NovelToon NovelToon
Istri Balas Dendam CEO Winter

Istri Balas Dendam CEO Winter

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / CEO / Nikah Kontrak / Balas Dendam
Popularitas:604
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Winter Alzona, CEO termuda dan tercantik Asia Tenggara, berdiri di puncak kejayaannya.
Namun di balik glamor itu, dia menyimpan satu tujuan: menghancurkan pria yang dulu membuatnya hampir kehilangan segalanya—Darren Reigar, pengusaha muda ambisius yang dulu menginjak harga dirinya.

Saat perusahaan Darren terancam bangkrut akibat skandal internal, Winter menawarkan “bantuan”…
Dengan satu syarat: Darren harus menikah dengannya.

Pernikahan dingin itu seharusnya hanya alat balas dendam Winter. Dia ingin menunjukkan bahwa dialah yang sekarang memegang kuasa—bahwa Darren pernah meremehkan orang yang salah.

Tapi ada satu hal yang tidak dia prediksi:

Darren tidak lagi sama.
Pria itu misterius, lebih gelap, lebih menggoda… dan tampak menyimpan rahasia yang membuat Winter justru terjebak dalam permainan berbeda—permainan ketertarikan, obsesi, dan keintiman yang makin hari makin membakar batas mereka.

Apakah ini perang balas dendam…
Atau cinta yang dipaksakan takdir?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 — “Wanita dengan Luka Tak Terlihat”

Lampu-lampu Jakarta selalu tampak seperti lautan bintang yang dipaksa tunduk, merayap di bawah kaki Winter Alzona.

​Dari ketinggian lantai sembilan puluh tujuh, di mana kantor penthouse pribadinya berada, dunia korporat terasa seperti miniatur papan catur, dan dia—Winter—adalah Ratu yang baru saja memastikan Raja lawan tidak bisa lagi bergerak. Aroma kopi Arabica eksklusif yang baru diseduh, bercampur samar dengan wangi kulit mewah sofa Chesterfield di sudut ruangan, adalah napasnya sehari-hari.

​Dia tidak pernah duduk di singgasananya, kursi putar kulit mahal di belakang meja mahoni yang didatangkan dari Italia. Winter lebih suka berdiri, membiarkan jubah sutra abu-abunya yang membingkai siluet rampingnya berkibar sedikit karena pendingin udara yang terlalu dingin. Dingin—selalu dingin. Itu adalah sifatnya yang paling berguna.

​Di seberang mejanya, dua direktur keuangan senior—pria yang dua puluh tahun lebih tua darinya, dengan gelar dan pengalaman segudang—terdiam dalam keheningan yang tegang. Mereka tidak berani bergerak, tidak berani batuk, setelah Winter selesai membedah proposal merger bernilai triliunan yang mereka susun selama enam bulan.

​“Kalian ingin saya membeli sebuah tambang tua yang cadangannya meragukan, hanya demi menstabilkan harga komoditas pesaing?” Suaranya adalah melodi rendah dan berkelas, tanpa intonasi marah, tapi cukup untuk membuat es di dalam gelas mereka terasa lebih tajam. “Itu bukan strategi. Itu adalah sumbangan kemanusiaan yang berlebihan, dan Alzona Group bukan panti sosial.”

​Salah satu direktur, Tuan Soedarsono, mencoba mengendalikan nada bicaranya. “Nona Winter, kami pikir dengan… momentum pasar saat ini, investasi ini bisa—”

​“Bisa membuat kita kehilangan sembilan persen dari nilai proyeksi laba kuartal depan,” Winter memotongnya tanpa jeda. Mata hazel-nya, tajam dan dipagari eyeliner sempurna, tidak berkedip. “Angka, Tuan Soedarsono. Bukan ‘momentum’ atau ‘pikir.’ Beri saya data riil. Besok pagi, perbaiki proposal ini. Tambahkan skema hostile take-over jika tambang itu akhirnya jatuh ke tangan Wray Group. Saya tidak bernegosiasi dengan kegagalan.”

​Kedua pria itu membungkuk dalam-dalam, mengambil tumpukan dokumen tebal mereka, dan bergegas keluar seolah mereka baru saja lolos dari ruang interogasi.

​Saat pintu baja geser tertutup otomatis di belakang mereka, Winter menghela napas panjang. Bukan napas lelah, melainkan napas yang tertekan. Nafas lega karena sandiwara telah usai.

​Dia berjalan pelan menuju dinding kaca, menatap refleksi dirinya sendiri. Rambut hitam lurus yang jatuh sempurna ke pundaknya, setelan celana panjang bespoke yang membuat kakinya tampak tanpa akhir, perhiasan emas putih yang minimalis dan mahal. Sosok yang dilihatnya di pantulan itu adalah Winter Alzona yang dibentuk oleh baja, batu, dan pengkhianatan.

​Ini adalah Winter yang baru, yang berhasil.

​Tapi di balik semua kegemilangan itu, ada luka—luka yang ia rawat bertahun-tahun lamanya, sebuah memori yang selalu ia bawa ke setiap ruang rapat, setiap penandatanganan kontrak, dan setiap kemenangan.

​Tangan Winter tanpa sadar bergerak menyentuh liontin kecil berbentuk kepingan salju yang ia sembunyikan di balik kerah sutra blusnya. Benda itu dingin di kulitnya. Dan tiba-tiba, bau kopi yang pekat di ruangan ini hilang, digantikan aroma lembap dan kaku dari bangku kuliah sepuluh tahun lalu.

​“Aku tidak yakin, Darren. Apakah kamu harus setuju dengan ibumu?”

​Winter muda, dengan pakaian yang terlalu sederhana untuk pesta keluarga Reigar yang glamor, berdiri sendirian di sudut kolam renang, memegang gelas plastik berisi air mineral. Rasa pahit dari ucapan ibu Darren, Nyonya Reigar, masih menempel di tenggorokannya.

​“Tentu saja aku setuju, Winter.” Darren, yang saat itu adalah mahasiswa teknik paling karismatik di kampus, menoleh, matanya tidak lagi hangat. Ia hanya melihat ke arahnya dengan tatapan meremehkan yang familiar dari kaum elit.

​“Kita hanya bermain-main, Winter. Kenapa kamu menganggap ini serius?” Darren menyeringai, senyuman yang kini terasa seperti sayatan tipis. “Ibuku benar. Seorang yatim piatu yang bekerja paruh waktu hanya untuk membayar kuliah tidak cocok untuk masa depanku. Kamu tidak akan pernah bisa memberiku apa-apa selain masalah. Kita tidak di level yang sama.”

​Kata-kata terakhir itu, ‘Kita tidak di level yang sama,’ tidak diucapkan dengan teriakan atau amarah, tapi dengan nada datar, jijik, dan kepuasan sombong. Itu lebih menyakitkan daripada ditampar. Harga dirinya yang rapuh saat itu, baru saja kehilangan ibunya dan harus berjuang sendirian, dihancurkan tanpa sisa di hadapan semua orang.

​Darren Reigar meninggalkannya berdiri kaku di tepi kolam renang, kepingan salju kecil yang ia berikan sebagai hadiah ulang tahun dulu, dihancurkan dengan sengaja di depan matanya sebelum pria itu pergi. Winter pulang malam itu, berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menjadi salju yang tidak akan pernah bisa dihancurkan—salju yang membeku, tak tersentuh, dan mematikan.

​Luka itu terasa perih lagi, seperti luka yang baru dijahit.

​Winter berbalik dari jendela, pandangannya kini tertuju pada layar hologram di sisi ruangan. Proyeksi berita terbaru berputar di udara.

​Wajah Darren Reigar, tampan, gelap, dan kuyu, memenuhi setengah dari tampilan itu. Di sebelahnya, judul berita merah menyala:

​“Reigar Technologies di Ujung Tanduk: CEO Darren Reigar Hadapi Skandal Penggelapan Dana Investor, Saham Anjlok 60%.”

​Winter membiarkan sudut bibirnya tertarik ke atas, senyuman tipis, nyaris tak terlihat, yang tidak mencapai mata. Itu adalah ekspresi kemenangan yang telah ia latih selama sepuluh tahun.

​Kau tidak akan pernah bisa memberiku apa-apa selain masalah. Kita tidak di level yang sama.

​“Level yang sama?” bisik Winter, mengambil sebotol air dingin dari kulkas mini yang tersembunyi di dinding dan menuangkannya ke gelas kristal. “Sekarang, Darren, levelmu ada di bawah kakiku.”

​Dia tahu persis apa yang terjadi. Darren adalah pria yang terlalu cerdas untuk membuat kesalahan bodoh di perusahaan. Ini pasti permainan, sebuah perangkap yang disiapkan oleh Ethan Wray, sang antagonis abadi, dan Darren tidak punya pilihan selain masuk ke dalamnya. Krisis ini riil, kehancuran ini riil.

​Ini adalah waktu yang tepat. Waktu yang dia tunggu.

​Dia membuka aplikasi pesan yang dienkripsi dan mengirim satu pesan ke Adrian Vellion, pengacara pribadinya.

​Winter Alzona (CEO): Siapkan semua dokumen. Hubungi Reigar Technologies. Beri tahu mereka saya ingin bertemu langsung dengan Darren Reigar. Jangan melalui perantara.

​Adrian Vellion (Pengacara): Baik, Nona Winter. Apakah ini yang kita bahas enam bulan lalu? Rencana “Salju Jatuh”?

​Winter tidak membalas. Dia mematikan layar hologram, membiarkan kantornya kembali gelap kecuali pantulan cahaya kota. Dia berjalan ke mejanya, mengambil ponselnya, dan menatap pantulan wajahnya di layar yang mati. Dingin, tanpa ekspresi.

​Dia tidak akan membiarkan dirinya merasa gembira. Kegembiraan adalah emosi yang rapuh dan bisa mengkhianati. Dia hanya merasa puas, layaknya pemanah yang busurnya baru saja menemukan sasaran setelah sepuluh tahun membidik.

​Darren Reigar, yang selalu memandangnya rendah, yang dengan sombongnya menyatakan bahwa ia tidak layak berdiri di sampingnya, kini harus memohon padanya. Dan dia akan membiarkannya memohon.

​Winter menghela napas kedua, lebih dalam dari yang pertama, dan kali ini, ada sesuatu yang bercampur dengan kelegaan: sebuah kegelisahan yang tajam. Dia tahu, bertemu Darren lagi setelah bertahun-tahun, dengan semua luka dan kenangan yang belum sembuh, adalah risiko besar. Tapi balas dendam membutuhkan risiko.

​Dan dia tidak akan membiarkan api kecil dari masa lalu membakar dirinya—bahkan jika api itu adalah Darren Reigar, pria yang dulu membuatnya trauma, dan kini, tanpa ia sadari, menjadi satu-satunya pria yang benar-benar ia inginkan untuk dihancurkan… atau dicintai.

​Dia akan datang. Dan kali ini, aku yang akan memegang kendali, janji Winter dalam hati, suaranya sedingin kepingan salju abadi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!