NovelToon NovelToon
Aku Sudah Memaafkan

Aku Sudah Memaafkan

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / cintamanis / Hamil di luar nikah / Kehidupan di Sekolah/Kampus / trauma masa lalu
Popularitas:1.6M
Nilai: 5
Nama Author: yu aotian

"Aku emang cinta sama kamu. Tapi, maaf ... kamu enggak ada di rencana masa depanku."


Tanganku gemetar memegang alat tes kehamilan yang bergaris dua. Tak bisa kupercaya! Setelah tiga bulan hubunganku dengannya berakhir menyakitkan dengan goresan luka yang ia tinggalkan, aku malah mengandung darah dagingnya.

Saat itu juga, aku merasakan duniaku berotasi tidak normal. Aku terisak di sudut ruangan yang temaram. Menyalahkan diri sendiri atas semua yang terjadi. Namun, satu yang aku yakini, hidup itu ... bukan pelarian, melainkan harus dihadapi.


Adaptasi dari cerpen Aku Sudah Memaafkan, ©2022, Yu Aotian

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 : Pemandangan Berbeda di Balkon

Aku tersentak hebat melihat orang yang menghampiri kak Evan saat ini adalah Arai. Lebih terkejutnya lagi, keduanya terlihat saling mengenal. Tidak ... bukan hanya saling mengenal saja, tapi lebih dari itu. Bisa terlihat saat Arai sengaja mengejutkan kak Evan dengan datang dari arah belakang secara tiba-tiba, lalu dibalas kembali oleh kak Evan dengan langsung menjepit kepala Arai hingga membuat pria itu berteriak mengerang minta ampun dan diakhiri dengan keduanya tertawa bersama.

Sebagai orang yang memiliki kakak dan juga adik laki-laki, tentu aku tahu itu hal yang sering dilakukan oleh kaum Adam pada saudara atau sahabat karib mereka. Bahkan aku tak bisa memercayai mata ini ketika melihat keduanya pulang bersama dengan menaiki motor besar milik kak Evan.

Mereka sudah pergi beberapa saat yang lalu. Tapi aku masih terdiam kaku di balik dinding pos tempat persembunyianku. Aku terlalu syok sampai tak bergerak hingga beberapa saat. Kubiarkan otakku sedikit tenang agar bisa mencerna semua ini. Apakah ada yang kulewatkan dari awal? Kenapa dua lelaki yang sangat berbeda dari segi apa pun bisa bersama dan sedekat itu?

Aku mencoba mengundurkan ingatanku. Sewaktu kuliah perdana, beberapa teman sekelas pernah memuji gaya penampilan Arai yang hampir menyerupai kak Evan. Lalu, siang tadi Arai mengakui jika semua pakaian yang dipakainya selama ini adalah pemberian anak majikannya. Mungkinkah ... anak majikan yang dimaksud Arai adalah kak Evan?

Aku meneguk ludahku yang terasa pahit. Jika memang seperti itu, lantas kenapa Arai tak memberitahukan padaku? Aku malah khawatir dia mungkin telah memberitahu kak Evan kalau selama ini aku memuja diam-diam. Bagaimana ini?

Sesampainya di kos, aku langsung merebahkan tubuhku di atas kasur tipis sembari mengangkat kedua kakiku tinggi-tinggi dan menyandarkannya ke dinding. Napasku berembus kasar. Kupejamkan mata sebentar, lalu membukanya kembali. Argt! Pikiranku menjadi kusut seketika.

Tampan, cerdas, terkenal di kalangan mahasiswa dan berasal dari latar belakang keluarga yang kaya raya. Nalarku seakan dipaksa tuk kembali realistis. Setelah menyukainya diam-diam dan mengaguminya sembunyi-sembunyi, haruskah aku menguapkan perasaan ini?

Aku membuka ponsel dan kembali membaca pesan teks dari kak Evan yang dikirimkan sore tadi. Ini pesan pertama yang dia kirimkan padaku. Aku menekan tombol hapus pada kontak ponselnya, tetapi jempolku tertahan saat hendak menyetujuinya. Sama seperti nama kontak tersebut, tentu 'sayang' untuk di hapus begitu saja.

**

Pergantian hari terjadi begitu saja. Aku berangkat pagi-pagi sekali ke kampus dan langsung mengambil posisi duduk di tempat favoritku. Tiba-tiba Arai datang menyerobot dan langsung duduk di samping kursiku.

"Bagaimana kemarin?" Ini jenis pertanyaan yang sering dia tanyakan padaku di kelas. Bermaksud menanyakan perkembangan hubunganku dengan kak Evan.

Aku bergeming. Sengaja tak menggubris ucapannya dengan terus membuka setia lembaran catatanku yang kosong. Dia langsung merampas bukuku.

"Ada apa?" tanyanya.

Aku masih bergeming dan kini berpura-pura membuka ponselku sekadar mencari kesibukan.

"Apa ada masalah?" tanyanya lagi.

Aku masih betah membungkam mulutku. Bisa-bisanya dia menyimpan rahasia kedekatannya dengan kak Evan selama ini. Padahal aku sangat memercayainya, bahkan menceritakan semua yang kurasakan, kualami dan kulakukan saat bersama kak Evan.

Di saat yang sama, dosen kami baru saja tiba. Mata kuliah kami pagi ini adalah etika dan hukum dalam kesehatan yang mempelajari tentang kode etik, disiplin profesi, dan undang-undang terkait bidang kesehatan. Mata kuliah ini juga mempelajari bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan pasien, seperti cara menyampaikan berita buruk, menghadapi pasien dengan kondisi khusus seperti tuna rungu, geriatrik¹, dan tempramental.

(1. Geriatrik: kondisi di mana pasien lanjut usia dengan multi penyakit dan gangguan penurunan fungsi organ)

Dosen lalu membagi kami berpasang-pasangan untuk melakukan role play². Karena aku dan Arai duduk bersebelahan, maka kami menjadi pasangan untuk praktik ini. Di praktik ini, salah satu dari kami diminta bermain peran sebagai tenaga kesehatan dan satunya lagi sebagai pasien. Dosen akan memberikan contoh kasus ke masing-masing partner yang kemudian akan kami peragakan di depan.

Karena sudah seperti ini, mau tak mau aku harus berbicara dengan Arai. Saat praktik di depan, seisi kelas tampak antusias melihat kami. Ini karena aku yang jarang bersuara. Untungnya, aku bisa mengatasi kegugupanku.

(Role play: bermain peran)

Setelah mata kuliah pertama berakhir, aku buru-buru mengemas barang-barangku untuk bersiap keluar.

"Jangan lupa sore ini ke balkon!" bisik Arai.

"Gak, aku gak mau ke balkon lagi," ucapku datar.

"Hah? Kenapa?" Arai tampak terkejut.

"Gak mau aja!"

"Ndak lihat pujaan hatimu dong!"

Aku tak berkata apa-apa dan langsung beranjak.

"Gurita!" Suara teriakan Arai membuat kakiku terhenti.

Seketika, teman-teman sekelas menengok ke arahku.

Aku berbalik cepat dan kembali padanya hanya untuk berkata, "Bisa gak usah panggil aku kaya gitu?"

"Ndak bisa. Soalnya lidahku, lidah kampung! Sementara namamu berstandar internasional."

Aku mendesis kesal. Sungguh mengesalkan dipanggil seperti itu di depan banyak orang. Apalagi, beberapa di antaranya langsung tertawa dan ikut memanggil plesetan nama tersebut.

"Woi, cuma aku yang boleh manggil begitu. Kalian ndak boleh!" teriak Arai yang membuat seisi kelas terdiam.

Aku bergegas keluar dari kelas. Sementara Arai berlari mengikutiku. Dia langsung memblokir jalanku dengan berhenti tepat di depanku.

"Hei, kenapa kau marah-marah?"

Aku melengos.

"Ngomonglah! Gimana aku bisa tahu salahku di mana kalo kau ndak ngomong!"

Aku terdiam sejenak, lalu berkata pelan, "Aku lihat kamu pulang bareng kak Evan semalam. Jadi, anak majikan yang kamu maksud itu kak Evan, kan?"

Bukannya segera menjawab, Arai malah menggaruk-garuk kepala sambil terkekeh bodoh. Benar-benar mengesalkan!

"Kenapa kamu gak bilang kalo kamu kenal kak Evan?"

"Karena kau ndak pernah nanya. Masa aku langsung jawab," balasnya dengan gaya santai seperti biasa.

"Padahal kamu yang selalu temani aku lihat dia dari atas balkon. Kamu juga yang sering dengar curhat aku tentang dia. Ternyata orang yang aku sukai dan sering kucurhati itu dekat sama kamu," ucapku lambat-lambat.

"Jangan khawatir, aku ndak cerita apa-apa sama dia. Rahasia kau tetap aku jaga rapat-rapat!"

Aku melangkah mundur, sengaja mengambil jarak dengannya. "Aku ... tidak mau ke sana lagi."

"Hah?"

"Kalau terus-menerus lihat dia, bisa-bisa perasaanku semakin dalam. Sementara, orang seperti dia cuma bisa dicintai diam-diam," ucapku sambil memaksa senyum.

Dia ternganga sesaat, kemudian berkacak sebelah pinggang sambil berkata, "Ini yang bikin aku ndak mau kasih tahu kau. Aku tahu kau pasti bakal mundur begitu tahu latar belakang keluarga Abang Evan. Aku cuma ndak mau mematahkan asa kau. Sebab, waktu terbaik melihat kau bersemangat adalah ketika kau sedang memandang Abang Evan dari kejauhan."

Aku tertegun. Begitukah?

Sementara Arai kembali berkata, "Abang Evan kawan pertamaku di Jakarta. Dia memperlakukan aku layaknya adiknya sendiri. Jika sama aku yang cuma pekerja di rumahnya saja dia mau berkawan, bukan ndak mungkin kau juga bisa menjadi pacarnya, kan?"

Arai mengepalkan tangannya ke atas untuk memberiku semangat. Sambil berlari, dia kembali mengingatkan padaku untuk bertemu di balkon sore nanti.

Mata kuliah terakhir baru saja berakhir. Aku melihat Arai keluar dengan tergesa-gesa. Dia pasti sedang menuju ke arah balkon gedung kosong seperti hari-hari biasa. Sementara aku di sini berdiri bimbang, antara mau melangkah ke depan, ataukah berbalik mendatangi tempat itu seperti hari biasa. Jujur, aku masih ingin melihat kak Evan seperti biasa tanpa mengharapkan apa pun darinya.

Setelah sempat ragu-ragu, akhirnya aku memutuskan ke sana. Bukan lagi untuk bertemu kak Evan, tetapi untuk meminta maaf pada Arai. Dia pasti sudah menungguku. Aku harus minta maaf padanya karena sempat marah padanya, padahal dia temanku satu-satunya. Aku bahkan singgah membeli minuman untuknya di kantin kampus.

Begitu tiba di sana, aku melihat suasana yang begitu sepi di bawah pohon. Aku mengecek jam di tanganku. Seharusnya kak Evan sudah berada di sana. Oh, aku lupa, bukankah kemarin dia mau mengadakan rapat BEM? Tidak masalah, lagi pula aku datang untuk bertemu Arai.

Aku pun berlari ke gedung tua yang menjadi markas rahasiaku dan juga Arai. Aku langsung menaiki tangga tanpa mendongak ke atas. Di tiga tangga terakhir yang kupijaki, aroma familiar membelai penciumanku. Satu tangga terakhir menuju balkon, mataku melihat samar punggung seorang pria yang sudah tak asing bagiku.

DEG! Jantungku mulai bereaksi. Benar saja, sesampainya di atas sana, seseorang yang kudapati berdiri di sudut balkon bukanlah Arai, melainkan sesosok lelaki bertubuh tinggi tegap dengan earphone yang terpasang di telinga. Kedua tangannya bersandar di pembatas balkon, sedang kepalanya mendongak ke atas dengan sepasang mata yang terpejam. Rambut depannya melambai-lambai diterpa angin senja. Sedang hidungnya yang tinggi dan lancip, seolah hendak menggapai sang Surya yang hampir tenggela. Kehadirannya di sana, menjadikan pemandangan balkon tampak berbeda dari biasanya.

Jika tadi aku tak memutuskan datang ke tempat ini, akankah menjadi sebuah penyesalan bagiku?

.

.

.

1
A
keknya Evan karakter ciptaan engkong yg paling ngenes sejagat NT deh. udh lah musuhnya bnyak, yg bkin senang tahannya cma sebentar doang😅. kesiaaann nya kau Van
My_buNga 🌹🌷⚘🌻🌺🌼🌸💐
Kak Yu suka amet buat kita2 para pembaca penasaran 😅😅. Nggak mau nebak ahhh, takut kecewa 🤣🤣🤣.
Dimas Satria
Arai Comeback 😍
Yona Salsabila Rambang
😍😍😍😍😍😍😍
Usnani
wah,,, siapa lg yg akan muncul,, makin seruuu
Qurotul Shita
arai kemana yah kong kangen nihhh😁😁
Aysana Shanim
Waahh arai mau muncul lagi kahh???
Dia udah kayak artis aja kedatangannya di nanti banyak orang 😂😂🤣
Aysana Shanim
Iya sakit banget sampe pengen mati rasanya van kalo kamu mau tau 😢
Pipiet Imuet
Kecewa
Pipiet Imuet
Buruk
Darling Ngehong: ??????
total 1 replies
🥀 UCHRIT Ossy 🔥
wah ada arai pasti .. kuaci kesukaan arai kan ya..
bersama ataupun terpisah pasti sama2 menimbulkan luka.. 🥺🥺🥺🥺
Maymayarni
lanjut thor
Abie Mas
kulit kuaci siapa itu yg berserakan
Echa04
O Ooooo apa si Jomblo blitung berkunjung...!!!
Echa04
hmmmm sesesak itu kh. 😭😭😭
Echa04
JLEBB!!! 💔double kill gk tuh
Evita Pandensolang
ea... Arai asli muncul kayakx nih... makin ngga sabar nunggu up selanjutnya... keren Thor... 👍👍👍👍
L𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
waduhhhh semoga anak belitung mudikk😜😜😜😜😜😜
Siti Nur Janah
kira-kira yg lagi makan kuaci itu siapa y 🤔
si A... apa si D...🙄
Giyatmini
kuaci? semoga Arai anak belitung yg kembali, dan kembali sebagai penyatu dari kalian berdua, ehh sekarang menyatukan sebuah keluarga.
semangat kakak, kita tunggu update selanjutnya, Terima kasih untuk hari ini, hilang dahagaku setelah beberapa hari penantian.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!