Istri Kedua Adik Angkat

"Campur ini ke minumannya Alva, jangan sampai ketahuan dan jangan lupa apa yang telah kita sepakati!" Rabella, wanita berusia 27 tahun itu menatap tajam pada bawahannya.

"B-baik, Nona. Tapi apa anda yakin kalau rencana ini akan berjalan lancar?" Perempuan yang merupakan bawahan Rabella ini masih terlihat ragu.

"Harus berhasil, gue gak mau tau! Pokoknya, dia harus dipermalukan besok di hari pernikahannya!" seru Rabella lagi.

"B-baik, Nona."

Besok memang hari pernikahan Alvaro, adik angkatnya yang berusia 25 tahun.

Semua orang tau kalau Rabella membenci Alvaro, karena Alvaro laki-laki. Sedangkan Rabella adalah perempuan.

Padahal mereka tak punya hubungan darah ataupun kerabat. Tapi Papa Rabella lebih menyayangi Alvaro.

Menyisihkan Rabella yang merupakan anak kandungnya sendiri. Hanya karena Rabella lahir tidak sesuai dengan jenis kela-min yang diharapkan.

Sejak dulu, Papa Rabella memang menginginkan anak laki-laki.

Sedangkan ibu kandung Rabella sudah meninggal saat usia Rabella baru lima tahun.

Namun, karena terlalu cinta dengan mendiang istrinya, Papa Rabella lebih memilih mengadopsi anak laki-laki dari panti asuhan, daripada menikah lagi untuk mendapatkan anak laki-laki sesuai harapannya.

Dan, ya.. Rabella, tersisihkan. Semua yang seharusnya menjadi milik Rabella, malah diambil oleh Alvaro. Anak laki-laki yang tak jelas asal usulnya itu.

Mulai dari kasih sayang papanya, pendidikan ke Luar Negeri, bahkan sampai pernikahan keluarga, lalu setelah ini apa lagi? Mungkin kah seluruh kekayaan dan perusahaan milik keluarga mereka akan diambil alih oleh Alvaro? Rabella tidak akan membiarkan hal itu sampai terjadi.

Rabella gagal menikah, karena keluarga Wisma lebih memilih menikahkan putri bungsunya dengan Alvaro, ketimbang menikahkan putra sulung mereka pada Rabella.

Walaupun Rabella tahu, bahwa pernikahan itu hanyalah pernikahan yang menguntungkan antar keluarga dan perusahaan.

Tapi, Rabella benar-benar menyukai Lyan, putra sulung keluarga Wisma.

Maka dari itu, Rabella merencanakan sesuatu yang akan membuat Alvaro malu di hari pernikahannya esok.

Ya, Rabella pastikan anak ingusan yang tak jelas asal-usulnya itu dijadikan bahan cemooh dan dibuang dari keluarga ini.

Sedangkan Putri, bawahan Rabella yang diminta memasukkan sesuatu pada minuman Alvaro masih gemetar ketakutan.

Dia sudah keluar dari kamar Rabella.

"Bagaimana ini? Aku memang membutuhkan uang, tapi Tuan Alvaro, dia kan orangnya baik. Bagaimana aku bisa mencampurkan obat ini pada minumannya? Ya Tuhan, aku harus bagaimana??" Putri memang setuju, akan melakukan apapun yang diperintahkan Rabella, karena dia memang membutuhkan uang untuk biaya berobat adiknya.

Sebenarnya, tidak hanya mencampurkan obat terlarang ini. Tapi, ada hal lain lagi yang lebih menakutkan harus dia lakukan.

Putri tak bisa membayangkan hal itu terjadi. Tapi, dia membutuhkan uang yang dijanjikan Rabella.

***

Hanya ketukan jari cantik milik Rabella Di atas meja yang terdengar di kamarnya ini.

Berulang kali dia mengecek ponselnya. Tapi tak ada yang berarti, padahal dia sedang menunggu konfirmasi keberhasilan rencananya dari Putri.

Apakah bawahannya itu berhasil atau tidak?

Rabella jadi gelisah. Dia benar-benar berharap Alvaro bisa diusir dari rumah ini, karena telah mempermalukan keluarga Wilson.

“Hah, sial. Jangan-jangan anak itu kabur duluan, karena takut.”

Rabella tak bisa terus menunggu, dia tidak sabar. Dia butuh kepastian. Jam sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB, seharusnya rencana itu sudah berjalan beberapa waktu lalu.

Tak ingin membuang waktu, Rabella keluar dari kamarnya. Suasana di rumah besar ini sangat sepi, Rabella yakin papanya sudah tidur lebih awal, untuk menyambut hari esok, hari bahagia anak angkat kesayangannya.

Rabella mendekati kamar Alvaro dengan perlahan, sejenak, dia mendekatkan telinganya ke pintu. Berharap mendengar suara erangan atau desahan dari dalam sana, ya meskipun Rabella tidak yakin akan mendengar suara seperti itu saat semua kamar di rumah ini diberi fasilitas kedap suara.

Clek.

“Sial, pintunya gak dikunci??” Rabella tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, saat ini. Pintu kamar Alvaro tidak dikunci. Apa rencananya gagal? Lalu kemana Putri?

Pintu yang sudah terbuka itu menarik perhatian Rabella.

Menarik dirinya untuk mengintip sedikit, ingin tahu apa yang terjadi di dalam sana.

“Apa-apaan ini? Dia gak ada di kamar? Lalu ke mana dia?” Tak mendapati Alvaro di dalam kamar tersebut, Rabella spontan masuk ke dalam sana.

Kamar yang paling tidak disukainya.

“Sialan si Putri, kayaknya dia emang ga mau nurutin apa kata gue.” Rabella memaki, kesal karena tidak banyak orang yang berpihak padanya!

Semua orang di rumah ini hanya berpihak pada Alvaro.

Kekesalan yang menumpuk itu membuat Rabella tidak sadar, bahwa sepasang mata menatap penuh minat padanya.

Grep. Mata Rabella mendelik. Lalu menunduk, ada tangan yang melingkar di perutnya. Erat sekali.

“Eughhh kakak… badan ku panas, aku gak tahu apa yang harus aku lakukan.”

“ALVARO!! LO GILA? LEPASIN GUE, GAK!” Terkejut? Tentu, Rabella tidak menyangka kalau laki-laki yang dia kira tidak ada di dalam kamar ini, malah tiba-tiba muncul di belakangnya. Bagaimana bisa?

Tapi, pria dewasa di belakangnya malah mengabaikan makian itu. Terus saja mengendus leher Rabella yang mulus, bahkan sesekali menggigitnya agak keras.

“Euh, sialan! Apa yang lo lakuin ke gue, anj-ing?! Berani ya lo sentuh badan gue?? Eughh lepasin tangan lo ini,” pekik Rabella, dia mulai merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Alvaro.

Badan pria itu panas, Rabella bisa merasakannya karena kulit mereka saling bersentuhan. Sialnya lagi, Alvaro sudah menanggalkan baju atasannya. Menyisakan celana jogger panjang berwarna abu-abu.

Brak… pintu kamar ditutup Alvaro, menggunakan kakinya.

Pelukan pria itu pada tubuh ramping Rabella juga semakin erat.

Mendorong tubuh Rabella semakin jauh dari jangkauan pintu, memepetkannya terus sampai hampir jatuh ke ranjang besar miliknya.

Mata Alvaro masih terpejam, tapi semua indra di tubuhnya seolah semakin menajam.

Apalagi hidung, mulut, dan kulitnya yang terus bergesekan dengan kulit mulus kakak angkatnya.

“Ka-kakak… euh… apa yang harus aku lakukan ini? Badan ku terasa tidak nyaman setelah meminum minuman yang diberikan Putri, apa itu hadiah pernikahan yang kakak berikan padaku? Jadi, kakak yang membuat badanku seperti ini?”

Suara Alvaro bergetar, tampak seperti menahan sesuatu.

Rabella menelan ludahnya kasar.

‘Jadi Putri udah kasih obatnya ke Alva, tapi ke mana anak itu? Kenapa dia gak nemenin Alvaro sampai obatnya bekerja? Sialan, jadi sekarang Alvaro dalam kondisi terpengaruh obat itu?’

Obat yang dimaksudkan Rabella adalah obat perangsang untuk membuat libido laki-laki naik secara tidak wajar dan tidak akan selesai jika tidak dituntaskan dengan hubungan sek-sual.

Tapi, seharusnya bukan Rabella yang ada di posisi ini. Putri, bawahan Rabella itulah yang seharusnya menjadi korban dari pelec-ehan se-ksual yang dilakukan Alvaro.

Itu memang yang dijanjikan Rabella pada Putri, tak masalah jika wanita itu dipecat dari pekerjaan aslinya sebagai bawahan Rabella.

Yang penting, Rabella membayarnya mahal untuk pengobatan adik Putri yang sedang sakit.

Tapi, kenapa jadi Rabella yang ada di posisi ini?

Ini benar-benar hal buruk bagi Rabella!!