Alvaro Neo Sandler adalah pria kaya raya yang memiliki kerajaan bisnis di dalam negri maupun di luar negri, saat ini Alvaro sudah berusia 28 tahu.
Dulu Alvaro menikah di usia 18 tahun setelah lulus SMA, saat itu ia menikah karena di jodohkan oleh orang tuanya karena balas budi.
tapi pernikahan itu tidak tahan lama karena Alvaro mengalami kecelakaan yang mengakibatkan Kedua orang tuanya meninggal sedangkan ia lumpuh dan di nyatakan mandul.
disaat terpuruk sang istri justru menghina dirinya yang cacat serta mandul, lalu memberi surat perceraian.
Tiara Puspa, gadis cantik dan juga baik hati yang baru saja menginjak usia 17 tahun dan duduk di kelas tiga SMA. Tiara adalah anak yatim piatu, kedua orang tuanya sudah meninggal tujuh tahun lalu akibat kecelakaan.
Ia di jadikan pembantu di rumahnya sendiri oleh dan Tante yang menumpang hidup padanya. hingga hampir di jual karena akan di jadikan alat pembayar hutang.
ingin tau kisah keduanya ayo mulai mengikuti kisah mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Lamaran Marco dan Tika
Matahari menyinari halaman rumah keluarga Tika pagi itu dengan lembut. Langit biru bersih tanpa awan seolah ikut merayakan momen istimewa yang akan terjadi.
Hari ini, Marco akan melamar Tika secara resmi di hadapan keluarga besar mereka. Sebuah langkah besar dalam perjalanan cinta yang telah mereka jalani selama ini.
Tika, yang duduk di ruang rias bersama ibunya, tampak cantik dengan kebaya berwarna peach lembut dan riasan natural.
Rambutnya disanggul sederhana, tapi membuatnya tampak anggun. Wajahnya sedikit gugup, matanya sesekali menatap cermin sambil menarik napas panjang.
"Deg-degan, Ma," katanya lirih.
Mama Tika tersenyum, memeluk putrinya dari belakang. “Wajar, Nak. Tapi ini hari bahagiamu. Nikmati setiap detiknya. Mama yakin, Marco lelaki yang baik.”
Di ruang tamu, para anggota keluarga mulai berdatangan. Dekorasi bunga segar dan ornamen bernuansa krem dan emas menghiasi ruangan. Musik instrumental mengalun pelan, menambah suasana hangat.
Tak lama, rombongan keluarga Marco datang. Di barisan depan, berdiri seorang lelaki tinggi dengan kemeja batik biru tua. Wajahnya tampak serius, tapi matanya menyimpan getar rasa. Marco memegang kotak cincin dengan erat di tangannya, mencoba menahan detak jantungnya yang berlari lebih cepat dari biasanya.
Di belakangnya, tampak Mama Nara dan Papa Noe, dengan senyum hangat mereka. Alvaro dan Tiara juga ikut, bersama sepasang anak kembar mereka—Arya dan Arsela—yang kini berusia tiga tahun. Keduanya mengenakan pakaian tradisional mini, Arya dengan beskap cokelat muda dan Arsela dengan kebaya mungil. Mereka tampak antusias, meski belum sepenuhnya paham apa yang sedang terjadi.
"Om Malco mo Nica ya?" tanya Arsela polos sambil menggenggam tangan Arya.
Arya mengangguk mantap. “Iya, ama tinti Tica. Telus ita dapat tue!”
Semua tertawa mendengar celotehan si kembar. Suasana mencair. Marco menghampiri mereka dan mencium kening keduanya. “Doain Om ya, semoga Aunty Tika mau jadi calon istri Om.”
“Kalau tinti Tica Ndak mau , Om cedih?” tanya Arya sambil menatap polos.
Marco pura-pura mengeluh, “Sedih banget, Arya. Nangis tujuh hari tujuh malam.”
“angan cedih. Cela bantu layu tinti Tica deh,” kata Arsela dengan gaya sok dewasa, membuat semua orang tertawa.
Setelah saling bersalaman dan duduk dengan teratur, acara lamaran dimulai. Pembawa acara membuka dengan salam dan perkenalan antar keluarga, dilanjutkan dengan perwakilan dari keluarga Marco yang menyampaikan maksud kedatangan mereka.
“Kami dari pihak keluarga Marco datang dengan niat baik. Ananda Marco ingin melamar putri Bapak dan Ibu, Tika, untuk menjadi istri dan teman hidupnya selamanya. Kami mohon restu.” ujar papa Neo yang mewakili orang tua Marco yang sudah tiada.
Hening sejenak. Lalu, ayah Tika berdiri dan menjawab dengan suara bergetar, “Kami menerima dengan lapang hati. Jika Tika bersedia, maka kami sekeluarga merestui hubungan ini.”
Tika dipanggil keluar dari ruang rias. Langkahnya pelan, tapi mantap. Saat mata mereka bertemu, Marco berdiri, menatapnya penuh cinta. Ia mengambil kotak cincin dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Tika.
“Di hadapan keluarga, dan orang-orang yang paling berarti bagi kita... Tika, maukah kamu menikah denganku?”
Air mata menggenang di mata Tika. Ia tersenyum lebar dan mengangguk. “Ya, aku mau.”
Riuh tepuk tangan dan sorak bahagia memenuhi ruangan. Mama Tika menangis pelan, memeluk suaminya. Mama Nara tersenyum haru, memegangi tangan Papa Noe. Tiara menyeka air matanya sambil memangku Arsela yang sibuk menunjuk cincin di jari Tika.
“Lihat tuh, tinti Tica pakai ling taya plincess!” celoteh Arsela.
Arya menoleh ke Alvaro, “Pa, nanti Alya juga mau lamal temen Tv, boleh?”
Alvaro dan Tiara tertawa. “Nanti kalau udah gede, ya, Nak,” sahut Alvaro sambil mengelus kepala putranya.
Setelah prosesi tukar cincin, acara dilanjutkan dengan makan siang bersama. Hidangan tradisional khas Jawa disajikan, gudeg, sate ayam, tumpeng mini, dan es dawet. Semua menikmati hidangan sambil berbincang santai.
Di sudut ruangan, Candra tampak memperhatikan acara dengan senyum tenang. Pandangannya sesekali melirik ke arah Tari, Sahabat Tiara dan Tika, yang tampak sibuk membantu para tamu. Candra dan Tari sudah menetapkan acara lamaran 2 Minggu lagi setelah ini
“Cantik, ya?” Tiara menyenggol lengan Candra.
Candra terkejut. “Siapa?”
“Jangan pura-pura, Cand. Aku tahu kamu sering curi pandang.” ujar Al menggoda saudaranya itu
Candra tertawa kecil, menjawab “Tentun saja cantik, menangnya kamu saja yang bisa punya istri cantik, aku juga bisa, aku sudah tidak sabar acara dua minggu lagi"
Tiara mengangguk penuh semangat. “Aku dukung! Yang penting niatnya baik.”
Sementara itu, di halaman belakang, anak-anak bermain gelembung sabun. Arya dan Arsela berlari mengejar gelembung sambil tertawa riang. Papa Noe duduk di kursi rotan sambil memotret mereka dengan ponselnya.
“Lihat, Ma. Cucu kita makin besar. Lucu banget ya,” kata Papa Noe pada Mama Nara yang duduk di sampingnya.
Mama Nara tersenyum lembut. “Iya. Dan sebentar lagi, keluarga ini makin besar lagi. Dengan Tika dan Tari, mudah-muudahan semua lancar.”
Acara lamaran pun ditutup dengan foto keluarga. Marco dan Tika berdiri di tengah, dikelilingi oleh dua keluarga yang bersatu. Si kembar berdiri di depan mereka sambil mengangkat tangan ke udara. Arsela bahkan menjulurkan lidahnya saat difoto, membuat semua tertawa saat melihat hasil jepretannya.
Hari itu, bukan hanya tentang lamaran. Tapi tentang pertemuan dua keluarga, tawa anak-anak, harapan masa depan, dan cinta yang berani melangkah lebih jauh.
Dan di balik semua kebahagiaan itu, terselip rencana besar lainnya… Dua minggu lagi, giliran Candra akan melamar Tari.
bersambung