“Jangan sok suci, Kayuna! Kalau bukan aku yang menikahimu, kau hanya akan menjadi gadis murahan yang berkeliling menjual diri!”
Demi melunasi hutang ayahnya, Kayuna terpaksa menikah dengan Niko — CEO kejam nan tempramental. Ia kerap menerima hinaan dan siksaan fisik dari suaminya.
Setelah kehilangan bayinya dan mengetahui Niko bermain belakang dengan wanita lain. Tak hanya depresi, hidup Kayuna pun hancur sepenuhnya.
Namun, di titik terendahnya, muncul Shadow Cure — geng misterius yang membantunya bangkit. Dari gadis lemah, Kayuna berubah menjadi sosok yang siap membalas dendam terhadap orang-orang yang menghancurkannya.
Akankah Kayuna mampu menuntaskan dendamnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SooYuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
Kamar itu tenggelam dalam kegelapan. Hanya cahaya samar dari celah jendela yang menembus tirai bercorak coklat, udara terasa berat, hening. Hanya helaan napas yang terdengar jelas, bahkan detik jam pun enggan bersuara.
Kayuna duduk di sudut kamar, sambil memeluk erat lututnya. Wajahnya suram, tatapannya datar, sudah satu minggu lebih setelah ia keluar dari rumah sakit dan kini kembali terkurung di kamarnya.
“Anak? Aku tidak pernah berharap memiliki seorang anak denganmu!”
Dunia seolah berhenti berputar saat kata-kata itu keluar dari mulut suaminya. Dadanya terasa sesak, air mata tertahan di ujung kelopak, ia menatap kosong ke depan. Ucapan kejam Niko kemarin masih terus menggema di kepala.
Dua hari yang lalu, seorang dokter pribadi datang untuk memeriksa kondisinya. Dari hasil pemeriksaan, sang dokter pun menyampaikan kabar mengejutkan — Kayuna hamil, sudah berjalan empat minggu. “Janinnya sehat, perkembangannya bagus,” katanya.
Kayuna menelan ludah pahit, kabar bahagia itu sama sekali tak disambut dengan hangat. Alih-alih menerima, justru penolakan kejam yang dilontarkan oleh suaminya.
Kayuna menyentuh lembut perutnya. “Bahkan ayahmu, tidak bersedia menerimamu, Nak,” gumamnya dengan suara lirih.
***
Hujan deras di luar membuat suasana apartemen terasa dingin. Niko berdiri di depan jendela kaca, masih mengenakan kemeja kerjanya yang basah di bagian bahu. Tak lama, Airin keluar membawa handuk.
“Maaf ya, Pak. Apartemen saya agak sempit,” ujarnya pelan sambil melangkah mendekat.
Niko menoleh singkat. “Nggak masalah.”
Airin tersenyum samar, mendekat tanpa diminta. Tangannya menyentuh lembut bahu Niko — mulai mengeringkan bagian belakang leher pria itu, jemarinya terus bergerak nakal.
“Saya bantu keringkan ya, Pak,” Nada suaranya terdengar pelan, seperti godaan yang sulit diabaikan.
Niko menegang, aroma parfume Airin tercium lembut — nan memabukkan. Suara gadis yang terus berbisik di dekat telinganya membuatnya semakin tercekat.
Niko dan Airin dalam perjalanan bisnis sebelumnya, namun klien tiba-tiba membatalkan pertemuan. Cuaca mendadak hujan, dan entah apa yang terjadi, keduanya berakhir di apartemen Airin.
“Basah semua, Bapak bisa masuk angin kalau seperti ini,” bisik Airin sambil terus menyentuh Niko.
Niko menelan ludah. “Airin … saya bisa sendiri.”
Airin tersenyum tipis. “Saya bantu saja, Pak. Sedikit lagi,” sahutnya dengan suara yang dibuat-buat sengaja menggoda.
Niko kembali terdiam. Tubuhnya kian menegang kala Airin terus meraba leher hingga telinganya, sudah lama Niko tak menikmati sentuhan wanita. Sejak Kayuna dirawat lalu kini dinyatakan hamil, laki-laki itu seolah tak memiliki lagi gairah terhadap istrinya. Karena menurutnya, Kayuna yang lemah tak lagi bisa memuaskan hasratnya.
“Pak Niko … saya boleh katakan sesuatu?” Airin berbisik pelan di telinga Niko.
Niko sontak merinding, bisikan Airin nyaris terdengar seperti desahan. “Apa?” balasnya singkat, seraya berusaha menahan diri.
“Pak … saya tahu ini sedikit lancang, tapi saya sudah tidak bisa lagi menahan,” ucap Airin tanpa basa-basi.
“Apa maksudmu?”
“Saya … sebenarnya menaruh rasa sejak lama dengan Pak Niko. Bisa dibilang, jatuh cinta pada pandangan pertama,” kata Airin dengan lembut.
Niko langsung berbalik badan, kini berhadapan dengan Airin. “Rin … saya —”
“Ssttt.” Airin langsung membungkam, meletakkan jari telunjuknya di bibir Niko. “Saya tahu, Anda suami sahabat saya. Tapi … saya sudah tak sanggup lagi menahannya, Pak.”
Niko kembali menelan ludah. Tatapan nakal Airin membuatnya tergugah — bahkan perkututnya pun ikut menegang.
Bak kucing yang diberi ikan asin. Niko mulai memandang Airin dengan minat yang dalam, gadis itu berhasil memancing suami sahabatnya dan terus melanjutkan aksinya.
Dengan tatapan yang mampu menghipnotis laki-laki di hadapannya. Airin meraih dasi Niko — menariknya pelan mendekat ke ranjang kamarnya.
Niko meladeni rayuan Airin, dia mengikuti pergerakkan gadis itu dan mulai tegang kala Airin menyentuh pensil inulnya.
“Ahhh ….” desah Niko pelan sambil memejamkan matanya.
Airin terus menyentuh Niko, jari-jarinya lihai meraba sekujur tubuh pria di hadapannya. Tak kuasa menahan hasratnya, Niko dengan cepat memegang pinggang Airin — mengangkatnya dan merebahkan di atas meja dekat ranjang.
“Kau … jangan menyesal setelah hari ini,” bisik Niko pelan.
Airin terpojok di dinding, namun segera menganggukan kepala, tatapannya masih terus menggoda.
Tak menunggu lagi, Niko langsung melepas kemejanya dan menerkam Airin dengan liar.
Seperti biasa, Niko dengan beringas mengikat Airin dan menikmati rang_sangan dengan penyiksaan. Namun, Airin sama sekali tak merasa takut, ia justru ikut menikmati momen tersebut.
Malam itu berlangsung dengan suasana memanas, seorang suami dan sahabat tega mengkhianati wanita malang yang kini hidupnya sudah cukup berantakan.
***
Pagi itu, Niko pulang setelah menghabiskan malam di luar rumah.
Kayuna yang masih bercermin di kamar, sontak menoleh saat pintu terbuka.
“Mas? Kamu baru pulang?” tanyanya pelan.
Niko melepas jas dan kemejanya, lalu melemparnya di hadapan Kayuna. “Cuci itu, jangan ganggu tidurku hari ini.”
Kayuna menelan ludah, namun segera meraih pakaian suaminya yang tergeletak di lantai. “Kamu menginap di mana?”
“Bukan urusanmu, jangan berisik.” Niko menutup telinga saat berbaring di kasur.
Kayuna hanya menghela napas pelan, lalu melangkah keluar menuju ruang loundry. Wajahnya datar menyibak satu per satu pakaian suaminya, hingga tangannya memegang satu kemeja putih yang dikenakan Niko semalam.
Aroma parfume asing menusuk inderanya. “Wangi apa ini? Bukan parfume Mas Niko,” gumamnya.
Kayuna terus memeriksa — mengendus tiap helai kemeja, pusat aroma asing yang diciumnya. Lalu netranya menemukan corak merah di kerah kemeja itu.
“Lipstik?” ucapnya pelan dengan wajah curiga. “Mas Niko … nggak mungkin, ‘kan?”
Kayuna tertegun, tubuhnya mendadak kaku. Tangannya menyentuh lembut perutnya, ia sudah merasakan ada kehidupan kecil di dalam sana.
“Mas Niko memang kasar, tapi nggak mungkin dia bermain wanita di luar,” lirihnya masih berusaha berfikir positif.
Dengan wajah gusar, Kayuna melanjutkan rutinitasnya.
Di meja makan. Vena dan Safira sudah duduk dengan tatapan sinis kala melihat Kayuna yang berjalan pelan menuju dapur.
“Jam segini baru bangun? Males banget jadi perempuan!” omel Vena dengan ketus.
“Hamil? Jadi alasan tuh sok manja-manja. Padahal emang males aja,” timpal Safira.
Vena mendengus kesal, dengan tatapan sengitnya yang terus tertuju pada menantunya. “Padahal anakku lembur sampai baru pulang pagi hari, demi nafkahin istri rendahan ini.”
“Kak Niko lembur? Tumben banget,” balas Safira.
“Mama lihat tadi, dengan wajah kelelahan Kakakmu baru masuk ke rumah di pagi buta,” jelas Vena. “Awas aja kalau sampai anakku sakit, kau akan tahu akibatnya,” ucapnya tajam pada Kayuna.
Kayuna hanya diam, tak mau menanggapi ocehan mertua dan adik iparnya. Dia sudah cukup lelah menjalani hari yang dipenuhi dengan mual karena masa mengidam.
Sambil memotong sayur, pikirannya terus melayang entah ke mana. ‘Aku harus selidiki, untuk menemukan jawaban rasa curigaku. Mas Niko … selingkuh?’
*
*
Bersambung ….