan permata sebesar kepalan tangan. Permata-permata itu berjejer rapi, identik bentuk dan ukurannya. Di tengah-tengah pintu, terdapat hiasan berbentuk tameng, dan di tengah tameng itu — kepala singa berwarna perak yang dibuat dari logam titanium, dengan kombinasi tameng berwarna hitam dan putih yang mengilap.
Ketika Keyz menyentuh kepala singa itu, mata singa tiba-tiba terbuka, memancarkan cahaya tajam. Dalam sepersekian detik, cahaya itu menembus mata Keyz, lalu padam seketika. Keyz tak sempat menyadari hal aneh itu; yang dia tahu, hiasan itu baru saja berkedip.
“Hebat sekali... siapa yang membangun pintu berbentuk kepala singa ini?” gumam Keyz kagum. “Flip, kamu tahu sesuatu tentang ini?”
“Aku sama sekali tidak tahu-menahu,” jawab Flip. Ia masih tampak kikuk mengenakan baju besar milik Keyz — terutama karena bagian dadanya terasa sesak.
Keyz menelan ludah, cepat-cepat memalingkan wajah ke arah singa itu, pura-pura fokus pada sesuatu yang lain.
Tiba-tiba, suara berat bergema dari arah pintu.
“Siapa kalian?”
“WAAAHHHH!!!” Keyz dan Flip menjerit bersamaan.
“Bi–bicara!!” teriak Flip. “Hiasan pintunya bicara!!”
“Ahahaha! Jangan terkejut begitu, anak muda,” sahut suara itu dengan nada hangat. “Perkenalkan, aku Beastlord.”
“Raja monster?” tanya Keyz heran.
“Oh, kamu bisa bahasa kuno, nak?”
“Begitulah. Ayahku yang mengajarkannya kepadaku.”
“Siapa namamu, anak muda?”
“Keyz. Dan ini Flip. Dia sebangsa peri,” jawab Keyz sambil memegang lengan Flip.
“Peri? Setahuku peri memiliki sayap…” ucap Beastlord, penasaran.
Tanpa berpikir panjang, Flip melepas bajunya dan memamerkan sayapnya yang bercahaya.
“Lihat? Ini sayapku!”
“WOAAHH—!!”
“Bodoh! Jangan lepas baju sembarangan!” Keyz cepat membalik badan, menutup wajah dengan tangan. “Dan kau juga, hiasan pintu! Jangan ikut-ikutan mesum!”
“Ahahaha!” suara Beastlord tertawa bergemuruh. “Aku hanya meniru ekspresi tuanku, nak. Aku tidak punya libido!”
“Heh?! Dasar aneh!”
“Ayolah, jangan tegang begitu. Nanti cepat tua, lho!” candanya. “Jadi, kenapa kalian sampai di sini?”
“Kami tersesat,” jawab Keyz. “Terjatuh dari jurang, hanyut di sungai bawah tanah, dan… yah, akhirnya sampai di sini.”
“Lebih tepatnya, Keyz yang jatuh,” ralat Flip. “Aku mencari dia, dan akhirnya ikut ke sini. Tapi, siapa ‘tuan mu’ yang tadi kamu sebut?”
“Itu cerita lama,” jawab Beastlord tenang. “Kalau kuceritakan, mungkin akan memakan waktu lama. Apakah kalian ingin mendengarnya?”
“Aku tidak keberatan,” kata Keyz. “Lagi pula, kami juga tidak tahu jalan pulang. Lebih tepatnya... kami tidak punya tempat untuk pulang.”
“Ahh... kalian kawin lari?”
“BODOH!” teriak Keyz. “Cepat ceritakan kisahmu!”
“Hahaha! Benar-benar mirip tuan ku dulu,” ujar Beastlord sambil terkekeh. “Baiklah, duduklah di situ dan dengarkan baik-baik...
Pada zaman dahulu—” Beastlord belum juga berkata.
Tiba-tiba....
“BLAR!!!”
Suara ledakan mengguncang seluruh gua. Getarannya begitu hebat hingga batu-batu di langit-langit berjatuhan.
“Hei! Apa itu?!” seru Keyz.
“Aku juga tidak tahu,” jawab Beastlord. “Tapi mustahil ada ledakan di sini. Tempat ini hampir mendekati inti bumi!”
Ledakan berikutnya terdengar. “BLARRR!! TRANG!! CTING!!” Di susul dengan suara logam beradu menggema.
“Itu... suara pertempuran,” bisik Flip. “Kita lihat ke luar?”
“Jangan bercanda!” tegur Keyz. “Setiap dentumannya saja bisa bikin gempa begini!”
“Tapi aku penasaran siapa yang sedang ber—”
“DUUMM!!!”
Ledakan besar kembali mengguncang. Atap gua runtuh di berbagai titik di dekat mereka.
“Kalian! Masuklah!” seru Beastlord. Pintu emas berhiaskan singa itu terbuka perlahan, menampakkan ruangan dalamnya — penuh dengan buku-buku kuno yang tersusun rapi dari lantai hingga langit-langit.
“Cepat masuk! Kalian akan aman di dalam. Aku akan melindungi kalian!”
"Ad... Ada apa sih?
"Sudah, nurut aja!"
Ledakan benar-benar sudah di dekat mereka.
“BLAR!!”
Mulut gua semakin terbuka karena ledakan berikutnya. Dan dari celah itu, muncul sosok mengerikan — berpakaian zirah hitam yang terbakar api gelap, wajahnya berupa tengkorak dengan mata menyala merah. Di punggungnya, empat sayap berapi berkibar dan sangat gagah, membakar udara di sekitarnya.
“Itu... Raja Iblis!” teriak Beastlord. “Cepat masuk! Dia sangat berbahaya! CEPAT!!”
Keyz dan Flip tak berani membantah. Mereka segera berlari masuk ke dalam. Begitu mereka melewati ambang pintu, pintu emas itu tertutup keras, menimbulkan gelombang angin yang membuat mereka terlempar ke dalam ruangan.
“Aegis!” seru Beastlord. Seketika, kubah pelindung terbentuk, melindungi ruangan itu dari kehancuran di luar.
Keyz terbatuk, menatap sekeliling. Ruangan itu benar-benar penuh dengan rak buku kuno, berjajar rapi tanpa celah. Dari lantai sampai langit-langit, semuanya tertutup lembaran ilmu.
“Aneh...” gumam Keyz.
“Ya?” tanya Flip.
“Aku sama sekali belum pernah melihat tulisan-tulisan seperti ini sebelumnya...” katanya sambil menyentuh punggung buku berwarna hitam dengan tulisan emas. “Tapi… aku bisa membacanya.”
“Benarkah? Apa isinya?”
Keyz membaca dengan suara rendah, “Kitab Perjanjian Pertama yang diberikan Tuhan kepada manusia... ini yang kedua... ketiga... dan ini yang terakhir.”
Ia membuka satu demi satu buku, membacanya dengan khidmat.
Di mata Flip, Keyz tampak seperti orang gila yang membuka buku secara acak dan secepat mungkin, berpindah dari satu rak ke rak lain tanpa berhenti.
Buku demi buku, rak demi rak. Hampir satu jam berlalu — dan Keyz belum menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti.
Ia membaca, menyentuh, menyerap — seolah semua ilmu pengetahuan di ruangan itu sedang merasuk langsung ke dalam jiwanya.
Nex
Sementara itu, di luar perpustakaan tempat Keyz membaca—
“Gabby.” suara berat penuh bara terdengar dari balik kepulan asap hitam. “Kau selalu saja menghalangi jalanku, sayang.”
Di hadapannya berdiri sosok malaikat wanita berwajah agung. Gabby, malaikat agung dengan rambut putih panjang yang berkilau seperti perak cair. Matanya hitam legam tanpa bagian putih sedikit pun, membuatnya tampak seperti makhluk surgawi yang sudah terlalu lama menatap ke dalam kegelapan. Kulitnya seputih salju, dan dari tubuhnya menjulur delapan pasang sayap, dua di pundak, empat di pinggang atas, dan dua di pinggang bawah—semuanya berlapis cahaya lembut seperti sinar bulan.
Ia mengenakan zirah emas murni yang memantulkan cahaya setiap kali terkena percikan api dari udara. Di tangannya, sebuah pedang putih besar memancarkan cahaya menyilaukan, seolah dibuat dari kilat yang dibekukan.
“Lucxy,” kata Gabby dingin. “Bertobatlah… atau kau akan mati di tanganku.”
Di seberangnya, berdiri sosok iblis raksasa. Lucxy, sang Raja Iblis. Wajahnya tinggal tengkorak yang diselimuti api hitam. Tubuhnya mengenakan baju zirah berwarna hitam legam, di mana kobaran api gelap terus menjilat permukaannya tanpa pernah padam. Di punggungnya, empat sayap merah membara, berdenyut seperti bara yang bernyawa.
Ia membawa sebilah pedang yang serupa dengan milik Gabby, namun warnanya terbalik — bilahnya merah menyala di bagian tajam, hitam gelap di bagian tengah, seperti darah dan bayangan yang menyatu.
“Minggir, Gabby,” kata Lucxy datar, tapi suaranya mengandung amarah yang menggetarkan dinding gua. “Aku harus masuk ke dalam perpustakaan itu. Aku harus mengambil Ark of Origin.”
“Untuk apa kau mencari kitab sihir itu, Lucxy?” bentak Gabby. “Benda itu seharusnya tersegel selamanya! Tak boleh jatuh ke tangan pengkhianat seperti dirimu. Jadi... enyahlah!!”
Dalam sekejap, Gabby melesat. Gerakannya terlalu cepat untuk dilihat mata manusia — hanya kilatan emas yang mengoyak udara.
Namun, Lucxy menangkis setiap tebasan itu dengan sempurna.
Pedang mereka saling beradu. Setiap benturan menciptakan ledakan cahaya dan gelombang energi yang menghancurkan batu di sekitarnya.
Setiap dentuman pedang mereka membuat gua bergetar hebat.
Di dalam perpustakaan, Beastlord—penjaga pintu—terus mengucapkan mantra pelindung.
“Aegis! Aegis!” serunya berulang-ulang setiap kali gelombang ledakan datang, menahan reruntuhan agar tidak merobohkan ruangan tempat Keyz dan Flip berada.
__
Kembali ke dalam perpustakaan.
“Keyz?” panggil Flip pelan. Di hadapannya, berdiri sebuah kotak kayu berlapis emas, berhias dua patung malaikat kecil di sisi kanan dan kirinya. Cahaya putih dari langit-langit gua menyoroti kotak itu, membuatnya tampak suci dan agung.
“Indah sekali kotak ini…” bisik Flip kagum.
Keyz, yang duduk bersandar di lantai, memijat pelipisnya dengan wajah lelah.
“Aduh… tunggu sebentar. Kepalaku pusing. Aku baru saja menyelesaikan membaca semua buku ini…”
Flip menyipitkan mata, tidak percaya.
“Bodoh. Kamu pikir aku tidak tahu? Kamu hanya membuka-buka buku itu sembarangan.”
“Hah? Apa kamu bilang?” Keyz memandang Flip dengan wajah kaget.
“Sudahlah. Sini, lihat ini.” Flip menunjuk kotak berlapis emas itu.
Benda itu terletak di atas sebuah altar batu, seolah-olah dijaga oleh cahaya dari langit. Kotak itu memantulkan sinar ke segala arah, terlihat begitu bersih dan suci, tanpa debu sedikit pun. Seakan-akan seseorang selalu datang untuk membersihkannya setiap hari, padahal tempat ini sudah ribuan tahun terkubur di bawah tanah. Mungkin.
“Mustahil…” desah Keyz pelan. “Itu... Tabut Sulaiman.”
“Kitab sihir King Solomon yang terkenal itu?” tanya Flip dengan mata membesar.
“Benar.” Keyz menatap kotak itu dalam-dalam. “Kitab sihir yang menjadi alasan semua peperangan di dunia ini. Dikatakan, siapa pun yang berhasil menemukannya... dia akan menguasai seluruh makhluk hidup.”
Flip menelan ludah. “Apa yang akan kita lakukan dengan benda itu?”
“Tentu saja aku akan membacanya, menguasai isinya... dan setelah itu, aku akan menolong para budak di negeriku. Akan ku hancurkan tiran di sana. Akan ku hancurkan Clay si mata satu itu!”
Dengan tekad yang menyala, Keyz melangkah mendekati altar. Ia mengulurkan tangan, menyentuh permukaan emas itu.
Saat ujung jarinya menyentuh kotak, patung malaikat di kedua sisi kotak itu bergerak. Sayap mereka bergetar pelan, dan dari mulut mereka terdengar nyanyian suci dalam bahasa surgawi. Keyz terpana, menatap mereka lekat-lekat — tapi kemudian menepis pikirannya.
“Hanya halusinasi...,” gumamnya.
Ia menarik napas panjang. Lalu, dengan hati-hati, membuka kotak itu.
Tak ada kunci, tak ada penghalang. Kotak itu terbuka dengan mudah.
Di dalamnya terbaring sebuah buku tebal berlapis logam hitam, dengan ukiran mekanisme rumit di setiap sisinya. Begitu jari Keyz menyentuh permukaannya, mekanisme itu bergerak sendiri, berputar, dan membuka buku itu perlahan-lahan.
Dan saat buku itu terbuka sepenuhnya—
BYARRR!!!
Cahaya putih menyilaukan meledak keluar, menembus mata Keyz.
“ARRRGHHH!!!” teriaknya keras. Ia berusaha menutup mata, tapi matanya tidak bisa tertutup. Cahaya itu menembus langsung ke dalam bola matanya.
Flip menatap ngeri. Dari dalam buku itu, huruf-huruf kuno—rune bercahaya—mulai melayang keluar, satu per satu, terbang dan masuk ke dalam mata Keyz.
Setiap kali satu rune masuk, halaman buku itu berbalik sendiri. Semakin cepat, semakin banyak, dan teriakan Keyz makin mengerikan.
“Keyz!!!” Flip berusaha mendekat, tapi tubuhnya tak bisa bergerak. Dunia di sekitarnya membeku. Waktu berhenti. Ia hanya bisa menyaksikan semua itu terjadi tanpa daya.
Halaman terakhir terbuka. Huruf rune terakhir meluncur masuk ke dalam mata Keyz.
Buku itu tertutup sendiri, lalu terbakar hebat dengan api berwarna biru.
“ARRRRGHHHHHH!!!”
Keyz terlempar ke belakang, menghantam dinding batu di belakang altar. Tubuhnya bergetar hebat, matanya terbelalak menatap ke langit-langit gua, dan dari tenggorokannya keluar teriakan panjang yang memilukan, bergema hingga menembus seluruh ruang bawah tanah itu.
Sementara di luar sana — suara benturan pedang antara malaikat dan iblis masih terdengar,
mengiringi teriakan Keyz yang melolong panjang dan menyayat hati.