NovelToon NovelToon
Misteri Permainan Takdir

Misteri Permainan Takdir

Status: tamat
Genre:Poligami / CEO Amnesia / Pengasuh / Tamat
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Sagitarius-74

Maya yang kecewa dengan penghinaan mantan suaminya, Reno, mencoba mencari peruntungan di kota metropolitan.. Ia ingin membuktikan kalau dirinya bukanlah orang bodoh, udik, dan pembawa sial seperti yang ditujukan Reno padanya. "Lihatlah Reno, akan aku buktikan padamu kalau aku bisa sukses dan berbanding terbalik dengan tuduhanmu, meskipun dengan cara yang tidak wajar akan aku raih semua impianku!" tekad Maya pada dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ULAH BU RATNA

"Mur, bukankah kamu itu orang Bali? Tapi ko kamu tahu makanan Sunda?" tanya Bu Ratna, heran.

"Bu, eh.. Maksudku, Mah.." Murni terdiam, ia merasa kaku jika tiba-tiba harus merubah panggilan mertuanya menjadi 'Mamah'.

"Nah, gitu dong! Dari tadi ba-bu-ba-bu terus.. Panggil Mamah! Dan ingat, depan si Maya nanti kamu panggil aku Mamah yang keras ya! biar terdengar dia!" Bu Ratna tersenyum, ia merasa Murni wanita yang mudah dikendalikan, "Tak salah aku jadikan dia alat balas dendamku pada si Maya!" pikir Bu Ratna.

"Terus.. Tadi kamu mau bilang apa Mur? lanjutkan," pinta Bu Ratna, suaranya mulai merendah.

"Gini Mah, emakku pernah bilang, dia itu bukan orang Bali, tapi asli sunda. bapakku yang asli Bali. Kata emak, aku sebenarnya bukan anak mereka.." Murni tertunduk lesu.

"Oh ya?.. Terus, orang tua kandungmu ada dimana? " tanya Bu Ratna penasaran.

"Aku gak tahu. Cuma emak bilang, aku ditemukan di tong sampah depan rumah sakit. Bapak yang kebetulan masih jadi petugas kebersihan, nemu aku. Ya kebetulan, karena emak gak bisa punya anak, aku di pungut," sahut Murni.

"Oooh begitu toh!" Bu Ratna manggut-manggut. Ia merasa penasaran dengan tahun kelahiran Murni dan rumah sakit dimana ia ditemukan.

"Apa Mungkin dia anakku? Anak yang posisinya digantikan Pram. Tapi, apa mungkin usia mereka sama? Murni terlihat masih muda.." Pikiran Bu Ratna mulai goyah akan niatnya untuk jahat sama Murni.

" Tapi.. Bisa jadi dia seumuran Pram! Hanya penampilan aja mungkin yang terlihat muda. Awet muda. Coba nanti aku tanya usia dia." pikir Bu Ratna. Ia terus memandangi Murni yang sedang menyantap makanan warteg dengan lahapnya.

"Euuuu.." Tiba-tiba Murni bersendawa dengan keras, hingga semua mata yang ada di warteg menoleh kearahnya.

Tanpa merasa malu, ia cuek tak menghiraukan orang-orang yang memperhatikannya. "Alhamdulillah.. aku kenyang, Mah."

Bu Ratna hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Murni yang menurutnya tidak sopan dan kurang pendidikan, tak ber-etika.

"Udah kenyang, Mur?"

"Iya, Mah.."

"Okey, kalau gitu kita pulang. Ayo!" ajak Bu Ratna. Ia memanggil ibu warteg untuk membayar. Keduanya pun memutuskan untuk pulang, berhubung hari sudah larut malam.

Sepanjang perjalanan, Murni yang kini sudah dekat dengan Bu Ratna, tak hentinya ngobrol.. Bu Ratna yang sudah pusing mendengar ocehan Murni yang tak bermutu, pura-pura menyimak.

Tak terasa akhirnya mereka sampai juga di depan gerbang rumah baru Murni.

Setelah bunyi klakson dari mobil Bu Ratna terdengar berulang kali, assisten baru Murni membukakan pintu gerbang dari dalam. Nampak Bu Iyem, sang asisten, menganggukkan kepala menyambut kedatangan tuan rumah.

"Aaah.. Ternyata enak juga jadi orang kaya. Bisa belanja banyak, makan enak, tidur enak, dihormati orang lagi!" pikir Murni, bangga.

Rasa 'AKU' jadi OKB mulai menguasai pikirannya.. Sedikit demi sedikit, sifat Murni mulai berubah secara perlahan.

Mobil yang mereka tumpangi masuk ke pekarangan rumah yang luas. Made berdiri di depan pintu menyambut kedatangan mereka. Matanya menyipit, menatap mobil yang berhenti di depan teras rumah.

Dari dalam mobil, Murni keluar dengan anggun, diikuti oleh Bu Ratna. Senyum merekah di wajah Made saat melihat istrinya.

"Murni!" serunya, menghampiri mereka.

Murni tersenyum lebar dan memeluk Made erat. "Aku senang, Mas."

"Syukurlah kalau kamu senang," balas Made, lalu beralih pada Bu Ratna. "Ibu juga terlihat segar."

"Tentu saja," sahut Bu Ratna, "Mamah kan selalu menjaga penampilan."

Made mengangguk dan mengambil alih tas belanjaan dari tangan Murni. "Biar aku bawakan. Banyak sekali belanjaannya."

Saat berjalan masuk ke dalam rumah, Made memperhatikan penampilan Murni lebih seksama. Istrinya itu tampak berbeda.

Murni mengenakan gaun merah berkilau dengan belahan dada yang cukup rendah. Perhiasan emas dan berlian menghiasi tangan, leher, dan telinganya. Rambutnya yang dulu selalu dicepol semenjak hamil, kini ditata dengan gaya modern.

"Wah, penampilanmu berubah sekali, Yang," kata Made, sedikit terkejut.

Murni tersenyum bangga. "Ini semua berkat Mamah," ujarnya, melirik Bu Ratna.

Made mengerutkan kening. "Mamah?"

"Iya, Mas. Mulai sekarang, aku akan panggil Ibu dengan sebutan Mamah," jelas Murni.

Made hanya bisa mengangguk, merasa ada sesuatu yang aneh dengan perubahan istrinya.

Murni dan Made masuk ke kamar mereka. Murni langsung membongkar semua belanjaan yang diberikan Bu Ratna. Ada berbagai macam pakaian, sepatu, tas, dan aksesoris mewah. Juga perlengkapan bayi.

"Lihat ini, Mas," kata Murni, menunjukkan sebuah gaun mini berwarna emas. "Cantik kan?"

Made mengernyit. "Menurutku terlalu terbuka, Yang. Baju itu gak sopan! Apalagi kamu lagi hamil besar."

Murni mendengus. "Ah, Mas ini kuno sekali. Sekarang ini zamannya modern, Mas. Lagipula, Mamah yang membelikan ini untukku."

"Tapi tetap saja, Yang.. Aku lebih suka kamu yang dulu. Sederhana dan tidak glamor," ujar Made, mencoba sabar.

"Apa maksud Mas? Mas tidak suka aku tampil cantik?" tanya Murni, mulai emosi.

"Bukan begitu, Yang.. Aku hanya ingin kamu tetap menjadi dirimu sendiri. Aku mencintai kamu apa adanya," jawab Made, menggenggam tangan Murni.

Murni menarik tangannya dengan kasar. "Aku juga ingin menjadi seperti wanita-wanita sosialita lainnya, Mas. Aku ingin dihargai dan dipandang," ujarnya dengan nada tinggi.

"Kamu sudah sangat berharga di mataku, Yang. Kamu tidak perlu menjadi orang lain untuk mendapatkan pengakuan," balas Made, berusaha menenangkan Murni.

"Sudahlah, Mas. Percuma bicara denganmu. Mas tak mengerti perasaanku," kata Murni, lalu membuang muka.

Made menghela napas. Ia tahu Murni sedang keras kepala. Ia tidak ingin memperpanjang pertengkaran ini.

Sementara di luar, sengaja Bu Ratna menempelkan kupingnya untuk mendengar pertengkaran Murni dan Made. Ia tersenyum sinis.

"Bagus, Murni. Teruslah bertengkar dengan suamimu," gumamnya.

Kemudian, Bu Ratna mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Halo," sapanya berbisik. "Tolong belikan aku obat perangsang. Yang paling ampuh."

"Untuk siapa, Bu?" tanya suara di seberang telepon.

"Itu bukan urusanmu. Yang penting, kamu segera belikan dan antarkan ke rumahku! Sekarang juga!" jawab Bu Ratna dengan nada memerintah.

Setelah menutup telepon, Bu Ratna kembali tersenyum licik.

"Obat ini akan membuat segalanya menjadi lebih menarik," ujarnya dalam hati.

Selama makan malam berlangsung, suasana di rumah Made terasa tegang. Murni dan Made tak banyak bicara, mereka saling diam.

Murni masih marah pada Made. Bu Ratna berusaha mencairkan suasana, tapi tidak berhasil.

Setelah makan malam, Murni langsung masuk ke kamar. Made menyusulnya beberapa saat kemudian.

"Yang, maafkan aku jika kata-kataku tadi menyakitimu," kata Made, mencoba memulai pembicaraan.

Murni tidak menjawab. Ia berbaring membelakangi Made.

Made menghela napas. Ia tahu Murni masih marah. Ia mendekati Murni dan memeluknya dari belakang.

"Aku sayang kamu, Yang," bisiknya di telinga Murni.

Murni tetap diam.

Made terus memeluk Murni erat. Ia berharap Murni bisa luluh.

Tiba-tiba, Murni berbalik dan menatap Made dengan tatapan aneh. Matanya terlihat sayu dan penuh nafsu.

"Mas..." bisik Murni dengan suara serak.

Made terkejut melihat perubahan Murni. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Kamu kenapa, Yang?" tanya Made khawatir.

Murni tidak menjawab. Ia langsung menarik Made ke dalam pelukannya dan menciuminya dengan ganas.

Made berusaha melepaskan diri, tapi Murni semakin kuat memeluknya. Ia merasa tubuh Murni sangat panas dan bergetar.

"Yang, ada apa denganmu?" tanya Made, semakin panik.

Murni tidak menjawab. Ia terus menciumi Made dengan penuh nafsu. Perutnya yang buncit tak jadi halangan. Ia jadi ganas dan brutal menindih tubuh Made. Murni memeluk erat Made dengan tenaga super. Gigitan bibirnya tajam bagai kucing sedang menyantap ikan asin, kelaparan!

"Aaaw.. Sakit, Murni!" bentak Made. Tangan Made berusaha menjauhkan tubuh Murni darinya. Tapi tenaga Murni saat itu terasa sangat besar, hingga Made kalah kuat.

Bibir Made berdarah, ia kesakitan. Memulai bercinta yang seharusnya lembut dan penuh perasaan, saat itu yang Made rasakan malah rasa sakit dan ketakutan.

Made merasa ada yang tidak beres. Ia kini mendorong kembali Murni menjauh dari tubuhnya dan berlari keluar kamar.

"Murni, sadarlah!" teriak Made, berusaha menyadarkan istrinya.

Murni tidak menghiraukan Made. Ia terus mengejar Made dengan tatapan kosong.

Made berlari menuju kamar Bu Ratna. Ia berharap Bu Ratna bisa membantu menyadarkan Murni.

"Ibu! Tolong!" teriak Made, mengetuk pintu kamar Bu Ratna dengan keras.

Bu Ratna membuka pintu dengan wajah terkejut. "Ada apa, Made?" tanyanya.

"Murni... dia aneh sekali, Bu. Dia seperti orang kesurupan," jawab Made dengan napas terengah-engah.

Bu Ratna mengerutkan kening. "Aneh? aneh bagaimana?"

"Dia... dia seperti sedang dipengaruhi obat perangsang," jawab Made, menatap Bu Ratna curiga.

Bu Ratna terdiam sejenak. Kemudian, ia tersenyum sinis.

"Mungkin saja dia memang sedang ingin bermanja-manja denganmu, Made. Kamu kan suaminya," ujar Bu Ratna, mencoba mengelak.

"Tidak, Bu. Ini tidak seperti biasanya. Murni tidak pernah seperti ini," bantah Made.

"Sudahlah, Made. Jangan terlalu dipikirkan. Mungkin Murni hanya sedang stres karena terlalu banyak berbelanja," kata Bu Ratna, lalu menutup pintu kamarnya.

Made tertegun. Ia merasa Bu Ratna menyembunyikan sesuatu. Ia kembali menatap pintu kamar Bu Ratna dengan curiga.

Kemudian, ia mendengar suara teriakan Murni dari dalam kamar mereka. Made segera berlari kembali ke kamar dan melihat Murni sedang merobek-robek pakaiannya sendiri.

"Murni! Sadarlah!" teriak Made, berusaha menghentikan Murni.

Murni tidak menghiraukan Made. Ia terus merobek-robek pakaiannya sambil tertawa histeris.

Made tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa sangat khawatir dan bingung. Ia mencoba mendekati Murni, tapi Murni malah menyerangnya dengan membabi buta.

Made terpaksa menghindar dan berlari keluar kamar untuk mencari bantuan. Ia tidak tahu siapa yang bisa ia percaya. Ia merasa semua orang di rumah ini sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

Apa sebenarnya rencana Bu Ratna?

1
Tie's_74
Semoga ceritaku bisa menghibur yaa.. mohon dukungannya🥰
Tie's_74
Dari bab ini, bisa dipetik pelajaran, bahwa dalam hidup ini kita jangan cepat menyerah. Sesulit apapun Tuhan berikan ujian pada kita, kita jangan cepat menyerah dan selalu semangat menjalani hidup. Karena laut pun tak selamanya pasang, ada masanya surut. Begitupun dengan kehidupan kita. Ada saatnya kita di uji, tapi bila kita tak cepat menyerah, yakinlah kalau badai akan segera pergi, berganti dengan balasan yang setimpal dari Tuhan akan Perjuangan kita. Akan indah pada waktunya.. Untuk para pembaca setiaku, selalu semangat ya.. Semoga kita sehat selalu dan diberikan rezeki lancar, Aamiin.. /Heart/
Tie's_74
Dari bab ini, kita bisa ambil pelajaran, jangan menilai orang dari luarnya ya guys.. Dengan usaha dan kerja keras, yakinlah bahwa hidup kita akan lebih baik. dan tentunya, kita harus percaya diri.. 😁.. Selalu semangat untuk semua pembaca setiaku. 🙏🏻🤗
Tie's_74
Makasih Kaka komennya.. 🙏
Codigo cereza
Terharu banget
Tie's_74: makasih komennya, Kaka 🙏🏻🤗
total 1 replies
Hao Asakura
Ceritanya keren, bahasanya juga mudah dimengerti!
Tie's_74: makasih komennya kakak... 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!