NovelToon NovelToon
Di Atas Sajadah Merah

Di Atas Sajadah Merah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Maya Melinda Damayanty

Arunika adalah seorang wanita yang memendam cinta dalam diam, membangun istana harapan di atas sajadah merah yang pernah diberikan oleh Raka, pria yang diam-diam memikat hatinya. Setiap sujud dan lantunan doa Arunika selalu tertuju pada Raka, berharap sebuah takdir indah akan menyatukan mereka. Namun, kenyataan menghantamnya bagai palu godam ketika ia mengetahui bahwa Raka telah bertunangan, dan tak lama kemudian, resmi menikah dengan wanita lain, Sandria. Arunika pun dipaksa mengubah 90 derajat arah doa dan harapannya, berusaha keras mengubur perasaan demi menjaga sebuah ikatan suci yang bukan miliknya.
Ketika Arunika tengah berjuang menyembuhkan hatinya, Raka justru muncul kembali. Pria itu terang-terangan mengakui ketidakbahagiaannya dalam pernikahan dan tak henti-hentinya menguntit Arunika, seolah meyakini bahwa sajadah merah yang masih disimpan Arunika adalah bukti perasaannya tak pernah berubah. Arunika dihadapkan pada dilema moral yang hebat: apakah ia akan menyerah pada godaan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 24. Firasat Seorang Ibu

Beberapa hari terakhir, Eka memperhatikan perubahan kecil pada diri putrinya. Arunika pulang dengan wajah lebih cerah, kadang tersenyum sendiri di kamar, lalu buru-buru menunduk ketika tatapan bundanya datang menyelidik.

"Apa putriku sedang jatuh cinta?" batin Eka. Sebagai seorang ibu, ia bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda, meski Arunika mencoba menutupinya.

Namun rasa khawatir lebih besar. Eka tahu betul bagaimana sikap Purnomo terhadap persoalan asmara. Suaminya sangat tegas. Baginya, pacaran bukan jalan yang benar, apalagi untuk anak perempuan yang belum matang betul.

"Semoga Mas Pur tetap bisa bijak bila saatnya tahu," gumamnya lirih sambil mengaduk sayur di dapur.

Hari beranjak siang. Eka bergegas menyelesaikan masakan sederhana untuk kudapan sore. Biasanya, suami dan putrinya sudah pulang sebelum waktu ashar. Ia ingin menyambut keduanya dengan teh manis hangat.

Sementara itu di kampus, Arunika dan Medi baru saja keluar kampus Medi melihat papan pengumuman.

"Njk ikut aku ke seminar alumni, yuk," ajaknya penuh semangat sambil menunjuk kertas yang menempel di papan.

Arunika ragu. "Tapi aku takut Ayah sudah nunggu di gerbang."

"Bilang saja ke Ayah, ada seminar. Toh itu kegiatan kampus. Ayahmu pasti izinkan." ujar Medi menyarankan.

Arunika masih gelisah. Namun baru saja ia ingin meraih ponsel, dering telepon masuk lebih dulu. Nama Ayah tertera di layar.

"Assalamu’alaikum, Yah," sapa Arunika sambil menelan ludah.

"Wa’alaikumussalam. Nak, sudah selesai kuliah?" suara Purnomo terdengar hangat.

"Sudah, Yah. Tapi ini Medi ngajak ke seminar alumni. Boleh nggak?" tanya Arunika hati-hati.

"Berapa lama acaranya?"

Medi yang berdiri di samping langsung memberi kode jari, dua… tiga.

"Kira-kira dua sampai tiga jam, Yah," jawab Arunika.

Hening sejenak, lalu suara lega terdengar. "Alhamdulillah. Ikut saja, Nak. Kebetulan Ayah tak bisa jemput tepat waktu. Nanti Ayah tunggu di bagian informasi kampus!"

"Baik, Yah. Assalamu’alaikum!' ujar Arunika dengan wajah lega lalu menutup sambungan teleponnya.

Setelah telepon ditutup, Medi mengangkat alis.

"Berarti boleh dong?"

"Iya," jawab Arunika. Ada binar kecil di matanya.

Di aula seminar, suasana cukup ramai. Puluhan mahasiswa duduk rapi, sementara di panggung beberapa alumni yang kini sukses berbagi kisah perjalanan hidup mereka.

Arunika dan Medi duduk di barisan depan. Saat mendengar kisah seorang alumni yang dulu pernah gagal berkali-kali sebelum akhirnya mendirikan usaha besar, mata Arunika berbinar. Ia jarang duduk di forum semacam ini, dan kali ini benar-benar membuka cakrawalanya.

Medi memperhatikan perubahan wajah sahabatnya itu. Ia sengaja tidak banyak bicara, hanya sesekali menyodorkan air mineral atau memberi catatan kecil.

"Run, coba catat yang menurutmu penting. Biar nanti bisa jadi bahan renungan," bisiknya.

Arunika mengangguk. Tangan mungilnya mulai menulis di buku catatan, sesuatu yang jarang ia lakukan dengan begitu antusias.

Ada perasaan hangat yang tumbuh. Bukan sekadar dari isi seminar, tetapi juga dari keberanian kecilnya melangkah—dan dari dukungan sederhana Medi di sampingnya.

Di rumah, Eka menyiapkan meja dengan sepiring pisang goreng hangat. Namun hati kecilnya gundah. Telepon dari Purnomo barusan membuatnya tahu, Arunika ikut seminar. Logis memang, tapi sebagai ibu, rasa curiga tetap berbisik.

"Jangan-jangan itu hanya alasan untuk berduaan dengan anak itu," gumamnya, lalu menepuk dadanya sendiri. "Astaghfirullah, kenapa aku berpikiran buruk?"

Eka menarik napas panjang. "Tapi benar, wajah Arunika berubah. Ada rona lain di sana. Dan aku yakin, hanya ada satu alasan untuk itu: hati yang mulai terbuka!"

Ia terdiam lama di meja makan, menunggu keduanya pulang. Antara doa dan kekhawatiran, Eka berharap Purnomo bisa membaca perubahan putri mereka dengan tenang—dan Arunika tetap berjalan di jalur yang aman.

Di kampus, seminar selesai dengan sukses, semua mendapat sertifikat dan diambil dibagian kemahasiswaan. Medi menggandeng tangan Arunika ke kantor itu, mereka mengantri beberapa saat dan setelah dapat. Keduanya melihat kertas tebal dengan tulisan nama mereka di sana.

"Kamu tau, Nik. Ini adalah seminar pertamaku!' aku Medi jujur.

"Aku juga!' jawab Arunika.

"Bagaimana pandanganmu sekarang?" tanya Medi pada sahabatnya itu.

"Aku harus berani tampil jika ingin menonjol ....,"

"Bukan Nik. Tapi kamu harus berani bersuara agar ada yang melihat keberadaanmu! Bukan hanya tampilan saja, walau itu juga bagian penting!' potong Medi sedikit kesal.

"Aku tahu Med, tadi hanya bercanda!" kekeh Arunika.

"Eh, berani ngerjain aku ya?' sengit Medi pura-pura marah.

Arunika tertawa lepas, Medi mengejarnya. Arunika berlari sambil tertawa. Purnomo datang dan hendak melangkah masuk, matanya langsung menangkap tubuh putrinya.

Tubuhnya mendadak kaku, matanya menatap sang putri yang tertawa keras. Medi di sana ikut tertawa, baru kali ini ia melihat Arunika bebas mengekspresikan dirinya. Sebagai seorang ayah, ia sedih karena terlalu mengekang sang putri.

"Arunika, Medi!" panggilnya lembut.

Keduanya terkejut, namun senyum lebar dari Purnomo tak membuat Medi dan Arunika takut.

'Selamat sore Nak Medi!' sapa Purnomo ramah.

'Sore Ayah!" balas Medi.

Wajah keduanya berseri, menambah kecantikan Arunika dan Medi. Purnomo mengajak keduanya pulang.

'Apa rumahmu dekat, Nak. Biar Ayah antar!" tawarnya.

"Oh makasih Yah. Tapi nggak perlu. Rumah aku deket kok, jalan kaki juga bisa!" tolak Medi.

"Apa bener itu?" tanya Purnomo lagi sangsi.

"Ayolah, nggak apa-apa kok dianterin!" ujar Arunika.

Akhirnya Medi menurut, Purnomo mengantarkan sahabat putrinya lebih dulu. Tak lama, mereka sampai di rumah Medi yang megah, gadis itu turun dan mengucap terimakasih.

"Mari Nak!" pamit Purnomo.

"Dag! Dag! Medi!' ujar Arunika melambaikan tangan dari dalam mobil.

Media melambaikan tangan mengantar kendaraan yang tadi mengantarnya. Ketika masuk, rumah itu sepi.

"Papi sama Mami pasti masih sibuk!" gumamnya pelan.

"Non Gisel, udah pulang? Mau makan dulu apa ...."

"Saya langsung istirahat Bik!" potong Medi langsung ke kamarnya.

Kembali ke dalan mobil, Arunika menyandarkan punggungnya di jok mobil. Perjalanan sedikit macet karena hujan di beberapa ruas jalan.

Kring! Sebuah dering ponsel terdengar, Arunika mengangkat ponsel ayahnya. Ia yakin ibunya menelepon.

"Assalamualaikum, Bunda… kami masih di jalan!" sahut Arunika begitu melihat nama ibunya di layar ponsel ayahnya.

"Wa’alaikumussalam, Nak. Hujan ya di sana? Ibu sudah siapkan pisang goreng dan teh panas. Hati-hati di jalan," suara Eka terdengar lembut, namun samar ada getar cemas di dalamnya.

"Iya, Bun. Ayah nyetir pelan kok. Nanti sebentar lagi sampai," jawab Arunika.

Purnomo sempat melirik putrinya, senyum tipis tersungging. "Katakan pada Ibu, jangan khawatir."

Arunika mengulang pesan ayahnya, lalu menutup telepon.

Tak lama kendaraan itu sampai di hunian sederhana. Keduanya turun, Eka menyambutnya dengan hangat.

Malam berlalu, Arunika sudah masuk kamarnya. Begitu juga Eka dan suaminya.

"Mas?" Eka menatap suaminya.

"Putri kita ternyata sudah besar ya Bun," ujar Purnomo lalu ia menceritakan apa yang ia lihat tadi di kampus.

"Arunika tertawa lepas?" Purnama mengangguk.

"Apa Ayah terlalu keras mengekangnya sampai ia menutup dirinya?" tanya Purnomo lirih.

Sementara di kamar, Arunika menatap ponselnya. Seharian Raka tak berkunjung ke kelas. Bahkan pesan dari remaja laki-laki itu tak ada sama sekali.

"Raka ... Semoga kamu baik-baik saja," gumamnya lalu ia menutup mata dan tidur.

Bersambung.

Wah ... Raka kemana nih?

Next?

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
raka kenapa ya?
nurry
💪💪💪💪💪
nurry
maju terus Raka terjang rintangannya, kamu pasti bisa 💪
nurry
kaya manggul beras sekarung kali ya kak othor 🤭🤭🤭
Deyuni12
Raka
kamu bisa datang d saat kamu sudah siap dalam hal apapun,buat ayah Purnomo terkesan dengan perjuangan mu
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
datanglah saat kau siap raka.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ayah.. 🥹🥹🥹... pasti sulit mengajarkan mandiri pada putri yang selalu ingin kau lindungi seperti dalam bola kristal, ya kan?setidaknya dirimu sudah mencoba ayah
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
memang berat, raka. tapi kalau cinta ya berjuang donk.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ayah, jangan rusak mental arunika dengan ke posesif an muuuu
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kalau perhatian di rumah cukup. tak perlu cari perhatian di luar lagi
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
arunika & media cocok
Deyuni12
keren
Deyuni12
butuh perjuangan,cinta tak segampang itu,,hn
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
sedikit lagi, raka. arunika di fakultas ekonomi.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
arunika begitu banyak mendapatkan limpahan kasih orang tuanya. sementara raka?
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kalian pasti akan dipertemukan oleh author. sabar ya
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
UI itu besar banget. wajar kalau pakai kendaraan. seharusnya ayah jemput di fakultasnya aja
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kenapa kemarin gak tanya raka fakultas apa?
Ni nyoman Sukarti
ceritanya bagus....jadi kangen sm ibu dan bapak😇😇🙏
Ni nyoman Sukarti
Author....semua karya novel mu sangat bagus dan berkesan, baik dari alur cerita, tema dan karakternya, mempunyai value, edukatif dan motivasi bagi pembaca. Tidak membosankan. Sukses selalu ya Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!