NovelToon NovelToon
DENDAM GUNDIK

DENDAM GUNDIK

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Kumpulan Cerita Horror / Dendam Kesumat / Balas dendam pengganti
Popularitas:57.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dae_Hwa

“ARRRGGGHHH! PANAAS! SAAKIIITT!”

Sekar Arum tak pernah membayangkan, setelah dipaksa menjadi gundik demi melunasi hutang orang tuanya, ia justru mengalami siksaan mengerikan dari para perempuan yang iri dan haus kuasa.

Namun, di saat dirinya berada di ambang hidup dan mati, sosok gaib mendekatinya—seorang sinden dari masa lalu yang menyimpan dendam serupa.

Arum akhirnya kembali dan menggemparkan semua orang-orang yang pernah menyakitinya. Ia kembali dengan membawa semua dendam untuk dibalas hingga tuntas.

Namun, mampukah Sekar Arum menumbangkan musuhnya yang memiliki kuasa?

Atau justru ia akan kembali terjerat dalam luka dan nestapa yang lebih dalam dari sebelumnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DG 33

“Wagiman,” panggil Juragan Karta dengan suara berat.

Wagiman yang sedari tadi setia menunggu di pojok ruangan makan, berjalan mendekat.

Ia membungkuk sopan. “Saya, Juragan. Apa ada yang Juragan butuhkan?”

“Sampaikan pada Jun, untuk segera bersiap-siap menemani saya dan Arum ke pasar kota,” jawab Juragan Karta yang langsung mendapatkan tatapan maut dari Nyai Lastri yang masih menyantap nasi jagung dan sayur lodeh dari ujung meja.

Tatapan itu dingin, sangat menusuk. Namun, Juragan Karta pura-pura tidak melihatnya—ia justru menoleh pada Arum yang duduk anggun di sampingnya, lalu tersenyum lebar, seolah ingin menunjukkan pada semua orang siapa yang kini ia palingkan hatinya.

“Segera ya, Wagiman,” lanjut Juragan, tanpa sedikitpun memberi ruang pada keberatan sang istri.

“Baik, Juragan,” sahut Wagiman cepat, lalu membungkuk dan hendak pergi untuk menyampaikan perintah.

Sementara itu, Nyai Lastri meletakkan sendoknya perlahan ke atas piring. Ia menatap punggung Arum tanpa berkedip—mata tuanya berkilat, bibirnya mengatup rapat. Ia belum bersuara, masih menyimak dalam diam, seperti ular yang mengawasi mangsanya sebelum menggigit.

Arum menggeser kursinya pelan, mendekat ke sisi Juragan. Gerakannya halus, namun penuh perhitungan.

“Kang Mas,” ujarnya manja, jemarinya menyentuh lembut lengan pria paruh baya itu. “Boleh saya bertanya?”

“Tentu boleh, Dik Arum. Mau nanya apa?” sahut Juragan sambil tersenyum, lalu menoleh dan menoel dagu Arum dengan genit.

“Kenapa Mandor Jun harus ikut bersama kita ke pasar kota?” tanyanya lugu, matanya berkedip-kedip penuh rasa ingin tahu. “Apa ada urusan pekerjaan juga di luar kota?”

Juragan tertawa kecil. “Ah, bukan itu. Jun itu punya selera bagus dalam memilih perhiasan. Dia jago dalam menilai emas dan dan berlian. Aku percaya dia bisa bantu menilai mana kalung atau gelang yang cocok buatmu.”

BRAK!

Nyai Lastri tiba-tiba menggebrak meja. Semua kepala seketika menoleh ke arahnya.

“Emas?” tanyanya tajam. “Berlian?!”

Nada suaranya naik satu oktaf, memastikan ia tak salah dengar. Matanya menyipit menatap Juragan, lalu melirik tajam ke arah Arum, yang tetap tersenyum tenang—seolah tak terganggu sama sekali.

“Benar, Las,” sahut Juragan datar, tanpa rasa bersalah. “Masa iya, perempuan secantik, sebaik dan setulus Arum tidak pantas dihias cantik?”

Nyai Lastri menyipitkan mata. Suaranya naik, tak lagi peduli pada etika meja makan.

“Lantas aku?! Tak kau belikan juga, Kang Mas? Perhiasanku banyak berkurang—karena harus mengganti rugi kebutuhan rumah tangga yang dibobol maling. Dibanding gundikmu itu, aku yang lebih pantas kau beri kalung ataupun gelang!”

Juragan mendengus, menyandarkan punggung ke kursi. “Perhiasanmu berkurang itu karena kau sendiri tak becus menjaga rumah ini. Sudah kubilang—jangan terlalu percaya pada para pelayan. Tapi, tetap saja kau tak menggubris.”

Nyai Lastri bersandar sambil menyilangkan tangan di dada.

“Aku tidak mau tau!” Nyai Lastri membentak, nadanya meninggi. “Aku mau ikut, Kang Mas! Jangan hanya gundik rendahan itu saja yang engkau prioritaskan!”

Arum masih menunduk, berusaha menyembunyikan senyum tipis di balik uap teh.

Juragan memijit pelipisnya, kesal. “Lastri, kau itu istri sahku, jangan bersikap seperti anak kecil yang iri jika melihat anak lainnya dibelikan mainan.”

Nyai Lastri mendesis pelan, wajahnya merah padam menahan amarah.

“Aku akan ikut,” ulangnya tegas. “Mau kau izinkan atau tidak.”

Arum meletakkan cangkir tehnya di atas meja, ia mendongak pelan—lalu menatap Juragan. “Diizinkan saja, Kang Mas,” ucapnya lembut.

“Mungkin ... Nyai ingin memastikan kalau perhiasan yang saya pilih memang pantas untuk selera seorang Juragan,” lanjutnya dengan senyuman tertahan. “Lagipula, kasian kalau Nyai di rumah terus.”

“KAU MENGASIHANI AKU?!” Nyai Lastri berdiri dan berteriak kencang.

Namun, satu tangan Juragan yang mengudara—berhasil membuatnya duduk kembali.

Arum melanjutkan ucapannya, suaranya tetap tenang dan sopan.

“Kalau boleh saya meminta, Kang Mas ... ajak Mbah Darsih juga, ya?” Tatapannya kembali menoleh lembut ke arah Juragan. “Takutnya, kalau-kalau saya membutuhkan tenaganya untuk urusan wanita. Maklum, akhir-akhir ini badan saya sering pegal dan mual. Jangan sampai saya menyusahkan Nyai di perjalanan nanti.”

Mata Nyai Lastri menyipit, kedua tangannya yang berpangku di bawah meja mulai bergetar. “Mual? Maksudmu apa, Arum?!”

“Oh, tidak ... hanya saja beberapa hari ini saya sering mual dan ... muntah. Kemungkinan masuk angin saja.” Sahut Arum sambil tersenyum menunduk. “Makanya saya butuh Mbah Darsih. Beliau kan tau ramuan-ramuan yang bisa menghangatkan perut wanita.”

“Apa jangan-jangan, kau sedang hamil muda, Dik Arum?” ada binar harap di manik Juragan Karta.

Arum tak langsung menjawab. Ia justru tertawa kecil, menyembunyikan wajahnya di balik helaian rambut yang terjatuh ke pipinya. “Mungkinkah begitu, Kang Mas? Saya sendiri belum yakin ... terlalu dini untuk diperiksa.”

Ia mendongak dengan sorot mata menggoda.

“Bagaimana kalau kita tunggu dua pekan lagi?”

“Baiklah, terserah mau mu saja. Yang penting engkau nyaman, engkau senang—aku pun tenang.” Sahut Juragan, lalu melirik ke arah Wagiman yang baru saja kembali.

“Giman, siapkan kereta untuk lima orang,” titah Juragan kepada Wagiman.

“Enam orang!” potong Nyai Lastri tajam. “Aku ingin membawa Madun!”

Juragan Karta langsung menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyeruput teh. Matanya menatap tajam ke arah istrinya, lalu suaranya turun satu oktaf—datar, tapi menghentak.

“Jangan banyak maunya, Lastri. Di sini, aku yang memberi perintah.” Ia mencondongkan tubuh ke depan, menatap istrinya tajam. “Kau boleh ikut, tapi, tidak dengan kacungmu itu. Aku tidak akan mengizinkan kau membuat ulah sepanjang perjalanan!”

Nyai Lastri membuka mulut, hendak membalas, tapi tatapan muak Juragan sudah cukup jadi tamparan. Membuat Nyai Lastri menelan amarahnya dalam-dalam.

Sementara itu, Arum tersenyum tipis, menunduk manis sambil menyembunyikan kepuasan dalam sorot matanya.

“Kalau begitu, mari kita bersiap, Kang Mas,” ucapnya lembut, lalu beranjak dari kursinya.

...****************...

Toko perhiasan tertua di kota itu berdiri megah di tengah deretan bangunan kolonial. Langit-langitnya menjulang tinggi, dihiasi lampu gantung kristal yang memancarkan cahaya redup keemasan. Udara di dalam ruangan berbau campuran mawar kering dan kayu tua—aroma yang sangat menenangkan.

Di atas meja kaca panjang, seorang pegawai bersarung tangan beludru mengangkat sebuah kotak hitam panjang, lalu membukanya perlahan. Di dalamnya, terbaring sebuah kalung kuno—rantai emas putih berhiaskan lima tetes berlian berbentuk air mata, masing-masing diselimuti ukiran halus bergaya art deco. Berlian itu memantulkan cahaya lampu seperti pecahan bulan, bergetar halus saat ditiup angin dari ventilasi tinggi.

“Bagaimana dengan yang ini, Nyonya?” Sang pegawai menunjukkan kalung tersebut pada Arum seraya tersenyum kecil. “Konon, kalung seperti ini hanya dikenakan oleh kalangan istri pejabat tinggi kolonial. Bahkan, versi aslinya tersimpan rapi di sebuah museum di Eropa.”

Kemudian sang pegawai menunjukkan benda berkilau itu pada Juragan Karta. “Kalung ini tidak diproduksi massal. Replikanya pun hanya dibuat untuk kolektor tertentu—dan saya rasa, istri Anda sangat cocok mengenakannya.”

Juragan Karta menatapnya, matanya berbinar. Ia melirik ke arah Arum yang terlihat sudah jatuh cinta dengan kalung itu. Kemudian, ia menoleh ke arah Junaidi yang berdiri tenang di belakang.

“Jun,” panggil Juragan. “Bagaimana menurutmu? Kalung ini cocok untuk Dik Arum?”

Junaidi melangkah pelan, lalu menatap kalung itu sekilas, dan menoleh ke arah Arum. Matanya sejenak menelusuri leher jenjang gadis itu—berusaha sekuat tenaga untuk tak meneguk ludah, lalu ia mengangguk singkat.

“Jika ingin menunjuk siapa yang paling Anda prioritaskan saat ini ... maka kalung itu akan menjadi pilihan yang tepat, Juragan,” jawab Jun sopan namun menahan kesal.

Juragan tertawa puas. “Aku ambil yang ini.”

Dengan penuh kehormatan yang dibuat-buat, Juragan mengambil kalung itu, lalu berjalan ke arah Arum. Ia menyibak rambut perempuan itu, dan memakaikannya di lehernya. Kalung itu menggantung tepat di tulang selangka Arum—cahaya berlian memantul di kulitnya yang pucat.

Arum menunduk sedikit, menyentuh bandul utama kalung itu dengan jemari hati-hati. “Cantik sekali, Kang Mas. Saya ... saya tak tau harus berkata apa. Sepertinya, benda ini terlalu mewah. Tak pantas untuk saya yang hanya seorang—”

“Sshhh!” Ujung telunjuk Juragan Karta menempel lembut di bibir Arum.

“Jangan pernah berkata begitu lagi,” bisiknya pelan namun tegas. “Perempuan sepertimu ... pantas mengenakan apa pun yang dunia ini punya. Termasuk kemewahan yang bahkan tak dimengerti oleh perempuan-perempuan lain di rumahku.”

Arum terdiam. Ujung matanya melirik Nyai Lastri yang berdiri tak jauh dari mereka. Wajah wanita baya itu menegang, dan sepasang matanya menyala marah, namun tak kuasa berkata apa pun.

‘Kalung itu seharusnya menjadi milikku. Dunia jelas lebih tau—siapa yang lebih pantas mengenakan perhiasan semewah itu.’ Batin Nyai Lastri sambil menyipit, menatap berlian-berlian itu dengan napas tercekat oleh kecemburuan yang meledak-ledak di dada.

.

.

Setelah selesai memilih perhiasan di toko emas tertua di kota, rombongan dari rumah besar Juragan Karta melanjutkan langkah ke pasar tradisional yang tak jauh dari sana. Kalung berlian antik telah melingkar di leher Arum, berkilau di bawah sorot cahaya matahari yang terselip malu-malu di balik awan.

Juragan Karta berjalan paling depan, wajahnya berseri seperti anak muda yang baru jatuh cinta. Di belakangnya, Nyai Lastri menyusul dengan langkah berat. Sepasang mata tuanya sesekali mencuri pandang ke arah leher Arum, dan kilau berlian itu terasa seperti paku panas yang menghujam dalam dada.

Pasar kota mulai ramai. Suara tawar-menawar bersahutan, aroma dedaunan basah, ikan asin, dan bumbu dapur beradu di udara.

Di sebuah kios rempah-rempah langka, Nyai Lastri menghentikan langkah. Matanya terpaku pada sekarung kecil kapulaga dan cengkeh yang tersusun rapi di atas tampah. Aroma kayu manis yang digantung di sisi kios membuatnya mendesah lirih.

“Berapakah ini sekantung kecil?” tanyanya pada penjual perempuan paruh baya, yang wajahnya dipenuhi kerut namun sorot matanya masih awas.

“Lima belas rupiah, Dik. Itu rempah bagus dari dataran tinggi. Musim ini langka, jadi harganya naik,” jawab si penjual.

“Lima belas?! Wealah, mahal amat? Sampeyan ini mau nyekik darah?! Kalau jualan itu, ngambil untung yang masuk akal juga dong,” protes Nyai Lastri tak puas. Namun, ia menarik dompet kain dari tas rotannya, bibirnya mencibir pelan.“Ya sudah, beri saya sekantung—daripada nggak laku dagangan Sampeyan!”

Namun sebelum uang itu berpindah tangan, Arum melangkah maju dengan tenang.

“Boleh saya bantu, Nyai?” ucapnya pelan, nyaris terdengar manis—namun nadanya mengandung ketegasan.

Ia lalu menatap si penjual dan tersenyum tipis. “Bu, kalau saya ambil dua kantung sekaligus, bisa saya bayar sepuluh rupiah per kantung? Totalnya dua puluh rupiah.”

Penjual itu menatap Arum, tampak berpikir. Lalu, ia mengangguk pelan. “Ambil dua, bayar dua puluh saja? Baiklah, Nona. Saya beri harga itu—hanya karena Nona bicara sopan.”

Arum tersenyum, lalu menyerahkan dua kantung rempah itu ke Nyai Lastri untuk dibayar.

“Ini, Nyai. Saya bantu menawar. Sekalian dapat satu kantung untuk stok lebih panjang—kita berhasil menghemat sepuluh rupiah. Jangan boros-boros, Nyai. Kasian yang tukang cari uang.”

Nyai Lastri menatap Arum tanpa senyum. Matanya menatap tak suka, dagunya terangkat sedikit, seperti sedang menahan luapan rasa tidak terima. Namun ia menerima rempah itu juga, dan menyimpan kembali dompetnya dengan gerakan pelan, setelah selesai membayar.

Dari kejauhan, Juragan Karta memperhatikan adegan itu di balik kerumunan. Sorot matanya mengamati Arum dengan penuh minat, dan sebuah senyum kecil muncul di bibirnya.

“Perempuan ini bukan cuma cantik ... dia pandai membaca situasi, tau kapan bicara, dan bisa menenangkan badai.” Lalu, pria itu menatap Nyai Lastri. “Kalau Lastri, selalu pakai mulut untuk menekan, sementara Arum selalu pakai otaknya untuk menaklukkan.”

Juragan mengangguk kecil. Di matanya, Arum kini bukan lagi sekadar gundik manis—dia adalah sekutu yang bisa menjinakkan badai dalam rumah tangga yang sarat intrik.

Juragan Karta dalam hati bergumam,

“Sepertinya ... Arum jauh lebih pantas untuk menggantikan posisi Lastri dalam mengurus kebutuhan rumah tangga. Dia cerdas, tau menempatkan diri, dan yang paling penting—tak membuatku pusing dengan keluh kesah tak berkesudahan.”

.

.

“Lepas! Lepaskan aku!” Arum menjerit manakala benda tajam yang menempel di lehernya nyaris mengiris perlahan.

*

*

*

1
💜⃞⃟𝓛 paPIPUlang ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
doamu terkabul yuyunn
Madun mampuss sekarang
tapi bukan di sambar gledeg ,
tapi mati di caplok buaya ,
itu kenangan terakhir dari Madun
klo kamu kangen ya di pake buat jimat
😂😂😂
istianah istianah
pasti nyi lastri tu yg kena tamparrrrr🤪🤪
Dae_Hwa💎: Semoga ya, Kak 🤭
total 1 replies
istianah istianah
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Dae_Hwa💎: Jadiin gantungan konci 😭
total 1 replies
istianah istianah
jangan" anunya si madun yg di potong larasmi 🤭🤭🤭🤔🤔
Dae_Hwa💎: 😂😂😂😂😂😂
total 1 replies
Wisell Rahayu
ku kash kopi thoor,, smkn seruuu dn jodohkn arum berama jun hehehe...
Dae_Hwa💎: Terimakasih banyak kopi nya, Kakak. Langsung seger mata saya 🙋
total 1 replies
istianah istianah
ampun preeetttt ,kmu sudah memperkosa ,larasmi ,dak ingat kmu madun🔨🔨🔨🔨🔨ku getok juga kapalo madunnn
istianah istianah: 😅😅🤸‍♀️🤸‍♀️🤸‍♀️🤸‍♀️
Dae_Hwa💎: Getok, Kak. Barangkali langsung ingat 😆
total 2 replies
istianah istianah
dasar si mdun otakmu selakngan terus di pikirkan
Dae_Hwa💎: Gatau insaf ya, Kak.
total 1 replies
istianah istianah
di siksa dulu baru du kasih kematiyan yg mengerikan😠 atau itu burung di lepas aja dri sngkarnya 🤣🤣🤣🤣
Dae_Hwa💎: 🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
istianah istianah
hari na'asmu dun ....???
istianah istianah
habisi sja dun jun ,mumpung ada kesempatan👊👊👊👊
istianah istianah: wah betul sekali kak ,mantapp jawapan mu kak 👍🏻👍🏻👍🏻
Dae_Hwa💎: Kesempatan jarang datang 2 x ya, Kak. 🤭
total 2 replies
istianah istianah
emng baju berserakan ,madunnn😂😂
Dae_Hwa💎: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
my love
bagus ceritanya
Dae_Hwa💎: Terimakasih banyak untuk penilaian sempurna nya kakak 💗
total 1 replies
Diyah Pamungkas Sari
wahh jd kasim si madun 🤣
Dae_Hwa💎: Cosplay kasim😆
total 1 replies
☠ᵏᵋᶜᶟ Қiᷠnꙷaͣŋͥ❁︎⃞⃟ʂ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔
Walid versi jadul nih ya /Facepalm/
Dae_Hwa💎: betol 😆
total 1 replies
Reni
g bisa bayangin suara yg serak serak berserakan Iki koyo piye 😅😂😅🤣
Ealah ras Laras wes gedhene sak emprit kok mbok potong entek pisan Yuyun kebagian OPO Iki engko 🤭
Dae_Hwa💎: Pokoknya berserakan, Kak. 🤣
total 1 replies
ֆɛռօʀɨȶǟ ʟǟ_ɛʟ🇮🇩
Ahhh kasian Yuyun tongkat keramat Midun Dikebiri Larasmi wkwkwkwk
Dae_Hwa💎: Habis dah, gak ada lagi pensil inul Yuyun.
total 1 replies
vj'z tri
hayooo Madun pulang lewat mana lu 🤭🤭🤭🤣🤣🤣
Dae_Hwa💎: udah ga ada jalan pulang 🗿
total 1 replies
vj'z tri
madun sama Mbah Sosro kena prank author 🤣🤣🤣🤣🤣
Dae_Hwa💎: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
vj'z tri
prok prok prok jadi apa sekarang 🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
tahu tahu nya tuh barang punya lampir 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!