Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Bianca pemalu
Setelah akhirnya Bianca luluh dengan Kaivan. Kini keduanya berjalan memasuki gedung kantor tempat Kaivan bekerja, beberapa karyawan yang berlalu-lalang di sekitaran kantor langsung terpana melihat Kaivan yang merubah sedikit penampilannya, bahkan ia tidak lagi berjalan menggunakan tongkat, gaya rambutnya pun terlihat lebih bagus dari terakhir kali mereka melihat, kini Aura Kaivan semakin membuat karyawan wanita di sana terpana.
Bianca yang tahu jika para karyawan mulai menatap kagum suaminya semakin merapatkan tubuhnya ke arah Kaivan, Bianca menjadi semakin posesif begitu Kaivan sudah bisa melihat, ia selalu merasa khawatir jika Kaivan jatuh cinta kepada wanita lain.
"Jangan sampai aku lihat kamu lirik-lirik wanita lain, kalau aku mendapatimu melirik mereka akan kucolok matamu itu, ingat kamu sudah menikah," bisik Bianca mengancam suaminya yang jika macam-macam ia tidak segan-segan mencolok kedua mata Kaivan.
Kaivan terkekeh, Bianca ini semakin hari semakin posesif saja, lihat! wanita yang dulu sekeras itu padanya menjadi wanita yang paling takut dirinya berpaling.
"Padahal dulu kamu gak suka sama aku, loh," goda Kaivan balas berbisik di telinga istrinya.
"Jangan diingat-ingat, aku sekarang sama aku yang dulu beda," balas Bianca menginjak kencang kaki suaminya sampai membuat ia meringis.
"Kesel aku, mereka liatin kamu terus sampai sebegitunya, memangnya ini pertama kali kamu bekerja disini, kenapa pula mereka seperti wanita yang norak baru melihat pria tampan," ujar Bianca cemberut.
Setelah ini ia yakin pasti akan banyak wanita yang muali terang-terangan mengatakan suka pada suaminya, Bianca akan semakin banyak memiliki saingan, tapi tentu saja ia tidak akan membiarkan siapapun mendekati Kaivan, enak saja mereka ingin dekat dengan suaminya ketika suaminya sudah bisa melihat, benar-benar hanya main-main.
"Ruangan kamu ini ke apa besar banget ya, Kai?" tanya Bianca yang masih belum tahu jika kantor dimana suaminya bekerja adalah gedung milik papanya Kaivan, tapi sepertinya Bianca masih menganggap jika Kaivan salah satu karyawan disini dan atasannya merupakan papanya sendiri.
Kaivan tersenyum kecil, lalu mencubit pelan hidung Bianca, "kamu masa masih belum tahu sih ini gedung papa loh," ucap Kaivan langsung membawa Bianca duduk di sofa berwarna abu-abu di dalam ruangannya.
"Hah? Punya papa kamu? Jadi saat papa kamu bilang ingin menjatuhkan posisi kamu itu ingin mencoret kamu sebagai pewaris dia?" tanya Bianca heboh.
Kaivan mengangguk, "Papa pernah bilang loh dia mau mencoret aku dari daftar pewaris, seharusnya kamu disitu sudah peka, memangnya saat itu kamu fokus kemana sih?" tanya Kaivan, karena ia saja masih mengingat dengan sangat jelas jika disana mereka sempat membahas perusahaan dan pewaris, tapi mungkin Bianca lebih fokus pada percakan Della, jadi ketika membahas yang lain, ia tidak terlalu fokus dan cenderung tidak peduli.
"Keren banget dong papa kamu bisa punya gedung setinggi ini," puji Bianca melupakan fakta bagaimana papanya yang tidak menyukai dirinya.
Kaivan langsung merubah mimik wajahnya menjadi datar, "hebat darimananya, biasa aja tuh,"
"Tebat loh, bisa sampai membangun gedung setinggi ini, biayanya juga pasti tidak sedikit untuk membangun ini, itu artinya kamu anak orang kaya Kaivan," ujar Bianca dengan bangganya.
"Ya sudahlah jangan membahas papa dulu, aku sudah muak membicarakan si tua bangka itu,"
Kaivan bangkit dan melangkah ke arah meja kerjanya, ia langsung mengobrak-abrik isi laci yang ada di bawahnya, semua bingkai, barang dan foto-foto yang ada di dalamnya langsung ia buang ke dalam tong Sampai, Bianca sampai penasaran dan menghampiri Kaivan yang masih sibuk sendiri.
"Kamu ngapain sih?" tanya Bianca menatap Kaivan yang sedang merobek beberapa kertas putih di tangannya.
"Membuang kenangan masa lalu," balasnya masih dengan mata yang fokus pada kegiatannya.
"Kamu banyak banget ya cetak foto-foto kamu sama kak Della," ujar Bianca yang bisa melihat banyaknya tumpukan foto dan bingkai di dalam tong sampai.
"Iya, aku belum ada waktu untuk membuangnya, karena hari ini aku sudah bisa melihat, itu kesempatan aku untuk membuang semuanya,"
"Kenapa tidak dari dulu saja, ada Nancy padahal?" tanya Bianca heran, padahal jika di apartemen pun Kaivan sangat mengandalkan Nancy jika ingin melakukan apapun, mengapa saat di kantor tidak bisa? Padahal setiap hari pun Nancy selalu ikut ke kantor milik Kaivan.
"Aku ingin membuangnya sendiri,"
Bianca hanya ber-oh ria saja, melihat Kaivan yang masih sibuk dengan kertas-kertas yang sedang disobeknya, Ia juga mulai sibuk menjelajahi ruangan tempat suaminya bekerja.
"Ternyata kamu suka seni juga ya, banyak lukisan yang kamu tempel di dinding," komentar Bianca melihat ada banyak lukisan berukuran kecil di dinding dekat meja kerja suaminya.
Tanpa menunggu balasan dari suaminya, Bianca kembali melangkah untuk menjelajahi yang lainnya, ia juga menemukan banyak buku di rak khusus untuk buku, bahkan ia menemukan satu pintu di dalam ruangan itu.
Perlahan Bianca menggeser pintu itu, barulah ia lihat jika di dalamnya ada sebuah kasur berukuran sedang dengan seprai berwarna abu-abu, ada juga lemari sedang di samping nakas tempat tidur, bahkan sampai kaca full body.
Bianca masuk tanpa menutup lagi pintunya, ia juga mendapati kamar mandi di dalam kamar itu, bahkan kamar mandinya bisa dikatakan nyaman karena dilengkapi dengan shower dan bathup yang disampingnya ada kaca besar sehingga langsung memperlihatkan pemandangan di luar sana.
"Kenapa ini mewah sekali," ujar Bianca mencoba menyalakan shower di dalamnya, sehingga saat menyala dan airnya mengalir keluar, baju yang sedang dipakai Bianca basah.
"Ya ampun, bodoh sekali, kenapa aku harus berdiri di sini, pantas saja rambut dan bajuku basah, airnya mengarah ke sini," kesal Bianca sembari memukul kerannya.
Ia menatap tubuhnya yang sudah basah kuyup, ternyata aliran airnya sangat kencang, padahal ia langsung menutup kembali kerannya tapi tetap saja rambut dan bajunya sangat basah, ia tidak mungkin keluar dalam keadaan basah begini.
Dengan langkah yang sedikit grasak-grusuk, Bianca kembali ke kamar dan matanya tertuju pada lemari sedang yang berdiri menjulang di sebelah nakas tempat tidur.
Tanpa pikir panjang lagi, Bianca membuka lemari itu, tapi ia hanya mendapati kemeja kerja dan t-shirt milik suaminya.
"Terserahlah, yang penting aku tidak kedinginan karena baju basah ini," ujar Bianca menarik salah satu t-shirt milik Kaivan yang terlihat berukuran besar. Dan benar saja ketika ia memakainya pun, tubuhnya tenggelam.
Bianca membawa baju dan rok panjang miliknya ke sebelah Kaca besar yang tidak tertutup apapun, lalu ia menjemurnya di atas lantai dengan melebarkan baju dan roknya.
"Bikin repot aja, sih," cerutu Bianca melangkah hendak keluar kamar, tapi Kaivan lebih dulu membukanya.
Pandangan mereka bertemu untuk sesaat sebelum Bianca menyadari jika dirinya hanya menggunakan t-shirt milik Kaivan yang hanya bisa menutupi setengah pahanya, Demi apapun, Bianca tidak pernah berpenampilan seterbuka ini di depan siapapun.
Keluar rumah pun ia selalu menggunakan celana panjang atau rok panjang, tidak pernah sekalipun ia mengenakan tok ataupun celana pendek, itulah mengapa ia terlihat tidak semenarik itu di mata para pria, karena pakaian yang selalu ia pakai selalu menutupi tubuhnya.
"Jangan lihat!" heboh Bianca langsung menutup kedua mata Kaivan dengan kedua tangannya.