Niat hati, Quin ingin memberi kejutan di hari spesial Angga yang tak lain adalah tunangannya. Namun justru Quin lah yang mendapatkan kejutan bahkan sangat menyakitkan.
Pertemuannya dengan Damar seorang pria lumpuh membuatnya sedikit melupakan kesedihannya. Berawal dari pertemuan itu, Damar memberinya tawaran untuk menjadi partnernya selama 101 hari dan Quin pun menyetujuinya, tanpa mengetahui niat tersembunyi dari pria lumpuh itu.
"Ok ... jika hanya menjadi partnermu hanya 101 hari saja, bagiku tidak masalah. Tapi jangan salahkan aku jika kamu jatuh cinta padaku." Quin.
"Aku tidak yakin ... jika itu terjadi, maka kamu harus bertanggungjawab." Damar.
Apa sebenarnya niat tersembunyi Damar? Bagaimana kelanjutan hubungan Quin dan Angga? Jangan lupakan Kinara sang pelakor yang terus berusaha menjatuhkan Quin.
Akan berlabuh ke manakah cinta Quin? ☺️☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Adrian melirik Al seraya memberi kode. Ia merasa bingung karena Damar dan Quin tak kunjung kembali.
"Angga, Dennis, aku pamit. Mungkin Quin sedang menungguku di parkiran," kata Al beralasan.
Padahal saat ini, ia hanya bisa menebak. Mungkin saja Quin dan Damar sedang dalam perjalanan pulang.
Beberapa detik kemudian, Adrian juga menyusul. Sepeninggal keduanya, Angga melirik Dennis sambil tersenyum penuh arti.
Tak lama berselang, ponsel Angga bergetar. Ia langsung menjawab panggilan itu. Raut wajahnya seketika berubah.
Kesal serta emosi saat pelayan yang dibayarnya tadi memberitahu, Quin dan Damar sudah meninggalkan hotel.
'What the fu*ck!! Sia-sia saja usahaku untuk mendapatkannya kembali. Damn! Malah Damar yang menerima hasil manisnya!' umpat Angga dalam hati lalu meninggalkan ballroom.
Ia mengayunkan langkah cepat menuju lift. Tujuannya kini adalah ke parkiran sekaligus akan menuju ke club' malam.
"Argh! Sh*it!" umpat Angga sesaat setelah duduk di kursi kemudi. Memukul setir mobil bertubi-tubi melampiaskan kekesalannya.
Beberapa menit kemudian, ia melajukan mobilnya menuju club malam dengan perasaan kesal. Angga seakan tak terima jika Quin dan Damar saat ini sedang making love.
"Kenapa harus, Damar! Pria casanova itu? Bagaimana jika dia hanya memanfaatkanmu saja Quin!" gerutu Angga emosi.
.
.
.
Sementara itu, Damar yang baru saja memarkir mobil di parkiran kediamannya, melirik Quin sekilas.
"Aku, duluan," ucap Quin lalu turun dari roda empat itu. Ia mempercepat langkah menuju pintu utama.
Setelah membuka pintu, ia berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Hawa tubuh yang semakin panas membuatnya gelisah. Setelah melepas gaunnya, Quin mengatur suhu AC.
Kepalanya mulai terasa berat, efek obat tidur yang diminumnya beberapa menit lalu mulai bereaksi.
"Come on, jangan membuatku tersiksa menahan hasrat ini. Mata, cepatlah kau tertutup," gumam Quin sambil mondar mandir.
"Quin," panggil Damar memandangi gadis itu seraya menghampiri.
"Damar," bisik Quin seraya memeluk Damar. Pria itu membenamkan bibirnya ke ceruk leher Quin. Sehingga gadis itu menginginkan yang lebih dari sekedar ciuman.
Damar yang mulai terpancing langsung membawa Quin ke atas ranjang. Posisi gadis itu yang sedang berada di atas tubuhnya membuat ia tersenyum.
"Oh, Honey." Damar menggigit bibirnya.
"I want you," bisik Quin dengan tatapan sendu.
"Are you sure?" Damar balik berbisik kemudian mencium bibir sang asisten saling berbalas. Saat hasratnya kian memuncak, Quin justru berhenti di tengah jalan.
"Ah, Damn! Dia malah tertidur!" umpat Damar sembari menatap langit-langit kamar. "Hampir saja aku menodainya. Maafkan aku, Quin. Aku nggak bisa mengendalikan diriku."
Perlahan Damar memperbaiki posisi tidur gadis itu. Mengecup singkat kening Quin lalu menyelimuti tubuhnya. "Have a nice dream, Honey."
Demi mendinginkan kepalanya, Damar memilih naik ke rooftop sekaligus mencari angin segar. Ia merogoh saku celana mengeluarkan rokok beserta pemantiknya.
"Aku nggak bisa membayangkan jika saat ini Quin bersama Angga. Tentu mereka sudah ... ah, aku bahkan nggak rela jika dia kembali ke pelukan mantan tunangannya itu."
Damar tersenyum mengingat kejadian barusan. Mengusap dadanya yang tiba-tiba berdebar kencang.
"Quin nggak mungkin seliar itu jika dalam mode normal. Kok, bisanya dia kepikiran meminum obat tidur itu," gumam Damar lalu menyesap rokoknya.
Setelah menghabiskan beberapa batang rokok di tempat itu, ia kembali ke kamar lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tiga puluh menit kemudian ....
Ia kembali ke kamar Quin sekaligus memilih tidur bersama gadis itu. Ia tertawa memandangi wajah teduh sang asisten. "Bagaimana, ya, reaksinya besok saat mengingat kejadian malam ini?" gumam Damar.
.
.
.
Di club' malam, Angga seolah merasa frustasi. Niat awal ingin menjebak Quin malah gagal total. Ia terus menenggak minumannya sambil membayangkan Quin dan Damar.
"Damn! Mereka pasti sedang making love!" pikir Angga dengan perasaan kesal. Padahal orang yang sedang dipikirkannya. Kini sudah tertidur pulas di dalam satu selimut.
Pluk!
Seseorang menepuk punggungnya sekaligus membuat Angga memutar kepala. "Dennis."
"Ada apa, denganmu? Kenapa kamu tiba-tiba meninggalkan ballroom?" tanya Dennis sesaat setelah duduk di samping Angga.
Angga menggelengkan kepala. Malas menjawab pertanyaan dari Dennis. Yang ada, dia bakal menjadi bahan tertawaan partner bisnisnya itu.
"Angga, apa aku nggak salah lihat tadi? Maksudku Quin dan Damar!" selidik Dennis. "Apa jangan-jangan kamu dan Quin ...."
"Ya, hubunganku dan Quin sudah berakhir," sahut Angga sambil tertunduk.
"What!! Serius?!" Dennis terkejut sekaligus tak percaya.
"Menurutmu?!" sahut Angga kesal lalu meneguk sisa minumannya.
"Hahahaha!" tawa Dennis langsung pecah sambil memukul-mukul meja bartender. "Aku penasaran apa penyebabnya."
Tak lama berselang, Kinar menghampiri keduanya. "Dennis, Angga, apa aku bisa bergabung?"
Angga melirik Kinar ketika gadis itu berdiri di sampingnya. "Sendiri saja? Biasanya kamu berbarengan dengan teman-temanmu."
"Menurutmu."
Angga menggedikkan bahu lalu menyesap rokoknya dalam-dalam. Sejenak ia memejamkan mata membayangkan wajah Quin.
'Sial! Gara-gara Kinar, hubunganku dan Quin harus berakhir ngenes!' umpat Angga dalam hati.
"Butuh teman tidur malam ini?" bisik Kinar dengan nada sensual kemudian meraba paha Angga.
Angga menyeringai. Pikirnya, untuk apa menolak tawaran gratis itu. ”Aku nggak akan menolak," balas Angga.
...----------------...