Kayla Ayana, seorang karyawan di sebuah perusahaan besar terpaksa menerima tawaran untuk menikah kontrak dengan imbalan sejumlah uang.
Ia terpaksa melakukan ini karena ia harus bertanggung jawab atas biaya rumah sakit seorang wanita yang mengalami kelumpuhan akibat tertabrak sepeda motor yang ia kendarai.
Tapi siapa sangka, ia yang dinikahi dengan alasan untuk menepis isu negatif tentang pria bernama Kalandra Rajaswa malah masuk terlalu jauh dalam kerumitan keluarga yang saling berebut warisan dan saling menjatuhkan.
Pernikahan kontrak diantara keduanya bahkan sempat dicurigai oleh anggota keluarga Kalandra.
Akankah Kayla dan Kalandra mampu menyembunyikan fakta tentang pernikahan kontrak mereka?
Akankah cinta tumbuh diantara konflik-konflik yang terjadi?
Ikuti kisah Kayla dan Kalandra di Istri Bar-Bar Sang Pewaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fie F.s, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Tanpa Kalandra
Setelah Kalandra pergi, Kayla langsung kembali ke kamarnya. Dan semua orang melakukan aktivitasnya masing-masing.
Kayla sempat bertanya pada Oma apakah ingin ditemani atau tidak. Dan wanita tua itu menolak. Beliau berkata ingin istirahat di kamar saja.
Kayla duduk di sebuah sofa kecil di balkon kamar. Siang ini udara sangat panas, tapi anginnya cukup sejuk. Kayla memanfaatkannya untuk bersantai, mumpung tidak ada Kalandra.
Ia mulai menjelajah di akun sosial media dengan ponsel pintarnya. Tidak ada yang menarik sejauh ini.
"Aku tidak bisa datang, Mas. Mama mertuaku datang dari luar negeri. Dia akan curiga jika aku pergi dan menginap di sana."
Kayla mencari sumber suara yang terdengar jelas meski tidak terlalu kuat. Bahkan cenderung seperti sedang berbisik. Kayla berdiri dan melihat dari sisi pagar balkon.
"Kalandra memang tidak ada di rumah, tapi ada mama mertuaku."
"Tidak! Aku tidak akan mengambil resiko dengan menemui kamu!" Riana bicara dengan seseorang melalui ponselnya.
"Mama? Dia bicara dengan siapa? Siapa yang tidak bisa ia temui karena ada Oma di rumah ini?" gumam Kayla pelan.
"Lain kali saja. Aku janji, tapi tidak sekarang."
Kayla melihat mertuanya itu duduk di kursi di halaman depan rumah. Dan sekarang, wanita itu sedang mengutak-atik ponselnya, seperti sedang mengirim pesan.
Kayla sebenarnya penasaran siapa yang dipanggil Mas oleh mertuanya itu. Tapi, ia tidak ingin terlalu ikut campur dengan hal-hal yang bukan menjadi urusannya.
"Terserahlah... Bukan urusanku juga!" Kayla kembali duduk di sofa.
"Aku tidak ingin mencari masalah dengan mereka. Keluarga ini memang sudah tidak beres sejak awal. Jadi, untuk apa aku pusing-pusing mengurusi hal yang ku rasa agak janggal."
***
Esok harinya...
Kayla turun dari kamarnya dengan setelan kerja. Ia memakai celana bahan dan blazer berwarna senada. Ia membawa tas salempang berukuran sedang berwarna hitam.
Kayla duduk di meja makan bersama yang lainnya. Di hadapan mereka sudah tersaji sepiring nasi goreng yang Kayla masak sebelum ia bersiap.
"Mengapa belum ada yang sarapan?" tanya Kayla.
"Tentu karena menunggu kamu," jawab Riana.
Kayla tersenyum. "Terima kasih, seharusnya sarapan saja lebih dulu."
"Ya sudah, mari sarapan."
"Mari makan, Oma."
Oma tersenyum samar dan memasukkan sepotong roti ke dalam mulutnya. Wanita yang sudah sejak puluhan tahun tinggal di luar negeri itu sudah lebih terbiasa sarapan dengan roti tawar atau roti gandum.
Selesai sarapan, Kayla berangkat ke kantor. Ia berniat memesan ojek online.
"Non, mobil sudah siap." Seorang supir menyabut Kayla di teras rumah.
"Saya tidak minta diantar, Pak!" ucap Kayla pada Pak Darmo, supir yang kemarin mengantarnya ke rumah sakit dan pusat perbelanjaan.
"Perintah dari Mas Andra, Non. Saya harus mengantar dan menjemput Non Kayla setiap hari."
Kayla mengerutkan keningnya. "Tapi, Pak..."
"Non, tolong jangan mempersulit posisi saya. Perintah mas Andra tidak bisa dibantah, dan Mas Andra tidak pernah mengubah keputusannya," jawab Pak Darmo memohon.
"Baiklah!" Kayla masuk ke dalam mobil. Bahkan seorang supir pun tahu kalau dia tipe pria yang tidak akan pernah mengubah keputusannya.
Kayla tiba di sebuah gedung perkantoran. Ia masuk ke dalam dan menuju meja kerjanya.
"Selamat datang pengantin baru yang baru saja pulang honeymoon," sambut Melani ceria saat Kayla meletakkan tasnya di meja kerja.
Kayla tertawa kecil. "Terlalu panjang mbak Mel!"
"Loh, tapi benar kan?" tanya Melani menggoda.
Kayla mengerucutkan bibirnya sambil menatap seniornya itu. "Part pengantin barunya sih benar, tapi soal honneymoon, anda salah besar."
"Tidak ada yang honeymoon, mbak!"
"Loh, kata pak Jendra kamu dan Pak Kalandra sedang honeymoon makanya cuti kamu diperpanjang."
Kayla melengkungkan bibirnya. Aduh, mengapa tidak ada yang memintaku berbohong soal ini. Baik Kalandra ataupun pak Jendra?
"Honeymoonnya di dalam kamar!" bisik Kayla sambil mengedipkan sebelah matanya.
Melani menutup mata. "Astaga! Mengapa aku bisa kalah dengan bocah kemarin sore?" Seru Melani yang merupakan seorang perawan ting-ting yang tahun depan akan menginjak usia kepala tiga.
Kayla terbahak. "Aku juga sudah dewasa, mbak!"
"Usia kita beda dua tahun."
Melani membuka matanya. Ia menelisik wajah Kayla. Ia juga mengangkat dagu Kayla. Tangan kurus dibalik lengan blazer itu juga Melani angkat ke udara.
"Kamu terlihat seperti seorang gadis berusia 20 tahun, Kay!"
Kayla tertawa miris. "20 tahun dari mana, mbak?"
"Mbak Melani suka mengarang!"
"Melihat induk macan dan anaknya bertengkar ternyata seru juga." Tiba-tiba Jendra sudah ada di depan mata mereka berdua.
Keduanya membulatkan mata dan pura-pura kembali bekerja padahal jam kerja belum dimulai.
"Kenapa jadi sok sibuk? Lanjutkan saja," pinta Jendra.
"Maaf, Pak." Ucap Kayla.
"Maaf kamu harus sepuluh kali, Kay!" perintah Jendra dengan tatapan serius.
Kayla membulatkan matanya. "Ke... kenapa begitu, Pak?"
"Ya, karena ulah suami kamu yang sesukanya itu! Ada saja, meminta cuti mendadak selama seminggu."
"Kamu kan mengajukan cuti untuk tiga hari kan?" Kayla mengangguk.
"Lalu, dengan seenaknya saja dia meminta tambahan cuti. Dia fikir ini kantor kakek moyangnya apa!" Jendra marah-marah membuat Kayla berdebar-debar karena takut.
"Maaf sekali lagi, Pak..." Ucap Kayla lagi.
"Tidak perlu! Bukan salah kamu!"
Lah, tadi katanya harus sepuluh kali. Dan aku baru mengucapkan yang ke dua kali, Pak Jendra sudah mengatakan tidak perlu. Batin Kayla menggaruk keningnya.
"Kenapa kening kamu?"
"Ti... tidak kenapa-kenapa, Pak!"
"Kebanyakan dicium Kalandra, Kan?" Jendra sedikit membentak. Untung saja di lantai ini hanya ada ruang CEO dan sekretarisnya, dan beberapa ruang meeting. Kalau tidak, bisa malu Kayla dibuatnya.
Jendra masuk ke dalam ruangannya sambil mengomel. "Dasar Kalandra! Tidak tahu apa, kalau aku baru saja putus!"
Kayla melirik Melani yang sudah membungkam mulutnya menahan tawa.
"Mbak Mel, Pak Jendra kenapa?" bisik Kayla. "Tidak biasanya dia begitu?" Ia masih berdebar mendengar omelan pria yang datang sambil bercanda tapi tiba-tiba saja marah.
Melani menggeleng. "Baru dua hari ini, Kay! Sepertinya baru putus cinta."
Kayla mengerutkan kening. "Aneh, putus cinta bisa membuat orang jadi gil* seperti itu."
"Ssssst!" Melani menempelkan telunjuknya di bibir. "Jangan dibahas lagi, atau singa akan keluar dari kandang!"
"Ini pekerjaan yang harus selesai siang ini!" Melani menyerahkan setumpuk berkas untuk Kayla kerjakan.
"Apa?" Kayla terkejut. "Sebanyak ini?"
"Kamu tidak tahu, Kay! Kemarin seharian aku tidak bisa bekerja dengan benar karena pak Jendra menyuruhku ke sana ke sini sampai kakiku rasanya mau patah!"
"Dia minta kopi dengan gula. Lalu minta diganti dengan kopi tanpa gula."
"Lalu dia tidak ingin kopi biasa, dia ingin kopi susu."
"Dia yang ingin bergadang meratapi percintaan yang kandas, malah aku yang repot, Kay!"
Kayla tertawa melihat Melani yang sepertinya sangat tersiksa kemarin.
"Mel, Pak Bos bisa ditemui?" tanya seorang manager konstruksi bernama Handoko.
"Jangan Pak!" ucap Melani pada pria berusia empat puluh tahunan itu.
"Awan mendung, gak aman!"
"Mau laporan soal proyek terkendala kan?" tanya Melani lagi.
"Iya. Penting sekali, Mel!"
"Kembali ke ruangan dulu saja, Pak! Dari pada bapak kena semprot dan kami berdua yang repot!"
"Mendung sekali, Mel?" tanya Handoko.
"Iya Pak, bahkan disertai badai petir."
"Oke! Oke!" Pria bernama Handoko itu menurut. "Telpon kalau cuaca aman!"
"Sip, Pak!"
Kayla tertawa. "Harus begitu, mbak?"
"Apanya?"
"Minta izin ketemu sama pak Jendra."
Melani mengangguk. "Cari aman, Kay! Nanti lama kelamaan kamu juga akan mengerti dengan sendirinya."
Kayla tak menyangka, Melani menolak siapapun untuk menemui si Bos dengan kalimat penuh drama seperti itu. Kayla fikir, hanya perlu menolak dengan bahas yang sederhana dan formal. Bukannya dengan membawa kata cuaca dan mendung seperti tadi.
mlhan marH dia