SEQUEL "BUNDA UNTUK DADDY"
_____
Menceritakan kisah anak-anak Sandy dan juga Stella.
Pada salah satu situasi masa SMA. Mostwanted yang bertemu primadona sekolah.
Basket, cheerleader, dan segala sesuatu yang berbau remaja.
Baper, sedih, senang, persahabatan, konyol dan CINTA 😍
=> Bersiaplah, karena cerita ini memiliki efek ketagihan yang super dahsyat. 😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saskavirby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Kembali
Beruntung hasil lab menunjukkan tidak adanya luka serius di kepala Chiara, sehingga setelah hampir dua minggu berbaring di rumah sakit dirinya diperbolehkan pulang. Teman sekelasnyapun sempat menjenguknya di rumah sakit, karena Chiara izin terlalu lama menyebabkan Mila harus jujur kalau sebenarnya Chiara sedang sakit dan harus dirawat. Teman-teman beserta Bu Rosa selaku wali kelas ikut menjenguk kala itu, entah keberuntungan atau karena sudah diatur oleh author haha 😅. Aiden yang saat itu ada meeting penting dengan Daniel tidak bisa menemani Chiara di rumah sakit, alhasil hanya Bibi Moly -salah satu maid- yang menemaninya saat teman-temannya tengah mengunjunginya di rumah sakit.
Tok tok tok!
Clarissa mengetuk pintu kamar kakaknya. Setelah mendapat sahutan dari dalam ia membuka pintu dan berjalan menghampiri sang kakak yang bersandar pada kepala ranjang sambil membaca novel, tentunya setelah menutup pintu.
"Kak, Kak Ara besok beneran mau sekolah?" tanya Clarissa mengambil duduk di samping Chiara.
"Iya, Kakak bosen di rumah," jawab Chiara tanpa menoleh. Seakan teringat sesuatu, Chiara menutup novelnya dan menoleh pada Clarissa. "Kakak baru ingat. Kamu pacaran sama Galang?" selidiknya.
Clarissa menyengir.
"Jadi berita itu benar?"
"Iya, Kak, hehe."
"Kok bisa?" Chiara nampak tak yakin.
"Memangnya kenapa, Kak? Salah ya aku pacaran sama Galang?"
Chiara menggeleng. "Enggak sih, Kakak nggak nyangka aja gitu, Kakak pikir —“
"Galang suka sama Kakak,” Clarissa menyela.
Chiara mengangguk ragu.
Clarissa menghembuskan nafas pelan. "Eh, memangnya Kak Ara beneran suka sama Kak Ken?"
Chiara melipat bibirnya ke dalam. "Kamu denger ucapan Kakak waktu itu ya?"
Clarissa mengangguk. "Galang juga denger."
Chiara melotot. "Siapa aja yang tahu?"
"Kayaknya cuma aku sama Galang deh, Kak. Yang lain sibuk kelahi."
Chiara menghembuskan nafas. "Syukurlah."
"Jadi Kakak beneran suka sama Kak Ken?"
Chiara mengangguk ragu. "Tapi Kakak enggak tahu gimana perasaan dia," ucapnya sendu. "Kakak malu tahu, Cla, tiap ketemu sama Kenneth," ungkapnya jujur.
"Memangnya Kak Ken nggak ada respon apa-apa gitu sama Kakak?"
Chiara menggeleng. "Dia nggak pernah bahas itu lagi, mungkin dia nggak suka sama Kakak," jawabnya lesu.
Clarissa mengelus tangan Chiara. "Kakak yang sabar ya? Jangan terlalu dipikirkan."
"Kayaknya lebih baik aku hilang ingatan aja deh," celetuk Chiara tiba-tiba.
"Ih, Kak Ara kok ngomongnya gitu sih, pamali tahu."
"Ya gimana dong, Kakak malu, Cla."
"Udahlah, Kak Ara pura-pura nggak pernah ngomong gitu aja sama Kak Ken, jangan bahas itu lagi. Lagipula yang tahu ‘kan cuma aku sama Galang, yang lain nggak ada yang tahu. Kakak tenang aja," Clarissa menepuk lengan Chiara memberi semangat.
"Iya deh Kakak coba. Eh, memangnya kamu suka sama Galang, Cla?"
Clarissa mengangkat bahu. "Cla nggak tahu, Kak. Aku sama Galang sepakat jalani aja dulu, kalau di antara kita beneran cinta, ngomong jujur biar nggak menyakiti, gitu aja sih."
Chiara meringis ngeri. "Itu perjanjian yang konyol, Cla. Kamu mau-maunya dibohongi Galang."
"Awas aja kalau sampai dia selingkuh," sungut Clarissa meninju telapak tangannya sendiri.
"Kamu juga aneh, kenapa mau diajak pacaran tanpa cinta?"
"Nggak tahu, kayaknya seru, aku belum rasain yang kayak gini, hehe."
"Hati-hati, Kakak enggak mau kamu sakit hati nantinya."
"Siap, Kak. Kakak tahu dimana nanti nemuin cowok yang nyakitin aku," jawab Clarissa menyengir.
"Dasar kamu."
...***...
Suasana sekolah masih seperti biasanya, yang berbeda adalah suasana hati Chiara, ia benar-benar gugup bertemu dengan Kenneth. Malu, sedih, semuanya campur aduk. Andai saja waktu itu ia tidak keceplosan. Tapi, ia hanya merasa perlu mengatakan perasaannya pada Kenneth, karena ia pikir itulah terakhir kalinya ia bertemu Kenneth. Bukan! Tapi.. ah entahlah Chiara juga bingung kenapa bisa bicara seperti itu. Beberapa murid menyapanya dan menanyakan keberadaannya yang selama seminggu tidak masuk sekolah, serta tatapan heran saat menyadari perban di sisi kiri kepala Chiara. Kali ini Chiara berjalan seorang diri, berangkat sekolah dengan sopirnya, sedangkan Clarissa berangkat bersama Galang. Langkah kakinya terhenti saat dua gadis menghadang langkahnya.
"Wah, wah, wah, muncul lagi dia, gue kira udah out," ejek Vanya meremehkan.
"Kenapa tuh kepala? Habis kecelakaan? Kasihan sekali,” Lani menimpali.
“Atau lo sekarang lupa ingatan?"
"Seharusnya lo nggak usah balik aja sekalian."
Chiara hanya menatap datar kedua gadis di depannya, sama sekali tidak berniat menjawab.
"Ayo ngomong, lo bisu?"
"Ternyata nggak cuma hilang ingatan, ternyata lo juga bisu."
"Shut up!" sentak Chiara yang tak terima dengan hinaan Vanya dan Lani.
Vanya bertepuk tangan. "Woahh berani ya lo."
"Biarin gue lewat," ucap Chiara dingin.
"Lewat ya lewat aja, ngapain ngomong sama gue."
"Lo ngalangin jalan gue, bego," Chiara mengatakan kalimatnya datar, tanpa tekanan sama sekali.
Mata Vanya membulat, siap mengangkat tangannya. "Lo bilang gue bego, dasar —"
Mata Chiara terpejam, menantikan sebentar lagi tangan Vanya menyentuh kulitnya.
"Berhenti gue bilang!"
Chiara membuka mata dan melihat Kenneth mencekal tangan Vanya yang akan menamparnya.
"Jangan pernah ganggu Chiara lagi," Kenneth mengancam, kemudian menarik tangan Chiara, Chiara yang terkejut hanya bisa mengikuti langkah Kenneth.
"Breng**k. Awas aja lo,” umpat Vanya menatap tajam ke arah Chiara dan juga Kenneth.
Hampir sampai di kelasnya, Chiara menyentak tangannya kasar membuat Kenneth berhenti dan berbalik, ia menatap Chiara lekat, membuat yang ditatap merasa gugup.
"Em, makasih udah belain gue," ucap Chiara, kemudian gegas berlari meninggalkan Kenneth berdiri kaku.
...***...
"Baik anak-anak, kelompoknya sama seperti yang dulu ya? Kalian harus selesaikan tugasnya, minggu depan dikumpulkan."
"Bu.”
"Ya, Sinta.”
"Boleh tukar kelompok nggak?"
"Kenapa sama kelompok kamu?"
"Em, nggak apa-apa sih, Bu," jawab Sinta ragu.
Bu Rosa menyernyit. "Sudah, nggak usah ganti kelompok, biar Ibu juga enak nanti nilainya. Gimana Sinta?"
"Iya, Bu," jawab Sinta lesu.
"Kenapa si Sinta?" bisik Chiara menyenggol lengan Mila.
"Gue denger dia habis ditolak sama Rangga."
Chiara tersentak, menutup mulutnya yang terbuka. "Lo serius?"
"Iya, jadi 'kan si Sinta kayaknya udah jatuh cinta beneran tuh sama si Rangga, pas Sinta ngomong, ternyata Rangga udah punya gebetan lain, ya karena ‘kan Rangga udah lama tuh deketin Sinta, tapi nggak ada respon sama sekali, jadi ya gitu deh," terang Mila mengangkat kedua bahunya.
Chiara menelan saliva. "Kasihan ya sama Sinta."
Mila menoleh cepat. "Kasihan sama si Rangga kali, Ra. Anggap aja itu balasan karena selama ini masa bodo dengan perjuangannya si Rangga."
"Gue denger juga, karena si Rangga nolongin si Sinta dari pacarnya yang berusaha memperkosanya," cicit Mila lagi.
Chiara terkesiap, menutup mulutnya dengan sebelah tangan, sedangkan Mila mengangguk yakin.
"Lo kenapa kasihan sama si Sinta?"
"Dia ‘kan cewek, Mil. Udah nyatain perasaan, eh malah ditolak, gimana perasaannya tuh?" Miris! Chiara pun merasakan hal yang sama dengan Sinta.
Mila mengendikkan bahu. "Pastinya dia malu buat ketemu sama Rangga."
Deg!
Chiara menggigit bibir bawahnya, itu juga yang gue rasain sekarang, bathinnya.
"Salah sendiri sok nolak, sekarang ke balik, kan, dia yang ngejar-ngejar Rangga," cibir Mila.
Ekor mata Chiara menoleh ke arah Kenneth. Gue juga malu tiap ketemu sama dia. Chiara menepuk keningnya pelan. 'Gue ‘kan juga satu kelompok sama Kenneth,' bathinnya merutuk.
"Lo kenapa, Ra?”
Chiara menggeleng. "Mil, lo mau nggak tukeran kelompok sama gue," cicitnya.
"APA?!”
"Mila, ada apa?" tanya Bu Rosa terkejut mendengar teriakan Mila.
"Hehe maaf, Bu. Enggak ada apa-apa," jawab Mila menyengir.
...***...
"Ra, maksud lo tadi apa?"
"Apa? Yang mana?" Chiara tak paham.
"Lo minta tukeran kelompok sama gue? Emang kenapa sama kelompok lo?" selidik Mila.
Chiara menyengir. "Nggak apa-apa, Mil. Gue asal ngomong doang kok, jangan dipikirinlah," kilahnya.
Mila mengangguk, kemudian kembali meneruskan jalannya menuju perpustakaan. "Eh, Ra. Emang adik lo, Clarissa, beneran pacaran sama Galang?" ucapnya lagi.
"Iya, kenapa?"
"Gue pikir Galang suka sama lo."
"Awalnya gue juga mikirnya gitu."
"Terus?"
"Ya enggak terus, Mil. Mereka beneran pacaran."
"Lo nggak curiga?"
Chiara menoleh. "Curiga apa?"
Mila mengangkat kedua bahunya. "Galang ‘kan banyak musuh."
"Kalau Galang udah milih Clarissa buat jadi pacarnya, dia pasti bisa jagain Clarissa."
"Gue ragu."
"Setidaknya dia udah janji sama Abang gue buat jagain Clarissa."
Langkah kaki Mila terhenti, menghadang langkah Chiara dan berdiri tepat di depannya. "Dia ngomong sama Abang lo?"
Chiara mengangguk pelan, sebenarnya ia heran dengan ekspresi Mila dan juga yang tiba-tiba menghalangi jalannya.
"Abang lo restuin mereka berdua?"
"Sepertinya begitu, kenapa sih?"
"Gue nggak nyangka, ternyata Galang gentleman."
Chiara menyernyit.
Mila berdecak. "Galang pasti izin sama Abang lo buat macarin Clarissa, buktinya Abang lo bilang suruh Galang benar-benar jagain Clarissa, ‘kan?"
"Ya juga sih," jawab Chiara ragu.
"Ah, tapi dia, ‘kan, playboy, Ra."
"Mantan!" ralat Chiara seraya menggeser tubuh Mila yang berdiri di hadapannya.
"Huh, oke, MANTAN playboy," Mila menekan kata mantan, kemudian mensejajarkan langkahnya dengan Chiara. "Kalau dia nyakitin Clarissa gimana?" lanjutnya.
"Berarti dia siap berhadapan sama gue dan keluarga gue," jawab Chiara menyengir lebar.
Mila berfikir sejenak. "Bener juga ya. Eh, Ra tungguin,” serunya melihat Chiara yang lebih dulu berjalan meninggalkannya.
📚📚
📚