Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Kualitas Mantan 12
...~°Happy Reading°~...
Dua hari kemudian; Arlena berada di gerbong Luxury kereta api menuju Semarang. Dia memilih gerbong yang mewah dan nyaman untuk perjalanan jauh bersama calon bayinya.
Setelah kereta api meninggalkan Jakarta, Arlena tersenyum dalam hati mengingat perdebatannya dengan Calista saat dia memutuskan pulang ke rumah orang tua naik kereta api.
..."Ar, lebih baik naik pesawat sore aja, supaya tiba di rumah sebelum malam. Kau jangan ngeyel dan ikut maumu. Ingat ponakanku juga ikut."...
..."Aku pingin santai sejenak dalam kereta, Cal. Mungkin ini juga keinginan ponakanmu." Arlena coba mempertahankan keinginannya dengan membawa-bawa keinginan bayi....
..."Kalau begitu, aku ikut. Nanti aku ngga pulang ke rumahmu, tapi tinggal di hotel." Calista tidak rela Arlena pulang sendiri. Hatinya tidak tenang, karena Arlena sedang hamil muda. Kalau ada apa-apa dalam perjalanan, dia tidak bisa bebas bergerak....
..."Sssstttt... Tenang aja, selain ada Tuhan, ada ponakanmu yang kuat dan tangguh ini." Arlena coba menenangkan Calista, sambil mengangkat tangan....
..."Kalau kau sudah bilang ada Tuhan, apa'lah arti rasa khawatirku. Sudah, hati-hati aja." Calista mengibaskan tangan. "Hati-hati di jalan, ya, sayang. Jaga Mommymu." Calista menyerah lalu mengelus perut Arlena berulang kali....
Mengingat itu, Arlena terharu dan bersyukur, dia tidak sendiri melewati masa yang paling sulit dalam hidupnya. Dia menghembuskan nafas kuat untuk mengusir rasa gundah yang sering datang mengusik dan membuat dia ingin menangis.
Sekarang dia sendiri bersama penumpang kereta yang tidak tahu persoalan hidupnya. Jadi tidak ada yang coba menghiburnya. Sangat berbeda di Jakarta. Calista tidak pernah membiarkan dia sendiri. Selalu ada saja yang dibahas, agar dia tidak memikirkan pernikahannya yang gagal dan harus membesarkan anak seorang diri tanpa suami.
Selain itu, dia lebih memilih naik kereta api karena kondisi kandungan sudah memasuki bulan ke tiga. Dia ingin bersantai sejenak di perjalanan, sambil menikmati pemandangan dan lakukan perenungan sebelum bertemu dengan orang tuanya.
Arlena menghembuskan nafas lega, lalu mengatur posisi kursi yang cocok baginya. Dia menyandarkan punggung, lalu menyelimuti kaki dengan selimut lembut, miliknya. Sedangkan selimut yang disediakan oleh kereta api dia jadikan alas, agar semakin nyaman dan bisa istirahat.
Arlena memilih naik kereta api terakhir yang paling malam, agar bisa tiba pagi di Semarang. Bayangan bisa menikmati udara sejuk dan aneka sarapan khas kota semarang, membuatnya tenang dan senang.
Ketika melihat keluar jendela kereta api sudah gelap, dan hanya sesekali terlihat lampu dari kejauhan, dia menurunkan penutup jendela, lalu berdoa untuk perjalanan mereka.
Dia bersyukur sudah makan malam di stasiun, sehingga bisa langsung istirahat. Walau pun gerbong memberikan fasilitas makanan yang enak, dia tetap khawatir bayinya merasa tidak cocok dengan menu yang disediakan.
'Sayang, kita mau lakukan perjalanan agak jauh dengan kereta api untuk bertemu GrandPa dan GrandMa. Kita saling jaga, ya. Walau tidurmu kurang nyaman, jangan marah Mommy...'
'Semoga besok pagi udara cerah. Supaya kau bisa lihat sawah yang hijau dan yang sudah menguning.' Arlena berbicara dengan calon bayi sambil mengelus perut, membayangkan sawah dan ladang yang akan mereka lewati.
Suatu pemandangan yang membuatnya kagum akan keindahan alam pedesaan ketika pulang mengunjungi orang tua. Suasana yang jarang ditemui di Jakarta yang bertaburan hutan gedung-gedung bertingkat.
Ketika memanggil calon bayi dengan sebutan sayang, Arlena ingat saat memeriksakan kandungan di rumah sakit Jakarta. Dia ditawarkan untuk mengecek jenis kelamin calon bayi, tapi dia tidak bersedia. Dia ingin kehadiran bayinya adalah surprise, termasuk jenis kelaminnya. Oleh sebab itu, dia dan Calista selalu menyebut sayang, tanpa menunjukan jenis kelamin tertentu.
~*
Menjelang pagi, Arlena bersyukur. Dia bisa merasakan cuaca cerah saat melihat keluar jendela kereta. Jantungnya makin berdebar ketika tiba di stasiun.
'Sayang, bantu Mommy, ya. Kuatin Mommy, supaya bisa ngomong sama GrandPa dan GrandMa.' Arlena membatin.
Dia duduk di stasiun sambil menikmati susu panas yang dibawa dalam tumbler dan roti isi keju.
Dia sengaja menunggu matahari lebih terang bersinar, agar bisa tenang berada di luar stasiun. Apa lagi ada banyak taxi gelap yang menawarkan jasa untuk mengantar. Hal itu sudah dia pelajari dan terus diingatkan Calista.
Setelah hari benar-benar terang, dia keluar dari stasiun sambil menarik koper kecil berisi keperluan pribadi untuk beberapa hari. Dia berjalan agak jauh ke titik aman, baru memesan mobil.
Saat sudah berada dalam mobil, Arlena tenang dan bersyukur, lalu mengirim pesan kepada Calista, agar tidak khawatir.
Ketika mendekati rumah, Arlena menghembuskan nafas berulang kali, lalu berdoa dalam hati. 'Tuhan, tolong aku dan orang tuaku. Hanya Kau yang mampu mengatur lidah dan pikiran kami. Biarlah Mama dan Papa bisa mengerti dan memahami kondisiku.' Arlena memohon dengan hati yang sangat berat.
Arlena turun dari mobil lalu membunyikan bel rumah sambil menurunkan topi lebar yang dikenakan untuk menyembunyikan wajahnya. "Arrr, kaukah itu, Arlen?" Tiba-tiba terdengar suara Mamanya dari balik pagar.
"Hehehehe... Mama tahu, aja. Padahal Arlen sudah tutupi gini, loh..." Arlena mencoba bercanda untuk mengurangi rasa haru melihat Mamanya.
"Bagaimana Mama ngga kenal putri Mama." Mama Arlena segera membuka pintu pagar. Matanya berkaca-kaca melihat putrinya sudah melepaskan topi dan tersenyum lebar padanya.
Arlena langsung melepaskan koper di tangan lalu memeluk Mamanya, erat. Tanpa disadari, air matanya menetes membasahi bahu Mamanya.
Mamanya mengusap punggung dengan sayang. "Ayo, masuk. Mana Dom? Kau pulang sendiri?" Tanya Mamanya sambil melepaskan pelukan, lalu melihat keluar pagar.
Arlena hanya mengangguk, lalu menarik kopernya. "Kau ngga kabari. Papa pasti akan menjemputmu di Bandara."
"Arlen naik kereta api, Ma." Arlena menguatkan hati agar bisa berbicara dengan suara normal.
"Kau naik kereta api sendiri? Dom ijinkan kau lakukan perjalanan sendiri di malam hari?" Mama Arlena terkejut.
"Tenang saja, Ma. Aku sudah sangat dewasa dan sering lakukan perjalanan sendiri. Buktinya, aman tiba di sini..." Arlena berkata sambil melihat rumah orang tuanya yang tidak berubah.
"Mana Papa, Ma? Masih tidur, atau joging?" Arlena coba bertanya santai sambil mencium pipi Mamanya untuk mengusir rasa haru. Karena untuk pertama kali dia pulang sendiri ke rumah orang tua setelah menikah.
"Mana mungkin Papamu masih tidur jam segini. Papa sudah berangkat kerja." Mamanya balas mencium pipinya.
"Ma, minta air mineral hangat, ya." Arlena berusaha mengalihkan pembicaraan.
Mamanya segera memanggil Bibi untuk menyiapkan minuman. "Papa sudah berangkat dari pagi, karena mau ada pertemuan. Ayo, letakan koper di situ. Biar Bibi bersihin kamarmu dulu."
"Eh, Arr... Kau kurang sehat?" Mamanya tiba-tiba bertanya, membuat Arlena terkejut.
"Ngga, kok, Ma. Ada apa?" Arlena menjawab secerah mungkin.
"Oh, syukur deh. Mama kira kau kurang sehat. Walau badanmu ngga kurus, tapi wajahmu lebih tirus." Mamanya memegang wajah Arlena, untuk memastikan.
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
semoga lancar dan gampang yg arlena.. ❣️
semoga debay dan mama nya sehat selalu.. dilancarkan sampe halnya..
aamiin🤲 ❣️
terimakasih outhor. Sehat sehat ya..
aduh untung pas urgent bnyk org baik termasuk polisi yang bantu kasih jalan
ahhh ayoo gass lagi penasaran sama si baby pas launching.
duh tari untung cepet ngabari jadi bisa ikut nyonyamu lagi .
waduhh makin ga sabar nunggu ponakan online yang kutunggu lewat kuota launching