NovelToon NovelToon
Bukan Berondong Biasa

Bukan Berondong Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Identitas Tersembunyi / CEO / Romantis / Cinta pada Pandangan Pertama / Berondong
Popularitas:25.5k
Nilai: 5
Nama Author: Jemiiima__

Semua ini tentang Lucyana Putri Chandra yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucyana berani jatuh cinta lagi?
Kali ini pada seorang Sadewa Nugraha Abimanyu yang jauh lebih muda darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perang Dingin yang Fatal

“Udah ya! Gue mau istirahat! Jangan ada yang ke sini!” katanya terburu-buru.

“Eh, jangan tut—”

Flip!

Panggilan diputus Dewa sepihak.

Sore hari itu, di bangku semen pinggir lapang kampus, Ryan, Arka, dan Bayu menatap layar ponsel Ryan yang baru saja mati sambungan. Ketiganya saling pandang, sama-sama bingung dan kepo.

Arka mengangkat alis.

“Ada yang bisa nebak itu cewe siapa?”

Ryan menggeleng pelan. Bayu hanya mengangkat bahunya sama bingungnya.

“Posturnya familiar,” gumam Bayu. “Kayak pernah gue liat di mana gitu.”

“Gue sih gak ada ide,” tambah Ryan sambil memasukkan ponselnya ke saku.

"Yang jelas bukan si Cindy sih..."

Arka menyilangkan tangan di dada, lalu menggerakkan dagunya ke arah kantin. Bayu dan Ryan serempak menoleh. Di sana, Cindy sedang duduk bersama beberapa temannya, tertawa kecil di meja pojok. Mereka mengangguk bersama tanda menyetujui pernyataan Arka.

Ryan menepuk pundak dua temannya.

“Udah, udah. Biarin si Dewa nge-bucin sama cewenya," ia menepuk perut nya pelan.

"Untuk single warrior, saatnya refill perut bro. Laper gue dari tadi..."

Mereka bertiga bangkit dan mulai berjalan menuju kantin. Saat lewat di dekat Cindy, mereka sempat saling say hi singkat. Cindy membalas dengan senyum tipis, lalu kembali ke obrolannya dengan teman-temannya.

Namun telinganya sempat menangkap potongan percakapan mereka barusan.

Bayu melirik dua temannya dengan jahil.

“Eh, apa kita gerebek aja rumah Dewa kali ya? Gue kepo sama cewe yang barusan.”

Ryan menggeleng cepat sambil menahan tawa.

“Jangan lah. Ganggu privasi itu.”

Langkah mereka menjauh.

Sementara itu di meja Cindy, suasana tawa mendadak meredup di matanya. Ia menunduk sebentar, memutar sedotan di gelasnya pelan.

Dewa punya pacar? Siapa?

Ia menarik napas panjang, mencoba memasang wajah santai, tapi matanya menyimpan kilatan tajam.

Gak bisa.

Gak ada yang boleh jadi pacar Dewa… selain gue.

Ia tersenyum tipis—senyum yang terlalu manis untuk menutupi niatnya—sebelum meneguk minumannya perlahan.

...****************...

Masih sore hari di tempat lain.

Dewa akhirnya tahu alasan Istrinya itu mendadak menjadi dingin padanya. Dari ruang tamu ia melirik ke dapur—Lucy sedang menyiapkan makanan. Pria itu menarik napas pelan lalu melangkah mendekat.

“Ada yang bisa gue bantu?” tanyanya hati-hati, berusaha terdengar biasa saja. Ia sedikit membungkuk, mencoba mengintip apa yang Lucy kerjakan.

Wanita itu tidak menoleh. “Nggak usah. Udah hampir beres.” Nada suaranya datar, tajam seperti pisau yang baru diasah. Dewa terdiam, menelan kekecewaan. Melihat sikap sepersekian detik tadi saja sudah cukup membuatnya sadar—waktu untuk menjelaskan belum tepat.

Dalam hati, ia mengumpat dirinya sendiri. Sial! Nggak bisa, ini mesti gue selesain secepatnya… sebelum makin salah paham.

Lucy kembali sibuk di wastafel, mencuci piring. Suara percikan air bercampur ketukan piring berulang menambah suasana tegang.

Matanya menangkap bayangan suaminya yang mondar-mandir tanpa tujuan di belakangnya.

“Astaga…” Lucy mendengus.

“Lo apa sih mondar-mandir nggak jelas?! Udah sana. Kalau udah siap makanannya nanti gue panggil!”

Dewa terhenti. Bahunya turun perlahan, pasrah.

“Yaudah…iyaa.” gumamnya lemah. Ia memutar badan dan kembali ke ruang tamu, duduk dengan wajah gelisah. Jari-jarinya mengetuk meja di pinggir sofa, pikirannya berputar mengulang-ulang rencana yang bahkan belum tersusun.

Tak lama kemudian, suara derit pintu kamar terdengar. Surya dan Indriani keluar sambil menghirup dalam aroma masakan yang sudah memenuhi rumah.

“Aduh harum banget… masak apa nih?” ucap Surya sambil tersenyum. Indriani mengikuti dari belakang, keduanya tidak menyadari ketegangan yang masih menggantung di udara.

Kini, Surya dan Indriani sudah duduk berdampingan di meja makan berbentuk segi empat. Dua kursi di sisi seberang untuk anak dan menantunya. Dewa bangkit lebih dulu. Ia mengambil piring, gelas, dan sendok dari rak, menatanya di meja makan. Sementara itu, Lucy—yang baru selesai memasak—meletakkan satu per satu hidangan di tengah meja.

“Selamat makan,” ucap Lucy dengan nada ceria yang terdengar… terlalu ceria. Seperti senyum yang dipaksa agar tampak normal. Mereka mulai makan.

Hening.

Hanya suara sendok dan piring saling bersentuhan. Aroma masakan hangat, tapi suasananya justru dingin. Surya mengangkat pandangannya perlahan. Dari sudut matanya, ia menangkap sesuatu yang janggal—Dewa beberapa kali mencuri pandang ke arah Lucy, tatapannya penuh gelisah. Lucy sebaliknya terlihat sibuk menatap piringnya sendiri, tidak sekali pun melirik balik.

Surya menelan makanannya pelan, lalu memandang menantunya lebih lama. Ada kerutan tipis di dahinya.

Kayaknya ada apa-apa nih, pikirnya. Suasana di meja tetap sunyi. Ketegangan itu tidak tampak jelas, tapi terasa.

...****************...

Sesudah makan, suasana malah terasa makin berat. Mereka berempat berkumpul di ruang tamu—TV menyala menampilkan acara sore, tapi tak ada yang benar-benar menonton. Hanya suara televisi yang mengisi ruangan, menutupi kecanggungan yang makin terasa dari menit ke menit.

Surya mencondongkan tubuh sedikit ke arah Istrinya. Ia merendahkan suara, hampir seperti berbisik.

“Mah, kita pulang aja sekarang, yuk Mumpung masih sore.”

Indriani melirik jam di pergelangan tangannya. Keningnya sedikit mengerut.

“Ih, apa nggak nanggung? Nginep aja atuh,” gumamnya pelan.

Surya menghela napas, suaranya tetap pelan. “Pak Satria tadi ngabarin… besok pagi mau ketemu klien di Tasik. Jauh kalau mesti berangkat dari Bandung."

Indriani memutar bibirnya, akhirnya mengangguk kecil. “Ish… yaudah, ayolah.”

Wanita paruh baya itu lalu bangkit pelan menuju kamar tamu, mengambil tasnya. Ketika ia keluar lagi, Lucy langsung menoleh, melihat benda di tangan ibunya.

“Loh, Mah… mau ke mana?”

Ayahnya ikut berdiri sambil merapikan letak kemejanya. “Kita mau pulang sekarang, Nak. Besok Papah mau ke Tasik.”

Dewa spontan ikut bangkit, refleks mendekat. “Terlalu sore, Pah. Besok pagi aja berangkatnya.”

Ibu mertuanya tersenyum tipis pada Dewa, menggeleng. “Terlalu jauh kalau berangkat dari Bandung. Kita pulang sekarang aja. Kalian baik-baik, ya.”

Tatapannya bergantian menuju anak dan memantunya, lembut tapi penuh pesan.

“Jaga kesehatan, cuaca lagi nggak bagus.”

Lucy dan Dewa mengangguk bersamaan, meski keduanya masih terasa kaku. Surya menepuk ringan bahu menantunya sebelum hendak pergi. “Kalau senggang, main lah ke Garut. Dewa, kamu belum pernah ke rumah Papah, kan?”

Dewa maju satu langkah, menjabat tangan mertuanya. Saat menunduk hormat, Surya sedikit mendekatkan mulut ke telinganya.

“Papa tau kalian lagi berantem,” bisiknya.

“Maklumi aja dia kalau agak batu. Pandai-pandai bujuk, ya.”

Dewa mengulas senyum kaku.

“Hehe… iya, Pah. Siap.”

Mereka bersalaman, lalu Lucy dan Dewa mengantar orang tua Lucy sampai halaman depan. Dewa merangkul bahu istrinya saat mobil hendak berangkat, berusaha menampilkan bahwa semuanya baik-baik saja di depan orang tuanya.

“Hati-hati ya, Mah, Pah.”

Surya mengangguk dari balik kaca mobil yang perlahan dinaikkan. Mobil kemudian melaju, meninggalkan halaman rumah. Begitu mobil mulai menjauh, Lucy langsung menepis rangkulan Dewa dan berjalan lebih dulu masuk rumah tanpa menoleh. Gerakannya cepat, dingin, penuh jarak.

Dewa memandang punggungnya menjauh, menarik napas panjang sambil menepuk dadanya sendiri pelan.

“Sabar, Dewa… sabar.”

Hingga malam menjelang, keheningan masih menyelimuti rumah kecil pasangan muda itu.

Di kamar tidur, lampu tidur menyala temaram, hanya cukup untuk menerangi garis punggung Lucy yang membelakangi suaminya. Dewa berbaring menghadapnya, menatap punggung itu seolah menunggu sedikit saja celah untuk masuk.

“Lulu… udah tidur?” suaranya pelan, ragu.

Lucy hanya mengeluarkan deheman samar—tidak jelas jawaban atau sekadar respon malas. Pria itu menelan saliva, dadanya naik turun gelisah.

"Lo marah karena liat chat di ponsel gue? Dia...mantan gue.”

Napasnya berat.

“Demi Tuhan, gue nggak ada hubungan apa-apa lagi sama dia. Gue aja kaget tiba-tiba dia hubungin setelah dua tahun kami putus.”

Hening. Tak ada balasan.

Hanya dengkuran halus, ritme napas yang menandakan istrinya sudah benar-benar jatuh tertidur. Pria itu memejamkan mata, pasrah.

“Yah… tidur. Gue udah ngomong panjang lebar juga,” gumamnya lirih.

Akhirnya ia ikut terlelap, meski tidur yang gelisah.

...****************...

Keesokan paginya.

Pagi menembus lewat celah gorden, cahaya tipis jatuh di wajah Dewa. Suasana kamar masih sunyi dan dingin. Ia membuka mata pelan, lalu perlahan duduk di tepi ranjang—sisi tempat tidur Lucy sudah kosong. Istrinya ternyata berangkat lebih dulu, meninggalkan keheningan yang terasa makin menekan. Ia menghela napas panjang. “Bener kata Papah… emang agak batu anak semata wayangnya ini.”

Dengan langkah gontai, Dewa bersiap ke kampus. Pikiran yang masih kusut membuat tubuhnya terasa lebih berat dari biasanya.

Sepanjang hari, meski ia duduk di bangku kuliah dan menatap papan tulis, fokusnya tak pernah benar-benar berada di kelas. Suara dosen terdengar seperti gema jauh, kata-katanya lewat begitu saja tanpa satu pun yang tertangkap. Yang muncul justru bayangan Lucy—wajah datarnya, Sikapnya yang menghindar, nada suaranya yang tak lagi hangat.

Setiap pergantian mata kuliah hanya membuat dadanya makin sesak. Hingga akhirnya, begitu kelas terakhir berakhir dan suara kursi-kursi bergeser memenuhi ruangan, Dewa langsung bangkit.

“Woy, Dew—”

“Bro, nanti nongkrong—”

Panggilan Ryan, Arka, dan Bayu ia lewati begitu saja. Ia tidak menoleh, tidak menjawab. Langkahnya mantap tapi jelas penuh kegelisahan, menuruni tangga kampus dengan napas yang sedikit terburu-buru.

Hanya satu tujuannya: Menemui istrinya dan meluruskan semuanya.

Dan dengan itu, ia langsung bergegas menuju kantor Lucy. Tak membutuhkan waktu yang lama untuk ke kantor Lucy, sebab jaraknya dekat dengan kampus Dewa.

Sesampainya di gedung PT Auralis Naturals. Dewa masuk ke kantor itu dengan napas sedikit memburu, langsung menuju meja resepsionis. Namun sebelum sempat bicara, ekor matanya menangkap sosok familiar di sisi ruangan.

Lucy yang sedang berpelukan dengan pria lain.

Dewa terdiam sepersekian detik, lalu rahangnya mengeras. Tatapannya tajam, dadanya panas. Tangannya mengepal hingga buku jarinya memutih. Ia melangkah mendekat tanpa memalingkan pandangannya sedikit pun

"Oh jadi gini, kelakuan lo dibelakang gue?"

...----------------...

Cindy kalau kata aku sih mending mundur ya gak readers? Dewa udah berpawang soalnya😌

Duh bagaimana nasib pasutri muda kita ini??! 😭

Dewa kayanya marah banget itu ☹️

Apa kalian rela kalau mereka kandas?

Pantengin terus untuk setiap kelanjutan nya yaa 🥰

Jangan lupa untuk meninggalkan jejak berupa vote like dan komentar 🤗

Terimakasih! 💕

1
TokoFebri
hadduh mbak detri.. sama siapee nih..
TokoFebri
thank you om, emang bener sih om, sebagai orang tua kalau lihat anaknya menikah itu harus lepas tangan. maksudnya ga ganggu mereka terus. tinggal mantau saja. kalau ada yang ga bener di kasih tau. kalau ga bisa di kasih tau yaudah wkwkw.
TokoFebri
lucy kalau udah tau gini, aku harap kamu mau menemani dewa. jangan biarkan dia merasa hidup dalam kesendirian
Afriyeni Official
iyeess mantap dewa, kata kata begini yg Oma mau dengar 🤭 lanjutkan perjuangan mu nak/Determined/
Afriyeni Official
ngomong cinta mu bikin Oma baper,, yang jelas dong ngomongnya ah,,
Afriyeni Official
Lo sakit ya Andika, moga Lo betah di penjara
Ari Atik
ya..itulah seorang ibu.....
apapun kondisi anaknya,hati seorang ibu tetaplah tulus pada anaknya....
Avalee
Kirain ada motif macan tutulnya
Avalee
Keknya ahmad titisan buaya sii ini 🗿
Avalee
Mira itu bininye ape beneran adik? Adik2an tapinya 🤣
Shin Himawari
waduu masalalu dewa apa ya kayanya berat 🥲
Shin Himawari
beda lucc, yang ono udh mokondo manchild dewa mahhh perintis gentlemannnn ☺️
Shin Himawari
ini panggilan kakak kapan ganti jadi sayang yaaaa dew 🤭 punten bgt nih aku yg gregetan wkwk
Alyanceyoumee
mau.... syukurlah masalh nya selesai ya lu...
Alyanceyoumee
tenang wa, sabaar
Drezzlle
Bos lu mau di cerai in/Facepalm//Facepalm/
Drezzlle
Lucy umurnya doang yang dewasa, tapi pikirannya masih labil
Resa05
up lagi gaa
@pry😛
moga z bu ny nrm pa ada ny
@pry😛
np bu.... puny aq srg aq pasag lepas lg....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!