Setelah menaklukan dunia mode internasional, Xanara kembali ke tanah air. Bukan karena rindu tapi karena ekspansi bisnis. Tapi pulang kadang lebih rumit dari pergi. Apalagi saat ia bertemu dengan seorang pria yang memesankan jas untuk pernikahannya yang akhirnya tak pernah terjadi. Tunangannya berselingkuh. Hatinya remuk. Dan perlahan, Xanara lah yang menjahit ulang kepercayaannya. Cinta memang tidak pernah dijahit rapi. Tapi mungkin, untuk pertama kalinya Xanara siap memakainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayalifeupdate, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sketsa dan Rahasia
Studio Xanara kembali sunyi malam itu, hanya ada suara pensil berlarian diatas kertas sketsa menyisakan bayangan potongan jas yang terasa familiar, bahkan sangat familiar. Xanara menatap hasil coretannya, ia tahu bentuk itu, bahkan tahu untuk siapa ia menggambarnya.
“Damn! Harvey” Batin Xanara
“Kenapa harus dia lagi sih” Gumamnya lirih
Lucy tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Xanara dengan ekspresi serius sambil membawa ponselnya.
“Kamu harus lihat ini Xa”
Xanara menoleh, lalu membaca berita yang sedang ramai di perbincangkan di media sosial.
“Masa lalu calon pengantin CEO mulai terendus. Katanya Winny bermain dua kaki, gila udah kayak sinetron jam 10 malam”
Xanara membuang napasnya kasar, ia tidak ingin peduli, tapi hatinya entah kenapa menolak bersikap netral. Mungkin karena terlalu banyak rasa tak Bernama yang berputar di sekitarnya sekarang, rasa yang ta kia undang.
“Kamu masih takut jatuh cinta ya?” Tanya Lucy.
“Taku? Lebih ke kapok sih” ucap Xanara dengan tersenyum tipis.
*FLASHBACK ON*
Di balkon apartemennya, Xanara berdiri dengan mata sembab, ia memegang undangan pernikahan. Bukan untuknya, tapi pria yang sebulan lalu masih menemaninya di butiknya.
Natahan.
Arsitek tampan yang penuh janji, penuh rencana dan penuh kebohongan. Xanara mencntainya tanpa syarat, membiayai mimpinya, bahkan menunda launching brandnya demi ikut ke luar negeri merancang masa depan bersama, tapi yang ia dapat? Penghianatan manis berbungkus kalimat…
“Aku harus menikahinya, kita hanya kebetulan yang salah waktu”
Itu luka yang tak pernah dijahit. Persis seperti kain midnight blue yang kini menggantung tak tersentuh.
*FLASHBACK OFF*
Xanara memegang sketsa itu erat-erat, tangannya gemetar. Melihat Xanara yang terlihat ketakutan, Lucy segera mendekat dan membantu Xanara untuk menenangkan dirinya.
“Dia bukan natahan Xa, dia Harvey” Ucap Lucy dengan lembut.
“Tapi semua pria manis diawal, dan aku bukan wanita yang suka patah hati dua ksli untuk hal yang sama”
“Tapi kamu juga bukan wanita yang bisa pura-pura gak peduli Xa”
Toktoktok!
Tiba-tiba studio di ketuk pelan dari luar. Mata Xanara dan Lucy menatap kearah pintu yang mulai terbuka.
“Drama dimulai” gumam Lucy lirih.
Langkah kaki berat bergema, di lantai marmer studio saat pintu kaca terbuka. Xanara melihat kearah sosok yang sama, yang ia coba lupakan lewat puluhan sketsa. Matanya menangkap sosok tinggi dengan jas charcoal yang potongannya terlalu formal untuk malam hari biasa.
“Studio ini, seperti galeri seni, atau museum rasa” Ucap Harvey kagum sambil menatap sekelilingnya.
Xanara berdiri tegak, tetap menjaga sikap dingin yang profesional.
“Kalau anda datang untuk membeli puisi, sayangnya kami hanya menjual pakaian” Ucap Xanara.
“Saya datang untuk pesan jas. Tapi saya tidak keberatan kalau ternyata mendapat bonus sarkasme” Ucap Harvey sambil tertawa kecil.
Lucy melirik mereka dari blik meja resepsionis dan kemudian buru-buru meninggalkan mereka ke dapur untuk pura-pura sibuk, karena Lucy tahu kapan dia harus memberi ruang untuk Xanara dan Harvey.
“Untuk acara apa Pak Harvey?” Tanya Xanara dengan membuka buku kerjanya dan siap untuk mencatat.
“Untuk gala dinner kantor, tapi saya ingin yang berbeda, bukan jas yang akan saya lupakan lima menit setelah acara selesai”
Xanara menatap tajam, mencoba membaca maksud tersembunyi di balik kata-kata Harvey.
“Saya ingin jas yang berbicara, bukan teriak, tapi juga tidak bisu. Sesuatu yang mengingatkan saya tentang siapa saya, kalau sekeliling saya mulai memaksa saya jadi orang lain” Lanjut Harvey.
Dan untuk pertama kalinya Xanara terdiam, bukan karena tidak tahu harus berkata apa, melainkan karena dia paham betul rasa itu.
“Ada warna atau bahan yang Pak Harvey inginkan?” Tanya Xanara mencoba kembali ke ranah teknis.
Harvey mendekat, memperhatikan beberapa gulungan kain tergantung. Matanya berhenti pada satu warna, abu-abu kehijauan dengan tekstur halus, seperti kabut pagi.
“Yang itu?” tanya Harvey dengan menunjuk.
“Bukan pilihan umum untuk gala dinner” jawab Xanara dengan mengangkat alis.
“Makanya saya datang kesini, kalau saya jadi umum, saya tinggal ke butik yang ada di mall” Sahut Harvey.
Senyum tipis akhirnya muncul dari bibir Xanara, hanya setengah detik, tapi cukup untuk membuat Harvey menyadari wanita ini lebih berbahaya dari yang dia kira, bukan karena kecantikannya, tapi karena cara ia menjaga hatinya.
“Jas ini akan selesai dalam lima hari, tapi jangan datang kalau anda ingin mengesankan orang lain” Ucap Xanara sambil mencatat detail pesanan.
“Tidak” jawab Harvey sambil menatapnya dalam.
“Saya datang karena ingin mengesankan diri saya sendiri”
Dan pada detik itu, sketsa baru mulai tercipta, bukan hanya di kertas, tapi diantara dua hati yang sama-sama pernah retak.